TANAH JAWA NEGERI PARA NABI
“TANAH JAWA : INILAH NEGERI PARA NABI”, yang telah terkubur oleh
sejarah, bahkan oleh mereka yang menamakan diri “PENGANUT KEJAWEN”, dari
hasil riset peneliti muda yang tergabung dalam Tim Studi Sains Alqur’an
sebagaimana dipublikasikan di situs http://www.ssq-dla.com/
dimana mereka telah menyelenggarakan “EKSPEDISI MENJELAJAH NEGERI PARA
NABI”, mereka menemukan bahwa situs Nabi Daud dan Sulaiman ada di Jawa
Tengah, sedang situs Nabi Nuh ada di Jawa Timur dimana di daerah ini
terdapat kembaran Gunung Ararat di Turki yaitu gunung tempat berlabuhnya
perahu Nabi Nuh, fosil perahu ini setelah diteliti archeolog Belanda
menyimpulkan bahwa perahu tsb terbuat dari kayu jati berkapur, kayu ini
hanya ada di Jawa. Setelah fosil kayu ini umurnya diukur melalui tehnik
Isotop C14, ternyata Nabi Nuh hidup setelah zaman Nabi Ibrahim dan
tempat tinggalnya di Tanah Jawa, fakta ini tentu memerlukan kajian lebih
lanjut apakah benar fosil perahu tersebut adalah fosil perahu Nabi Nuh.
Majalah
Times edisi 1 Februrari 2010, memuat pernyataan Ravael Grinberg,
seorang dosen di Universitas Tel Aviv. Ia mengatakan, “Secara teori,
seharusnya Anda sudah mendapatkan sesuatu hanya setelah melakukan
penggalian selama enam minggu. Tapi nyatanya setelah dilakukan
penggalian tanpa henti selama dua tahun, tidak ada hasil apapun yang
memuaskan.”
Times menyebutkan, dalam empat tahun terakhir,
berbagai organisasi Yahudi ekstrim sudah mengepung kota Jerussalem
untuk melakukan penggalian bawah tanah di sekitar dan bawah Masjid Al
Aqsha. Termasuk Organisasi Eilad, yang juga focus bekerja untuk
mendirikan pemukiman imigran yahudi di Jerusalem . Selain itu, juga
lembaga Eir David yang focus melakukan penggalian di Silwan. Menurut
Profesor Finskltain asal Israel , yang juga ilmuwan sejarah di
Universitas Tel Aviv, “Mereka yang melakukan penggalian bawah tanah di
Jerussalem mencampur adukkan antara agama dengan ilmu pengetahuan. Eilad
meyakini dogma agama bahwa ada peninggalan sejarah Daud di sana , tapi
sampai sekarang tak pernah ditemukan.”
Selain itu,
Profesor Yone Mazarahe, juga pakar arkeologi Israel mengatakan, “Eilad
tidak menemukan apapun dari penggalian. Bahkan sekedar plang tulisan
“Selamat Datang” di Istana Daud, juga tidak ditemukan. Mereka hanya
mendasarkan keyakinan pada teks teks yang dianggap suci oleh mereka
sebagai panduan penggalian.”
Dari fakta2 ini, bisa saja kita
simpulkan bahwa Bani Jawi (suku2 di Nusantara) ini adalah Bani Israel
yang tetap beriman kepada Nabi Musa dan mendiami tanah yang dijanjikan
(THE PROMISED LAND) yaitu Benua Atlantis yang sekarang disebut
Indonesia, sedang Bani Israel yang berdiaspora ke seluruh dunia adalah
mereka yang dikutuk oleh Allah karena mendustakan Nabi Musa AS. Adapun
Bani Israel yang sekarang menjajah Palestina sebenarnya Yahudi produk
rekayasa, maksudnya Bani Israel dari suku ke 13 yaitu SUKU KAZAR, hasil
kawin campur Bani Israel yang berdiaspora dengan penduduk lokal dan saat
ini posisinya mayoritas. Klaim atas Yerusalem sebenarnya sebuah
kekeliruan yang disengaja, padahal Yerusalem, Temple of Solomon dan
Taabut yang mereka cari selama ribuan tahun berada di Tanah Jawa yaitu
CANDI BOROBUDUR DAN NEGRI SLEMAN di Yogyakarta. (Baca buku BOROBUDUR DAN NABI SULAIMAN, karangan KH. Fahmi Basya, Gramedia)
Dalam
Alqur’an “taabut” mempunyai arti “kode rahasia kerajaan” yang disimpan
oleh Nabi Daud, saat ini “taabut” tsb sedang dibuka rahasianya melalui
candi2 yang dibangun sejak zaman Nabi Sulaiman khususnya “Candi
Borobudur”, perlu diingat sebenarnya kata “CANDI” berasal dari kata
“SANDI” artinya “KODE RAHASIA”, dengan demikian rahasia jejak para nabi
akan segera terkuak setelah ayat Allah berupa tulisan bergambar yang ada
pada candi2 di Negeri Sleman di “puzzle”kan dengan ayat2 Allah dalam
Alqur’an.
Sebagian besar ummat Islam saat ini terkecoh
oleh keyakinan bahwa ” Palestina” adalah negeri yang diberkahi dan
Yerusalem adalah kota suci Islam ketiga setelah Makkah dan Madinah, hal
ini karena ummat Islam banyak terpengaruh hadits2 Israeliyat khususnya
tentang Isra’ Mi’raj Nabi Muhammad SAW. Perlu ekstra hati2 dlm mengutip
hadits tentang Isra’ Mi’raj karena sebagian besar hadits palsu dan
dibuat oleh kaum munafik dari kalangan Bani Israel, para ahli hadits
menyebutnya sebagai HADITS ISRAILIYAT. Karena hadits2 inilah ummat Islam
di luar Palestina terseret dalam permusuhan dengan Israel dan
menjadikan Yerusalem sebagai kota suci ketiga ummat Islam, padahal waktu
kanjeng Nabi Isra’ Mi’raj apa yang disebut Masjidil Aqsa sebenarnya
adalah Gereja, waktu itu Yerusalem masih dikuasai Roma. Kalo waktu itu
dikatakan Nabi menjadi imam shalat berjamaah dengan para Nabi,
pertanyaannya shalat apakah gerangan ? Sementara dalam hadits2
Israiliyat tsb dikatakan Isra’ Mi’raj dalam rangka menjemput perintah
shalat 5 waktu sebagai hasil transaksi antara Nabi dengan Allah SWT
dengan Nabi Musa sebagai konsultannya, pertanyaan berikutnya adalah
mengapa harus Nabi Musa yang menjadi rujukan Nabi Muhammad ? Inilah
cerdasnya Bani Israel yang telah berhasil menusuk jantung aqidah ummat
Islam melalui hadits2 palsunya hingga ummat Islam terpecah belah, energi
terkuras habis karena terseret dalam pusaran “Konflik Israel –
Palestina”, sementara Bani Israel karena ketekunannya telah berhasil
menguasai dunia melalui infiltrasi kesegenap lini kehidupan.
Saat
ini fokus mereka adalah Indonesia khususnya Tanah Jawa, mengapa Jawa ?
Dalam Alqur’an dikatakan bahwa “ULAMA2 (ILMUWAN) BANI ISRAEL” mengenal
Alqur’an sebagaimana mereka mengenal anak2nya sendiri, cobalah kita
mengambil ibrah dari kemampuan Nabi Daud As dalam teknologi peleburan
besi dan manajemen pengelolaan gunung yang diwariskan di Tanah Jawa (
Atlantis ) banyak meninggalkan bangunan2 misteri semisal Candi
Borobudur, Piramida2 Mesir dan Piramida Aztek. Dalam peradaban ini para
pendirinya adalah 3 sosok yang luar biasa yaitu Nabi Daud AS, Nabi
Sulaiman AS dan Ratu Bilqis yang masing2 diberi kelebihan oleh Allah
SWT. Sampai saat ini negeri kita adalah satu2nya negeri yang paling
banyak diwarisi gunung berapi dan deposit besi titanium tak terbatas,
yang tersebar di sepanjang pantai selatan Pulau Jawa. Besi titanium ini
sejak zaman Nabi Daud sampai sekarang digunakan sebagai bahan baku
pembuatan senjata khususnya KERIS, besi titanium ini juga digunakan
sebagai bahan baku pembuatan “PESAWAT RUANG ANGKASA”, dan saat ini
disekitar Candi Borobudur sedang dipersiapkan berdirinya Perguruan
Tinggi Nuklir yang akan mempersiapkan desain dan pembuatan “PESAWAT
PIRING TERBANG” oleh Tim SSQ, hanya dengan menguasai teknologi pesawat
piring terbang, ummat Islam bakal mampu mengalahkan Zionis Israel dan
para pendukungnya yang cenderung semakin destruktif di muka Bumi, Yahudi
memang hanya bisa dikalahkan oleh Yahudi beriman karena memang
kecerdasan dan ilmunya juga sepadan. Tapi aneh bin ajaib, sekarang ini
banyak perusahaan2 skala dunia yang secara tersembunyi berafiliasi
dengan Israel berlomba-lomba mengajukan ijin untuk mendirikan pabrik
peleburan besi titanium di pantai selatan Jawa, sementara perusahaan2
besar lainnya yang sebagian besar juga milik orang Yahudi, baik Yahudi
Eropa maupun Amerika sudah malang melintang menguasai hajat hidup bangsa
Indonesia, sepertinya mereka akan mengembalikan penjajahan ala VOC
tempo dulu (VOC adalah perusahaan milik Yahudi Belanda yang berhasil
menjajah Indonesia
Kapal Nabi Nuh Berasal Dari Pulau Jawa
Penelitian China dan Turki
Seperti
dikisahkan dalam kitab suci tiga agama -- Islam, Kristen, dan Yahudi --
sekitar 4.800 tahun lalu, dunia dilanda bencana maha dahsyat untuk
menyadarkan umat manusia: banjir raksasa. Yaitu pada zaman Nabi Nuh A.S
(menurut Islam). Dimana Nabi Nuh mendapat wahyu/perintah dari Allah
untuk membuat sebuah kapal raksasa untuk menyelamatkan diri dan
orang-orang yang beriman serta binatang-binatang.
Sejak
adanya klaim ditemukannya situs kapal Nabi Nuh A.S oleh Angkatan Udara
Amerika serikat, tahun 1949, yang menemukan benda mirip kapal di atas
Gunung Ararat-Turki dari ketinggian 14.000 feet (sekitar 4.600 M). Dan
di muat dalam berita Life Magazine pada 1960, saat pesawat Tentara
Nasional Turki menangkap gambar sebuah benda mirip kapal yang panjangnya
sekitar 150 M. Penelitian dan pemberitaan tentang dugaan kapal Nabi Nuh
AS (The Noah’s Ark) terus berlanjut hingga kini.
Seri
pemotretan oleh penerbang Amerika Serikat, Ikonos pada 1999-2000 tentang
adanya dugaan kapal di Gunung Ararat yang tertutup salju, menambah
bukti yang memperkuat dugaan kapal Nabi Nuh A.S itu. Kini ada penelitan
terbaru tentang dari mana kapal Nabi Nuh AS itu berangkat. Atau di mana
kapal Nabi Nuh AS itu dibuat?
Baru-baru ini, gabungan
peneliti arkeolog-antropolgy dari dua negara, China dan Turki,
beranggotakan 15 orang, yang juga membuat film dokumenter tentang situs
kapal Nabi Nuh A.S itu, menemukan bukti baru. Mereka mengumpulkan
artefak dan fosil-fosil berupa; serpihan kayu kapal, tambang dan paku.
Hasil
Laboratorium Noah’s Ark Minesteries International, China-Turki, setelah
melakukan serangkaian uji materi fosil kayu oleh tim ahli tanaman
purba, menunjukan bukti yang mengejutkan, bahwa fosil kayu Kapal Nabi
Nuh A.S berasal dari kayu jati yang ada di Pulau Jawa.
Mereka
telah meneliti ratusan sample kayu purba dari berbagai negara, dan
memastikan, bahwa fosil kayu jati yang berasal dari daerah Jawa Timur
dan Jawa Tengah 100% cocok dengan sample fosil kayu Kapal Nabi Nuh AS.
Sebagaimana diungkap oleh Yeung Wing, pembuat film documenter The Noah’s
Ark, saat melakukan konfrensi pers di Hongkong, Senin (26/4/2010) yang
lalu.
“Saya meyakini 99 persen, bahwa situs kapal di Gunung
Ararat, Turki adalah merupakan fosil Kapal Nuh yang ribuan tahun lalu
terdampar di puncak gunung itu, setelah banjir besar menenggelamkan
dunia dalam peristiwa mencairnya gleser di kedua kutub” Jelas Yeung Wing
Pendapat National Turk
Dr.Mehmet
Salih Bayraktutan PhD, yang sejak 20 Juni 1987 turut meneliti dan
mempopulerkan situs Kapal Nabi Nuh AS, mengatakan: “Perahu ini adalah
struktur yang dibuat oleh tangan manusia.” Dalam artikelnya juga
mengatakan, lokasinya di Gunung Judi (Ararat) yang disebut dalam Al
Qur’an, Surat Huud ayat 44.
وَقِيلَ
يَٰٓأَرْضُ ٱبْلَعِى مَآءَكِ وَيَٰسَمَآءُ أَقْلِعِى وَغِيضَ ٱلْمَآءُ
وَقُضِىَ ٱلْأَمْرُ وَٱسْتَوَتْ عَلَى ٱلْجُودِىِّ ۖ وَقِيلَ بُعْدًۭا
لِّلْقَوْمِ ٱلظَّٰلِمِينَ
"Hai bumi telanlah airmu, dan
hai langit (hujan) berhentilah," dan airpun disurutkan, perintahpun
diselesaikan dan bahtera itupun berlabuh di atas bukit Judi, dan
dikatakan: "Binasalah orang-orang yang zalim ." Ya'ni: Allah telah
melaksanakan janjinya dengan membinasakan orang-orang yang kafir kepada
Nabi Nuh a.s. dan menyelamatkan orang-orang yang beriman. Bukit "Judi"
terletak di Armenia sebelah selatan, berbatasan dengan Mesopotamia."(Q.S
Huud:44)
Sedangkan dalam injil: Perahu itu terdampar diatas Gunung Ararat (Genesis 8 : 4).
Menurut
peneliti The Noah’s Ark, kapal dibuat di puncak gunung oleh Nabi Nuh
AS, tak jauh dari desanya. Lalu berlayar ke anta beranta, saat dunia
ditenggelamkan oleh banjir besar. Berbulan-bulan kemudian, kapal Nabi
Nuh AS merapat ke sebuah daratan asing. Ketika air menjadi surut, maka
tersibaklah bahwa mereka terdampar di puncak sebuah gunung.
Bila
fosil kayu kapal itu menunjukan berasal dari Kayu jati, dan itu hanya
tumbuh di Indonesia jaman purba, apakah Nabi Nuh A.S dan umatnya dahulu
tinggal di Jawa? Wallahu a'lam...
Mungkinkah Hal Ini Benar?
Kalau
menurut saya sangat mungkin, karena sejatinya pada awalnya daratan di
bumi ini adalah sebuah satu-kesatuan, yang lama kelamaan terpisah akibat
gerakan kerak bumi. Sebagaimana disebutkan di dalam Al-Qur'an:
“Dan kamu lihat gunung-gunung itu, kamu sangka dia tetap di tempatnya, padahal ia berjalan sebagai jalannya awan.” [QS 27:88]
14
abad lampau seluruh manusia menyangka gunung itu diam tidak bergerak.
Namun dalam Al Qur’an disebutkan gunung itu bergerak. Dan itu diikuti
juga oleh daratan lainnya.
http://syiarislam.files.wordpress.com/2007/11/gunungbergerak2.jpgGerakan
gunung-gunung ini disebabkan oleh gerakan kerak bumi tempat mereka
berada. Kerak bumi ini seperti mengapung di atas lapisan magma yang
lebih rapat. Pada awal abad ke-20, untuk pertama kalinya dalam sejarah,
seorang ilmuwan Jerman bernama Alfred Wegener mengemukakan bahwa
benua-benua pada permukaan bumi menyatu pada masa-masa awal bumi, namun
kemudian bergeser ke arah yang berbeda-beda sehingga terpisah ketika
mereka bergerak saling menjauhi.
Para ahli geologi
memahami kebenaran pernyataan Wegener baru pada tahun 1980, yakni 50
tahun setelah kematiannya. Sebagaimana pernah dikemukakan oleh Wegener
dalam sebuah tulisan yang terbit tahun 1915, sekitar 500 juta tahun lalu
seluruh tanah daratan yang ada di permukaan bumi awalnya adalah satu
kesatuan yang dinamakan Pangaea. Daratan ini terletak di kutub selatan.
Sekitar
180 juta tahun lalu, Pangaea terbelah menjadi dua bagian yang
masing-masingnya bergerak ke arah yang berbeda. Salah satu daratan atau
benua raksasa ini adalah Gondwana, yang meliputi Afrika, Australia,
Antartika dan India. Benua raksasa kedua adalah Laurasia, yang terdiri
dari Eropa, Amerika Utara dan Asia, kecuali India. Selama 150 tahun
setelah pemisahan ini, Gondwana dan Laurasia terbagi menjadi
daratan-daratan yang lebih kecil.
Benua-benua yang terbentuk
menyusul terbelahnya Pangaea telah bergerak pada permukaan Bumi secara
terus-menerus sejauh beberapa sentimeter per tahun. Peristiwa ini juga
menyebabkan perubahan perbandingan luas antara wilayah daratan dan
lautan di Bumi.
Pergerakan kerak Bumi ini diketemukan
setelah penelitian geologi yang dilakukan di awal abad ke-20. Para
ilmuwan menjelaskan peristiwa ini sebagaimana berikut:
Kerak dan
bagian terluar dari magma, dengan ketebalan sekitar 100 km, terbagi atas
lapisan-lapisan yang disebut lempengan. Terdapat enam lempengan utama,
dan beberapa lempengan kecil. Menurut teori yang disebut lempeng
tektonik, lempengan-lempengan ini bergerak pada permukaan bumi, membawa
benua dan dasar lautan bersamanya. Pergerakan benua telah diukur dan
berkecepatan 1 hingga 5 cm per tahun. Lempengan-lempengan tersebut
terus-menerus bergerak, dan menghasilkan perubahan pada geografi bumi
secara perlahan. Setiap tahun, misalnya, Samudera Atlantic menjadi
sedikit lebih lebar. (Carolyn Sheets, Robert Gardner, Samuel F. Howe;
General Science, Allyn and Bacon Inc. Newton, Massachusetts, 1985, s.
30)
Ada hal sangat penting yang perlu dikemukakan di sini:
dalam ayat tersebut Allah telah menyebut tentang gerakan gunung
sebagaimana mengapungnya perjalanan awan. (Kini, Ilmuwan modern juga
menggunakan istilah “continental drift” atau “gerakan mengapung dari
benua” untuk gerakan ini. (National Geographic Society, Powers of
Nature, Washington D.C., 1978, s.12-13)
Tidak
dipertanyakan lagi, adalah salah satu kejaiban Al Qur’an bahwa fakta
ilmiah ini, yang baru-baru saja ditemukan oleh para ilmuwan, telah
dinyatakan dalam Al Qur’an.
“Dan Kami telah meniupkan
angin untuk mengawinkan dan Kami turunkan hujan dari langit lalu Kami
beri minum kamu dengan air itu dan sekali kali bukanlah kamu yang
menyimpannya.” (Al Qur’an, 15:22)
Dan sekali lagi saya harus mengatakan bahwa "Al-Qur'an itu Benar...."
Dari
paparan diatas, dapat disimpulkan bahwa kemungkinan kapal Nabi Nuh A.S
itu berasal dari Jawa itu sangat mungkin. Tapi kembali lagi, semua ini
hanyalah sebuah pemikiran dari manusia yang tidak sempurna, hanya
Allah-lah yang Maha Mengetahui. Tapi setidaknya dengan penemuan-penemuan
ini, saya menjadi sadar kalau saya harus bangga jadi Orang JAWA, bangga
jadi orang INDONESIA, dan bersyukur jadi orang ISLAM.
PRABU SILIWANGI ISLAM
Pada
Tahun 1409 Ki Gedeng Tapa dan anaknya nyai Subang Larang,penguasan
Syahbandar Muara Jati Cirebon, menyambut kedatangan pasukan angkatan
laut Tiongkok pimpinan Laksamana Muslim Cheng Ho ditugaskan oleh Kaisar
Yung Lo (Dinasti Ming 1363-1644) memimpin misi muhibah ke-36 negara.
Antara lain ke Timur Tengah dan Nusantara (1405-1430). Membawa pasukan
muslim 27.000 dengan 62 kapal.
Misi muhibah Laksamana
Cheng Ho tidak melakukan perampokan atau penjajahan. Bahkan memberikan
bantuan membangun sesuatu yang diperlukan oleh wilayah yang
didatanginya. Seperti Cirebon dengan mercusuarnya. Oleh karena itu,
kedatangan Laksamana Cheng Ho disambut gembira oleh Ki Gedeng Tapa
sebagai Syahbandar Cirebon. Di Cirebon Laksmana Cheng Ho membangun
mercusuar.
Dalam Armada Angkatan Laut Tiongkok itu,
rupanya juga diikutsertakan seorang ulama Syekh Hasanuddin adalah putra
seorang ulama besar Perguruan Islam di Campa yang bernama Syekh Yusuf
Siddik yang masih ada garis keturunan dengan Syekh Jamaluddin serta
Syekh Jalaluddin, ulama besar Makkah masih keturunan dari Sayidina
Hussen Bin Sayidina Ali Ra.dan Siti Fatimah putri Rosulullah SAW. Syeh
Hasanuddin, seorang ulama yang hafidz Al-qur’an serta ahli Qiro’at yang
sangat merdu suaranya untuk mengajar Agama Islam di Kesultanan Malaka,
Dikisahkan
pula bahwa setelah Syekh Hasanuddin menunaikan tugasnya di Malaka,
selanjutnya beliau pulang ke Campa dengan menempuh perjalanan melewati
ke daerah Martasinga, Pasambangan, dan Jayapura hingga melalui
pelabuhan Muara Jati. Di Muara Jati Syeh Hasanuddin berkunjung kembali
ke Ki Gedeng Tapa, Syahbandar Cerbon yang dulu pernah dikunjunginya
bersama Laksamana Cheng Ho.
Kedatangan ulama besar yag
ahli Qiro’at tersebut, disamping karena perubahan tatanan dunia politik
dan ekonomi yang dipengaruhi oleh Islam seperti sangat banyak kapal
niaga muslim yang berlabuh di pelabuhan Cirebon, kapal niaga dari India
Islam, Timur Tengah Islam dan Cina Islam. memungkinkan tumbuhnya rasa
simpati Ki Gedeng Tapa sebagai Syahbandar Cirebon terhadap Islam.
Karenanya kedatangan Syekh Hasanuddin disambut baik oleh Ki Gedeng Tapa
atau Ki Gedeng Jumajan Jati yang memperoleh kekuasaan berasal dari Ki
Gedeng Sindangkasih setelah wafat.
Ketika kunjungan yang
cukup lama itu berlangsung, Ki Gedeng Tapa dan anaknya Nyai Subang
Larang serta masyarakat Syahbandar Muara Jati merasa tertarik dengan
Suara lantunan ayat Qur’an serta ajarannya yang dibawa Syekh
Hasanuddin, hingga akhirnya banyak warga yang memeluk Islam.
Penyebaran
agama Islam yang disampaikan oleh syekh Hasanuddin di Muara Jati
Cirebon, yang merupakan bawahan dari Kerajaan Pajajaran, rupanya sangat
mencemaskan raja Pajaran Prabu Anggalarang, sehingga pada waktu
itu,penyebaran agama Islam dperintahkan agar dihentikan. Perintah dari
Raja Negeri Pajajaran tersebut dipatuhi oleh Syekh Hasanuddin. Beberapa
saat kemudian Syekh Hasanuddin mohon diri kepada Ki Gedeng Tapa.
Sebagai sahabat, Ki Gedeng Tapa sendiri sangat prihatin atas peristiwa
yang menimpa ulama besar itu, Sebab ia pun sebenarnya masih ingin
menambah pengetahuannya tentang Agama Islam. Oleh karena itu, sebagai
wujud kesungguhannya terhadap agama Islam, putri Ki Gedeng Tapa yang
bernama Nyai Subang Karancang atau Nyai Subang Larang dititipkan ikut
bersama ulama besar ini untuk belajar mengaji dan Agama Islam di Campa.
Beberapa
waktu lamanya berada di Campa, kemudian Syekh Hasanuddin membulatkan
tekadnya untuk kembali ke wilayah negeri Pajajaran. Dan untuk keperluan
tersebut, maka telah disiapkan dua perahu dagang yang memuat rombongan
para santrinya adalah Syekh Abdul Rahman.Syekh Maulana Madzkur dan
Syekh Abdilah Dargom.termasuk Nyai Subang Larang.
Sekitar
tahun 1416 Masehi, setelah rombongan ini memasuki Laut Jawa, dan Sunda
Kelapa lalu memasuki Kali Citarum,yang waktu itu di Kali tersebut ramai
dipakai Keluar masuk para pedagang ke Negeri Pajajaran, akhirnya
rombongan perahu singgah di Pura Dalam atau Pelabuhan Karawang. dimana
kegiatan Pemerintaahan dibawah kewenangan Jabatan Dalem. Karena
rombongan tersebut,sangat menjunjung tinggi peraturan kota
Pelabuhan,sehingga aparat setempat sangat menghormati dan,memberikan
izin untuk mendirikan Mushola ( 1418 Masehi) sebagai sarana Ibadah
sekaligus tempat tinggal mereka. Setelah beberapa waktu berada di
pelabuahan Karawang, Syekh Hasanuddin menyampaikan Dakwah-dakwahnya di
Mushola yang dibangunya ( sekarang Mesjid Agung Karawang ).dari urainnya
mudah dipahami dan mudah diamalkan,ia beserta santrinya juga
memberikan contoh pengajian Al-Qur’an menjadi daya tarik tersendiri di
sekitar karawang.
Ulama besar ini sering mengumandangkan
suara Qorinya yang merdu bersama murid-muridnya,Nyi Subang Larang,Syekh
Abdul Rohman,Syekh Maulana Madzkur dan santri lainnya seperti ,Syekh
Abdiulah Dargom alias Darugem alias Bentong bin Jabir Modafah alias
Ayekh Maghribi keturunan dari sahabat nabi (sayidina Usman bin
Affan).karena ulama besar ini memang seorang Qori yang merdu suaranya.
Oleh karena itu setiap hari banyak penduduk setempat yang secara
sukarela menyatakan masuk Islam.
Berita tentang dakwah
Syeh Hasanuddin yang kemudian masyarakat Pelabuhan Karawang
memanggilnya dengan Syekh Quro, rupanya telah terdengar kembali oleh
Prabu Angga Larang, yang dahulu pernah melarang Syekh Quro melakukan
kegiatan yang sama tatkala mengunjungi pelabuhan Muara Jati Cirebon.
Sehingga ia segera mengirim utusan yang dipimpin oleh sang putra
mahkota yang bernama Raden Pamanah Rasa untuk menutup Pesantren Syekh
Quro.
Namun tatkala putra mahkota ini tiba di tempat
tujuan, rupanya hatinya tertambat oleh alunan suara merdu ayat-ayat
suci Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh Nyai Subang Larang. Putra
Mahkota (yang setelah dilantik menjadi Raja Pajajaran bergelar Sri
Baduga Maharaja atau Prabu Siliwangi) itu pun mengurungkan niatnya
untuk menutup Pesantren Quro, dan tanpa ragu-ragu menyatakan isi
hatinya untuk memperistri Nyi Subang Larang yang cantik dan halus
budinya.
Pinangan tersebut diterima tapi,dengan syarat mas
kawinnya yaitu Lintang Kerti Jejer Seratus yang di maksud itu adalah
simbol dari Tasbeh yang merupakan alat untuk berwirid yang berada di
Mekkah. permohonan Nyi Subang Larang disanggupi oleh Raden Pamanah
Rasa.Atas petunjuk Syekh Quro,Prabu Pamanah Rasa segera pergi ke
Mekkah.
Di tanah suci Mekkah,Prabu Pamanah Rasa disambut
oleh Syekh Maulana Jafar Sidik. Prabu Pamanah Rasa merasa keget,ketika
namanya di ketahui oleh seorang syekh. Dan Syekh itu, bersedia membantu
untuk mencarikan Lintang Kerti Jejer Seratus dengan syarat harus
mengucapkan Dua Kalimah Syahadat. Sang Prabu Pamanah Rasa mengucapkan
Dua Kalimah Syahadat.yang makna pengakuan pada Allah SWT,sabagai
satu-satunya Tuhan yang harus disembah dan, Muhammad adalah utusannya.
Semenjak
itulah, Prabu Pamanah Rasa masuk agama Islam dan menerima Lintang
Kerti Jejer Seratus atau Tasbeh, mulai dari itu,Prabu Pamanah Rasa
diberi ajaran tentang agama islam yang sebenarnya.Prabu Pamanah Rasa
segera kembali ke Pajajaran untuk melangsungkan pernikahannya keduanya
dengan Nyi Subang Larang waktu terus berjalan maka pada tahun 1422
M,pernikahan di langsungkan di Pesantren Syekh Quro dan dipimpin
langsung oleh Syekh Quro. Beberapa lama setelah menikah Prabu Pamanahah
Rasa dinobatkan sebagai Raja Pakuan Pajajaran dengan gelar Prabu
Siliwangi.
Kerajaan Pakuan Pajajaran biasa disebut
kerajaan Pajajaran saja (1482 – 1579 M). Pada masa kejayaannya kerajaan
Prabu Pamanah Rasa terkenal dengan sebutan Sri Baduga Maharaja dengan
gelar Prabu Siliwangi dinobatkan sebagai raja pada usia 18 tahun. Meski
sudah masuk agama Islam ternyata Prabu Siliwangi tetap menjadikan
agama “resmi” kerajaan yang dianut saat itu tetap “Sunda Wiwitan” yakni
“ajaran dari leluhur yang dijunjung tinggi yang mengejar
kesejahteraan”. Konon agama Sunda memang tidak mensyaratkan untuk
membangun tempat peribadatan khusus, oleh karena itu maka sisa-sisa
peninggalan yang berupa bangunan candi hampir tidak ditemukan di Jawa
Barat.
Prabu Siliwangi seorang raja besar dari Pakuan
Pajajaran. Putra dari Prabu Anggalarang dari dinasti Galuh yang
berkuasa di Surawisesa atau Kraton Galuh. Pada masa mudanya dikenal
dengan nama Raden Pamanah Rasa. Diasuh oleh Ki Gedeng Sindangkasih,
seorang juru pelabuhan Muara Jati. Istri pertama adalah Nyi Ambetkasih,
sepupunya sendiri, yang merupakan putri dari Ki Gedeng Sindangkasih,
putra ketiga Wastu Kancana dari Mayangsari, yang menjadi raja muda di
Surantaka (Sekitar Majalengka sekarang). Dengan pernikahan ini dia
ditunjuk menjadi pengganti Ki Gedeng Sindangkasih sebagai raja muda
Surantaka. Dari Ambetkasih dia tidak mendapat keturunan. Istri
kedua,Nyai Subang Larang putri dari Ki Gedeng Tapa. Istri Ketiga,
adalah Kentring Manik Mayang Sunda, adik dari Amuk Murugul. Kentring
Manik Mayang Sunda, dinikahkan kepadanya untuk menyatukan kembali
kekuasaan Sunda-Galuh yang sempat terpecah menjadi dua. Keturunan
Kentring Manik Mayang Sunda dan Prabu Siliwangi inilah yang dianggap
paling sah menduduki tahta Pajajaran. Istri keempatnya Aciputih Putri
dari Ki Dampu Awang, seorang panglima perang dari Cina yang menjadi
nakhoda kapal Laksamana Cheng Ho.
Pernikahan kedua di
Musholla yang senantiasa mengagungkan alunan suara merdu ayat-ayat suci
Al-Qur’an yang dikumandangkan oleh Nyai Subang Larang. memang telah
membawa hikmah yang besar, dan Syekh Quro memegang peranan penting
dalam masuknya pengaruh ajaran Islam ke keluarga Sang Prabu Siliwangi.
Sebab para putra-putri yang dikandung oleh Nyai Subang Larang yang
muslimah itu, memancarkan sinar IMAN dan ISLAM bagi umat di Negeri
Pajajaran. Nyai Subang Larang sebagai isteri kedua seorang raja memang
harus berada di Istana Pakuan Pajajaran, dengan tetap memancarkan
Cahaya Islamnya.
Perbedaan yang mencolok antara Ibu Subang
Larang dengan istri-istri Prabu Siliwangi lainnya adalah keunggulan
mendidik anak-anaknya yang mencerminkan sosok ibu yang idealnya seperti
seorang ibu bahkan bagi sebagian orang Bogor, Ibu Subang Larang-lah
yang biasa disebut dengan nama Ibu Ratu bukan Nyai Roro Kidul seperti
yang diyakini sebagian masyarakat.
Hasil dari pernikahan
Prabu Siliwangi dan Nyai Subang Larang tersebut mereka dikarunai tiga
anak Ideal yaitu: 1.Raden Walangsungsang ( 1423 Masehi) ; 2.Nyi Mas
Rara Santang ( 1426 Masehi) ; 3.Raja Sangara ( 1428 Masehi).
Melihat
kondisi Pakuan Pajajaran yang menganut keyakinan “Sunda Wiwitan”
Subang Larang tidak mungkin mengajari Islam putra putrinya sendiri di
istana Pakuan Pajajaran. Diizinkan Putra pertama yang laki-laki bernama
Raden Walangsungsang setelah melewati usia remaja, maka bersama adiknya
yang bernama Nyimas Rara Santang, meninggalkan Istana Pakuan Pajajaran
dan mendapat bimbingan dari ulama Syekh nur Kahfi adalah muballigh
asal Baghdad memilih pengajian di pelabuhan Muara Jati, yaitu Perguruan
Islam Gunung Jati Cirebon. Setelah kakak beradik ini menunaikan ibadah
Haji, maka Raden Walangsungsang, dengan restu Prabu Siliwangi menjadi
Pangeran Cakrabuana mendirikan kerajaan dibawah Pajajaran dan memimpin
pemerintahan Nagari Caruban Larang, Cirebon.
Sedangkan
Nyi Mas Rara Santang Di tempat pengajian Gunung Jati Cirebon tampaknya
Nyai Rara Santang bertemu atau dipertemukan dengan Syarif Abdullah,
cucu Syekh Maulana Akbar Gujarat. Setelah mereka menikah, lahirlah
Raden Syarif Hidayatullah kemudian hari dikenal sebagai Sunan Gunung
Jati. Penerus raja Caruban Larang yang menurut cerita versi Pajajaran
beliau yang mendirikan asal muasal kota Cirebon.
Sedangkan
Raja Sangara menuntut ilmu Islam mengembara hingga ke Timur Tengah.
Kemudian menyebarkan agama Islam di tatar selatan dengan sebutan Prabu
Kian Santang (Sunan Rohmat), wafat dan dimakamkan di Godog Suci Garut.
Adapun
kegiatan Pesantren Quro, Kemudian para santri yang telah berpengalaman
disebarkan ke pelosok pedesaan untuk mengajarkan agama Islam, terutama
di daerah Karawang bagian selatan seperti Pangkalan. Demikian juga ke
pedesaan di bagian utara Karawang yang berpusat di Desa Pulo Kalapa dan
sekitarnya.
Setelah wafat, Syekh Quro dimakamkan di Dusun
Pulobata, Desa Pulokalapa, Kecamatan Lemahabang, Lokasi makam penyebar
agama Islam tertua, yang konon lebih dulu dibandingkan Walisongo
tersebut, berada sekitar 30 kilometer ke wilayah timur laut dari pusat
kota Lumbung Padi di Jawa Barat itu.
Silsilah Prabu Siliwangi ;
(12)
Prabu Siliwangi (11) Prabu Anggalarang, (10) Prabu Mundingkati (9)
Prabu Banyakwangi (8) Banyaklarang (7) Prabu Susuk tunggal (6) Prabu
Wastukencana (5) Prabu Linggawesi (4) Prabu Linggahiyang (3) Sri Ratu
Purbasari (2) Prabu Ciungwanara (1) Maharaja Adimulia.
Sumber ;
Bayt al-Hikmah Institute
Research & Development Center for Islamic Philosophy, Mysticism, Science & Civilizations
GAJAHMADA ISLAM
Sebelum
kelahiran negara-bangsa bernama Indonesia, sudah ada sebuah kerajaan di
nusantara yang hebat bernama Majapahit. Maka ingatan kita langsung
tertuju pada seorang Patih Gajah Mada yang terkenal dengan “Sumpah
Palapa”-nya. Ia berjanji tidak akan berhenti ber-lara-lapa atau
berpuasa, sebelum bisa mempersatukan seluruh kerajaan-kerajan di
Nusantara.
Sejarah yang dihubung-kaitkan dengan sastra
merupakan suatu sudut pandang seseorang yang pembuatnya, bahkan sangat
sangat tergantung dengan motivasisi pembuat itu sendiri. Hal ini
berkaitan pula dengan kepentingan masing-masing dalam membuat sejarah
dan karya sastra tersebut.
Mungkin ini pula yang terjadi
dengan Majapahit, sebuah kerajaan maha besar disuatu mandala masa
lampau. Kekuasaannya membentang luas hingga mencakup sebagian besar
wilayah Asia Tenggara sekarang.
Selama ini, upaya
pemahaman karya sastra dan sejarah seakan melupakan beragam bukti
arkeologis, sosiologis dan antropologis yang berkaitan dengan Majapahit
yang jika dicerna dan dipahami secara arif akan mengungkapkan fakta yang
mengejutkan. Viddy AD Daery sekarang sedang berencana menerbitkan novel
PSD Misteri Gajah Mada Islam, dan kalau saya baca draftnya itu, dalam
novelnya, sang penulis mencoba mematahkan pemahaman yang sudah
berkembang selama ini dalam khazanah sejarah masyarakat Nusantara.
Gajah
Mada pada waktu pengangkatannya mengucapkan Sumpah Palapa, yakni ia
baru berhenti berpuasa “berlara-lapa” atau justru akan menikmati palapa
atau rempah-rempah yang merupakan kenikmatan duniawi jika telah
berhasil menaklukkan Nusantara. Kitab Pararaton menyatakan, bahwa:
“Selama aku belum menyatukan Nusantara, aku takkan menikmati palapa.
Sebelum aku menaklukkan Pulau Gurun, Pulau Seram, Tanjungpura, Pulau
Haru, Pulau Pahang, Dompo, Pulau Bali, Sunda, Palembang, Tumasik, aku
takkan mencicipi palapa.” Meskipun sejumlah orang yang meragukan
sumpahnya, Patih Gajah Mada memang hampir berhasil menaklukkan
Nusantara. Bedahulu (Bali) dan Lombok (1343), Palembang, Swarnabhumi
(Sriwijaya), Temiang, Samudra Pasai, dan negeri-negeri lain di
Swarnadwipa (Sumatra) telah ditaklukkan. Lalu Pulau Bintan, Tumasik
(Singapura), Semenanjung Malaya, dan sejumlah negeri di Kalimantan
seperti Kapuas, Katingan, dan Sampit.
Penelitian LHKP Muhammadiyah Yogyakarta
Banyak
pula yang bertanya, apakah memang Gajah Mada beragama Islam? Viddy AD
Daery tidak mengulas hal itu dalam Novelnya secara langsung, melainkan
menyisipkan dalam beberapa dialog para pelaku utama dalam novel, namun
menarik juga untuk merujuk kepada penelitian dan kajian Lembaga Hikmah
dan Kebijakan Publik (LHKP) Pengurus Daerah Muhammadiyah Yogyakarta
telah melakukan kajian ulang terhadap sejarah Majapahit.
Hasil
kajian tersebut diterbitkan dengan judul Kesultanan Majapahit, Fakta
Sejarah Yang Tersembunyi. Hasil penelitian tersebut menyimpulkan, bahwa;
Telah ditemukan koin emas Majapahit yang bertuliskan kata-kata ‘La Ilaha Illallah, Muhammad Rasulullah’.
Batu nisan Syaikh Maulana Malik Ibrabim (Sunan Gresik) terdapat tulisan
yang menyatakan bahwa beliau adalah seorang Qadhi (hakim agama Islam)
kerajaan Majapahit.
Lambang kerajaan Majapahit berupa delapan
sinar matahari dengan beberapa tulisan arab yakni Sifat, Asma, Ma’rifat,
Adam, Muhammad, Allah, Tauhid dan Dzat.
Raden Wijaya pendiri
kerajaan Majapahit besar kemungkinan seorang muslim. Beliau adalah cucu
dari Prabu Guru Dharmasiksa, seorang Raja Sunda sekaligus ulama Islam
Pasundan. Sedangkan neneknya merupakan seorang muslimah keturunan
penguasa Kerajaan Sriwijaya.
Patih Gajah Mada sebagai Patih
kerajaan Majapahit yang terkenal dengan Sumpah Palapa juga seorang
muslim. Nama aslinya adalah Gaj Ahmada. Setelah mengundurkan diri dari
kerajaan, Patih Gaj Ahmada lebih dikenal dengan sebutan Syaikh Mada oleh
masyarakat sekitar. Pernyataan ini diperkuat dengan bukti fisik yaitu
pada nisan makam Gajah Mada di Mojokerto terdapat tulisan ‘La Ilaha
Illallah Muhammad Rasulullah’.
Bahwa pada 1253 M, tentara
Mongol pimpinan Hulagu Khan menyerbu Baghdad. Timur Tengah pun berada
dalam situasi konflik yang tidak menentu. Terjadilah eksodus
besar-besaran (pengungsian) kaum muslim dari Timur Tengah. Mereka menuju
kawasan Nuswantara (atau Nusantara) yang kaya akan sumber daya alamnya.
Mereka menetap dan melanjutkan keturunan yang sebagian besar nantinya
menjadi penguasa kerajaan-kerajaan di nusantara, termasuk kerajaan
Majapahit.
Fakta tersebut menjelaskan, bahwa Gajah Mada
dan Kerajaan Majaphit besar kemungkinan sudah menganut agama Islam.
Bukti koin emas yang merupakan sebuah alat pembayaran resmi yang berlaku
di sebuah wilayah kerajaan, maka sungguhlah mustahil jika dikatakan
bahwa sebuah kerajaan Hindu memiliki koin yang bertuliskan kalimah
Tauhid, sebagaimana juga batu nisan yang menandakan bahwa Agama Islam
merupakan agama resmi kerajaan tersebut. Tidak pula mungkin, sebuah
kerajaan non Muslim menggunakan lambang resmi bertuliskan kata-kata arab
dan Al Quran.
Selain itu, meskipun Raden Wijaya bergelar
Kertarajasa Jayawardhana (bahasa sansekerta), hal ini tidak lantas
menjadikan seseorang itu otomatis pemeluk Hindu. Gelar seperti ini masih
digunakan oleh raja-raja Muslim Jawa zaman sekarang seperti
Hamengkubuwono dan Paku Alam. Kerajaan Majapahit mencapai puncak
keemasan pada masa Patih Gaj Ahmada, bahkan kekuasaannya sampai ke
semenanjung Melayu (Malaka/Malaysia).
Membaca (draft)
novel Misteri Gajah Mada Islam karya Viddy, kita seolah-olah terlibat
dengan masa lalu pada sebuah kerajaan yang dibingkai dalam warna
kemegahan dan kekuatan penyebaran Islam. Viddy AD Daery berhasil membawa
pembacanya hanyut dalam dialog, gerakan dan tingkah-laku tokoh dalam
novelnya. Sebagai pembaca kita dibawa ke masa lalu yang megah dengan
kekuatan agama Islam sungguh-sungguh ditonjolkan. Paling tidak, pembaca
akan mempunyai kekuatan diri tentang penyebaran dan ketaatan penganut
agama Islam.
Oleh: Ahada Wahyusari, Tanjung Pinang – Kepri
Dosen Universitas Maritim Raja Ali Haji
Diduga
Gajah Mada menjadi seorang muslim ketika beliau menjadi bhayangkara ,
atau mungkin beberapa saat sebelum menjadi Maha Patih.
Pernahkah
pembaca berpikir bagaimana Islam dan bahasa Melayu (60% serapan dari
bahasa Arab) dapat tumbuh subur di Nusantara? Sedangkan di negeri kuno
Burma, Siam, Vietnam dan Kamboja, Islam hanya minoritas!
Diduga
ada peran tak langsung dari politik Gajah Mada di Kerajaan Majapahit
yang nota bene bukan kesultanan Islam. Bahkan “Gayatri Rajapatni seorang
Arsitek politik Majapahit” pun kaget dan kagum pada kemampuaan politik
Gajah Mada yang baginya dianggap sudra misterius.
Dalam
buku “Gayatri Rajapatni” Karya Earl Drake Hal 109-117, terlihat Drake
tidak mengetahui bagaimana Gajah Mada memiliki wawasan yang luas, bahkan
di luar nalar kerajaan Majapahit saat itu.
Ada beberapa politik Gajah Mada yang luar biasa, yang akhirnya membawa kesuksesan bagi Majapahit di Nusantara, seperti:
1)
Memperluas wilayah Majapahit dengan menundukkan Pemerintah di
Nusantara. Saat beliau di lantik menjadi Maha Patih, dengan tekad Sumpah
Palapa Tan ayun amukti Palapa tidak buka puasa sebelum tercapai
cita-cita, itu adalah puasa ala nabi Daud AS.
2) Menyusun kitab hukum “Kutara Manawa sastra” yang meniru Al Qanun al Azazi (kitab Hukum syariat Islam).
3)
Menerapkan Politik Bahasa penduduk, yaitu: Bagi Pribumi Jawa adalah
bahasa Jawa, dan untuk orang luar Jawa (seberang) adalah Bahasa Melayu
Islam (dengan merombak Bahasa Melayu kuno yang bercampur Bahasa
Sansekerta). Politik Bahasa ini menyebar di seluruh Nusantara: dari
Pattani, Champa, Vietnam, Malaysia, Singapura, Indonesia, Brunei, Sulu
(Moro Philipina), Darwin Australia, dan semua negeri-negeri Polinesia
dan Mikronesia pasifik.
Ketika politik tersebut di
terapkan setahap demi setahap, Gayatri Rajapatni kaget dan
terheran-heran, karena beliau lah yang mengajari Gajah Mada dalam
berpolitik.
Pada saat Gajah Mada (atas saran Gayatri) akan
mencaplok Bali, Gayatri khawatir pada dominasi peran orang-orang Islam
di Majapahit, meskipun muslim adalah penduduk minoritas. Apa lagi
setelah dicetaknya koin dinar emas kerajaan Majapahit yang memuat
kalimat syahadat-meski jumlahnya tidak banyak, yang digunakan untuk alat
tukar ke Aceh, Arab dan India yang muslim.
Singkatnya,
Islam bukan barang langka di Majapahit . Dalam kitab “Ying Yai Sheng
Lan” yang terbit tahun 1416-1433 (zaman Majapahit mulai mundur, tapi
belum benar-benar hancur), karya Ma Huan, juru tulis dan penerjemah
Laksana Cheng Ho dalam ekspedisi 1405-1433, tertulis:
Ada
tiga golongan dalam Masyarakat di Tuban, Surabaya, kota baru (dusun baru
tanpa nama-bisa jadi dusun Lukman Hakim atau kini disebut Luk Rejo
Lamongan) dan kota raja Majapahit, yaitu 1. Kaum Muslim yang menguasai
pelabuhan dan perdagangan (pribumi, Arab, India dan keturunan campur).
2. Pendatang China suku Tang (juga muslim). 3. Pribumi Jawa Hindu-Budha
yang tidak pakai baju, rambut terurai acak-acakan atau di sanggul,
berciri wajah jelek (jarang mandi).
Untuk rakyat dan
pejabat Majapahit, kaum muslim (pribumi dan pendatang) yang bercirikan
pakaian rapi, wajah cerah karena sering wudlu, santun, jujur, pandai
(memiliki berbagai keahlian. Karena mereka adalah para insinyur
pendatang dari Baghdad dan Andalusia Islam) sangat disegani dan di
hormati.
Golongan minoritas ini mendapat posisi yang
strategis dalam struktur masyarakat Majapahit, bahkan mendapat jabatan
khusus di Trowulan kotaraja.Akhirnya merekapun mendapat fasilitas
pemakaman khusus di Troloyo.
Memang pada abad pertengahan
tidak lah aneh apabila dalam pemerintah besar yang bukan kesultanan
Islam memiliki jendral atau perdana menteri seorang muslim. Seperti
pemerintah China, kaisar Yong le yang memiliki Laksamana Cheng Ho yang
beragama Islam. Tetapi dalam kasus Majapahit, Gajah Mada sengaja
menyembunyikan identitas diri dan keluarganya demi keselamatan nyawanya
dari saingan politiknya.
Diduga Gajah Mada menjadi seorang
muslim ketika beliau menjadi bhayangkara , atau mungkin beberapa saat
sebelum menjadi Maha Patih. Itulah sebabnya, kenapa Gajah Mada memilih
bertempat tinggal di luar kompleks kraton.
Tentu agar dia
bisa bebas melaksanakan ibadahnya tanpa diketahui pihak istana. Tentu
selain itu, juga memfasilitasi massa berhubungan dengan beliau, tanpa
mengenal protokoler kasta.
Gajah Mada pun memisahkan
antara keyakinan pribadi dengan tugas Negara. Beliau menghargai Gayatri
Rajapatni yang beragama Budha, dan atas desakan Mayoritas Masyarakat
Hindu Jawa, maka Gayatri diizinkan oleh Gajah Mada untuk di-Hindukan
melalui pembuatan patung dan candi.
Akhir Juni 2012, Tim
riset “Gajah Mada Bangkit, Nusantara Sukses” yang terdiri dari: Viddy Ad
Daery, Sufyan al Jawi, dan Drs. Mat Rais, secara tak terduga menemukan
bukti-bukti adanya penduduk minoritas Muslim zaman Majapahit abad 14-15,
seperti ketika di temukannya situs Medalem, Modo, Lamongan yang terdiri
dari 4 (empat) buah makam Muslim Majapahit yang diduga masih kerabat
Gajah Mada. Dan di kawasan ini juga dijumpai penduduk pribumi dengan
wajah dan tubuh berpostur Mongoloid.
Sejarah diungkap
bukan untuk bernostalgia atau menina bobokan bangsa dalam mimpi yang
tidak berakhir. Sejarah adalah langkah pendorong terciptanya semangat
baru untuk masa depan.
Mengungkap Misteri Keislaman Patih Gajah Mada (1)
Posted by admin on 9:54 AM in sejarah | 0 komentar
Siapa
yang tidak tahu nama tokoh ini, semua orang Indonesia tahu nama besar
Gajah Mada sang Mahapatih Majapahit, orang pertama yang mempersatukan
Nusantara. Tapi sampai saat ini, setelah 7 abad sejak kebesaran namanya
berkibar di seantero negeri.
Bukan saja tentang asal-usul
dan kematiannya, tentang strategi politik menuju posisi puncak di
Majapahit serta strategi perangnya menguasai Nusantara juga masih
menyimpan banyak misteri yang tak terjawab hingga kini,bahkan tentang
wajahnya juga menjadi salah satu misteri Penemuan terakota pipi tembeb
di Trowulan yang disebut-sebut sebagai perwujudan wajah Gajah Mada
sampai saat ini juga belum terbukti. Rupa Gajah Mada yang kita kenal
sekarang ini juga menjadi polemik dan kontroversi karena sebagian orang
menyebut bahwa penggambaran rupa Gajah Mada itu hanya rekaan Moh.Yamin
pengarang buku “Gajah Mada Pahlawan Nusantara”. Lihat saja wajah Gajah
Mada dan bandingkan dengan wajah Moh.Yamin, sangat mirip. Jadi
kemungkinan besar rupa itu hanya rekaan Moh.Yamin yang menjelmakan
wajahnya sebagai Gajah Mada. (kompasiana)
Pada tulisan ini
tidak membahas tentang wajahnya yang masih misteri tetapi membahas
tentang Keislaman Patih Majapahit yaitu :Gajah Mada. dan Tulisan yang
akan kami sampaikan merupakan beberapa Tulisan Budayawan dan Arkeolog
yang melakukan penelitian terkait hal ini. dan InsyaAllah akan kami
sampaikan beberapa bagian
pada bagian awal, kami akan sampaikan tulisan dari Drs Mat Rais yang berjudul :
Budayawan Temukan Situs Kerabat Gajah Mada
Oleh :Drs. Mat Rais
Budayawan
Nusantara kelahiran Lamongan, Viddy Ad Daery, yang telah banyak
meneliti mengenai Folklor Gajah Mada “versi” Lamongan, dan telah
mempresentasikan temuan-temuan itu di beberapa seminar Internasional di
Indonesia, Malaysia, Singapura dan Brunei, kini telah menemukan
“bukti-bukti baru folklore Modo” berupa situs-situs yang selama ini
belum pernah diungkap.
Viddy yang baru-baru ini
menjelajahi kembali “wilayah Modo” Lamongan, bersama Sufyan Al-Jawi,
arkeolog dari Numismatik Indonesia, menemukan beberapa “situs yang
mengejutkan” yang tentunya akan memengaruhi penulisan sejarah Indonesia.
“Teori Pak Viddy yang saya baca di www.kompas.com
( mengenai folklore Modo yang menyatakan bahwa Gajah Mada lahir di Modo
) tampaknya akan mendapat dukungan bukti-bukti kuat di lapangan,
terutama dari segi arkeologi!” tandas Sufyan Al-Jawi.
Temuan
itu, pertama-tama dijumpai di Modo sendiri, antara lain ialah “makam
kerabat Gajah Mada” yang diakui kebenarannya oleh Pak Sukardi yang
mengaku “masih kerabat Gajah Mada”. Pria yang berwajah dan berpostur
Mongoloid “mirip citra Gajah Mada” itu, menunjuk sekelompok makam kuno
yang terdapat di sudut utara kompleks makam Medalem, Modo, Lamongan.
“Menurut
cerita kakek-nenek saya, itu makam kerabat dekat Gajah Mada dan para
pengikutnya”, tutur Pak Sukardi menunjuk sekelompok makam tua yang
terdiri dari empat makam.
Empat makam itu Nampak “lain”,
karena tidak nampak sebagai makam-makam “modern” yang lain yang
rata-rata diurug tinggi lalu diplester dengan ubin. Empat makam tua itu
hanya dikelilingi batu-batu kuno, dan nisan “kuno”nya sudah banyak yang
patah, Nampak tidak terurus.
“Nisan makam ini ada yang
masih tersisa dan tampak kekunoannya, yaitu berjenis nisan dari
peradaban abad ke 15, sebelum munculnya zaman Walisongo”, ujar Sufyan
Al-Jawi. “Dicirikan dengan lambang mahkota bunga, dan itu merupakan
perpaduan kebudayaan Hindu dan Islam”.
Lebih lanjut Sufyan
Al-Jawi menyimpulkan, bahwa “kerabat Gajah Mada” ternyata sudah
menganut kepercayaan islam, dengan bukti makamnya menghadap ke arah
kiblat, dan nisannya bercitra Islam abad ke 15.
Viddy
menyatakan, meskipun makam yang ditemukan bukan atau belum mengarah ke
Gajah Mada itu sendiri, namun sudah merupakan bukti kuat bahwa Gajah
Mada sangat terkait erat dengan desa Modo, yang pada zaman Majapahit
merupakan ibukota Kerajaan Pamotan atau Kahuripan, salah satu vassal
Majapahit di sebelah utara yang pernah diperintah oleh Tribhuana
Tunggadewi dan Hayam Wuruk ketika dipersiapkan untuk menerima tahta
Majapahit.
Rombongan Viddy dan Sufyan Al-Jawi seterusnya
mengunjungi situs desa Garang, yang dalam folklore Modo disebut sebagai
desa perguruan silat Garangan Putih tempat Gajah Mada muda mempelajari
ilmu kanuragan. Kemudian dilanjutkan ke makam Ibunda Gajah Mada alias
Dewi Andongsari yang berada di bukit Gunung Ratu, Ngimbang dekat Modo.
Selanjutnya
tim ke dusun Badander, Kabuh, Jombang di dekat Sungai Brantas, yang
ditengarai sebagai tempat Gajah Mada menyelamatkan Prabu Jayanegara dari
kejaran pasukan pemberontak Ra Kuti. Letak Badander dengan Modo,
Lamongan, relatif tidak terlalu jauh.
Menggugat Sejarah
Seorang
penduduk Badander ( Pak Pari ) yang diwawancarai oleh tim Viddy-Sufyan,
mempertanyakan, “Kenapa buku-buku sejarah di sekolah tidak menulis yang
benar? Kenapa ditulis bahwa tempat penyelamatan Prabu Jayanegara di
Dander Bojonegoro? Bagi kami terasa aneh! Sebab menurut cerita
leluhur-leluhur kami, desa kamilah, yaitu Badander, sebagai tempat
penyelamatan Prabu Jayanegara. Menurut cerita leluhur kami, Gajah Mada
menitipkan Prabu Jayanegara kepada Buyut Badander atau kepala desa kami
saat itu.”
Tim menyusuri bukti-bukti yang dikemukakan oleh
Pak Pari dengan mengukur jarak antara pusat Kerajaan Majapahit dengan
Badander, Kabuh, dan menyimpulkan bahwa secara logika, letak Badander
Kabuh lebih masuk akal menjadi tempat penyelamatan Jayanegara, daripada
Dander Bojonegoro yang letaknya terlalu jauh. “Hal ini dibuktikan dengan
ditemukannya tata letak pusat pemerintahan desa yang sekarang adalah
bekas lokasi pesanggrahan Buyut Badander seperti yang diceritakan oleh
masyarakat setempat, berupa Pager Banon!” simpul Sufyan Al-Jawi.
Menurut
Viddy Ad Daery, dalam babad-babad kuno memang ditulis bahwa lokasi desa
tempat penyelamatan Prabu Jayanegara oleh Gajah Mada adalah di
Badander, bukan Dander. “Dan itu berarti lebih mengarah Badander Kabuh.
Bukan Dander Bojonegoro!” kata budayawan yang kini sedang menggarap
tesis Ph D itu.
Menurut Sufyan Al-Jawi penelitian ini
bertujuan untuk pembuatan buku demi meluruskan sejarah Gajah Mada yang
selama ini simpang siur. Sedang bagi Viddy sendiri, di samping untuk
memperkuat teorinya, juga untuk bahan penulisan serial novelnya
“Pendekar Sendang Drajat Misteri Gajah Mada Islam”[sumber :oase]
Bersambung
Posting Komentar
Posting Komentar