MENIKAH dengan ALQURAN
"Nikah
itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku" (HR. Ibnu
Majah, dari Aisyah r.a.)
PASTI
ALAM
AKAD
NIKAH JASAD RUMAHTANGGA PRIBADI (SUAMI ISTRI),
UNGKAPAN
BUAT BUDAYA
AKAD
NIKAH DENGAN ILMU ALLAH, RUMAHTANGGA KORPS, RUMAHTANGGA MUKMIN,
korps titik-titik MASJID jumatan, idul fitri, idul adha………
Secara
PERMUKAAN DALAM, setiap hari kita
melakukan AQAD dalam shalat Tahajjud maupun Mauqutan, dll…inni wajjahtu….dst
Secara
PERMUKAAN LUAR, …………………………………
- Tidak ada kelahiran (hasil perbuatan, System Ekonomi Zakat) tanpa ada kehamilan
- Tidak ada kehamilan (paham/memaknai ILMU) tanpa ada persetubuhan
- Tidak ada persetubuhan (ratil/study dan kaifiat shalat Tahajud) tanpa ada pernikahan
- Tidak ada pernikahan (ijab qabul/aqad nikah/sumpah setia terhdp ILMU) tanpa ada rasa cinta
- Tidak ada rasa cinta tanpa ada perkenalan/ta’aruf
- Tidak ada ta’aruf (perkenalan dgn ILMU, Pengantar Study Alquran) tanpa ada pertemuan
- Tidak akan pernah ada pertemuan tanpa ada hasrat (desire, keinginan)
Rasa
cinta ingin mencari jodoh ILMU yg benar, terus mencari bak Salman Al Farisi
dari negeri nan jauh mendatangi ILMU yang haq.
Keinginan
untuk hidup benar, kemudian mencari ILMU dan akhirnya bertemu dengan ILMU, maka
terjadilah perkenalan dengan ILMU, setelah kenal kemudian timbul rasa cinta
(ini sangat penting, asyaddu hubban), setelah cinta mantap
saling melamar dan terjadilah aqad nikah ILMU, kemudian bersetubuh rattil dan
shalat tahajjud, yang mudah-mudahan menjadi hamil ILMU paham ILMU (Allah akan
meniupkan RUH ILMU selama tata tertib persetubuhannya kita lakukan), Inshaa
Allah akan terlahirlah GHULAMAN ZAKIYYA, system ekonomi zakat...
Kita
sudah melakukan pertemuan (dialog komparasi study) dan perkenalan/ta'aruf (perkenalan
dgn ILMU, 14 BAB Pengantar Study Alquran)...baru perkenalan lho...masih
jauh panggang dari api...kapan matangnya?
Surat
Maryam ayat:
19.
Ia Jibril berkata, sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk memberikan pemahaman
ILMU ALLAH kepadamu, untuk memberimu pemahaman keILMUan tentang pembentukan
korps yang bersystem ekonomi zakat bak seorang laki-laki dewasa (ghulaman) yang
tidak ketergantungan dengan system ekonomi riba blok barat maupun blok timur
(zakiya/bersih dr ketergantungan).(DEPAG: Ia (jibril) berkata:
"Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu
seorang anak laki-laki yang suci." )
20.Maryam
berkata, bagaimana membentuk korps yg diibaratkan sebagai ghulaman zakiya,
sedangkan keILMUan pun aku tidak menguasai, belum tersentuh oleh keILMUan, aku
bukanlah seorang yang ingin mencampur adukan antara ILMU NUR dan ILMU DZULUMAT!
(DEPAG: Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak
laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula)
seorang pezina!")
21.
Jibril berkata: "Demikianlah." Tuhanmu berfirman: "Hal itu
adalah mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia
dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah
diputuskan."
22.
Maka Maryam menghamilkan/memahamkan nya lah ILMU itu kepada korps nya (hamalat
hu, hu adalah ghulaman zakiya), mengasingkan diri untuk shalat (ratil dan
tahajud) demi memahami makna” ILMU ALLAH (proses pengasingan diri yusuf
sumur/penjara, yunus perut ikan, zakaria 3 hari mihrab, muhammad gua hiro, dst).(
Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke
tempat yang jauh.)
…………………………………
QS
5: 1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu….
QS
16:91. Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan
janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang
kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu).
Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
92.
Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang
sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah
(perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu
golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain .
Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari
kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
93.
Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja),
tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada
siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang
telah kamu kerjakan.
94.
Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu,
yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan
kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan
bagimu azab yang besar.
.....................
NIKAH
(Dasar, Tujuan, Teknik serta Managemen nya)
Berangkat
dari istilah aqdun nikah/uqdatun nikah yang sudah dibakukan menjadi bahasa
Indonesia dengan kata "akad nikah". Definisi Istilah akad nikah ini
adalah saling mengikat janji untuk membentuk membangun pasangan kehidupan.
Secara bahasa, Aqada – yaqidu – aqdan/uqdatan artinya ‘aahada = ikatan janji.
Kata Annikah dari nakaha – yankihu - nikahan, artinya zawwaja/tazawwaja =
membentuk atau membangun pasangan kehidupan.
Yang
menjadi masalah siapa yang saling mengikat janji itu? Atau antara siapa dengan
siapa? Tidak bisa bahasa aqdun nikah menurut bahasa demikian saja artinya,
nominal bahasa hanya mampu seperti itu. Jadi bukan lagi wewenang bahasa!
Jadi bahasa belum jelas, hanya wadah antara siapa dengan siapa? Bukan lagi
wilayah bahasa, tapi sudah kepada wilayah makna. Makanya kita cari ayat Alquran
untuk masuk ke wilayah makna ini.
Katakanlah
Surat Albaqarah ayat 221:
-
walaa tankihuuu almusyrikaati hattaa yu’minna;
Dan
janganlah kalian laki-laki (yang ber-Iman), apa yang ber-Iman? Yang ber ‘aqdun
bil qalbi wa iqraarun bi lisaani wa ‘amalun bil arkan (yang isi hati ucapan dan
tindakannya hanya memenuhi ketentuan Allah di dalam Alquran mengikuti teladan
pola kehidupan Rasulullah nabi Muhammad, untuk mudahnya yang satunya hati
pikiran ucapan dan perbuatan dengan AQMSR? Atau lebih mentereng yang
berpandangan dan sikap hidup dengan AQMSR, yang mana pun benar, itu yang
dimaksud orang ber-Iman. Jadi yang disuruh dalam ayat ini yaitu laki-laki yang
ber-Iman; “Janganlah kalian membangun atau membentuk pasangan kehidupan dengan
wanita-wanita musyrik (ingat akar kata nisaa’ sama dengan insaan dan
naas /manusia, ingat pembahasan bab klasifikasi pada Materi Basic, PSA, bahwa
seluruh manusia adalah posisinya sebagai wanita dihadapan Alquran yang
diibaratkan sebagai laki-laki), kecuali kalian bikin sama ber-Iman.
Dilarang oleh Allah, tidak boleh nikah beda agama, Allah dalam Alquran melarang
pernikahan lintas Agama, jadi harus dilingkungan Agamanya masing-masing, itu
jika untuk bahasa Indonesia memakai istilah Agama! Tapi kalau Alquran tidak
membicarakan Agama, dalam Alquran tidak mengenal istilah Agama tapi
membicarakan tentang Iman. Jadi nikah itu harus sama se-Iman,
sepandangan dan sikap hidup dengan AQMSR. Kecuali revolusikan dulu wanita tadi
menjadi ber-Iman, jika tidak bisa.....
-
wa la amatun mu’minatun khayrun min musyrikatin walaw a’jabatkum;
Sungguh
amat yang ber-Iman, adalah pendamping pasangan hidup yang seindah-indahnya
menurut Allah dibanding wanita-wanita musyrik, walaupun si wanita musyrik ini,
kecantikan wajahnya/kemolekan tubuhnya mempesona kalian (laki-laki ber-Iman)….Sungguh
janganlah dinikahkan ILMU ini dengan pengkaji yang masih dualisme walaupun
mereka mempunyai anting-anting dzulumat (bergelar Insinyur, Professor, dll),
kaya dan pintar menurut ukuran normative.
- walaa tunkihuu almusyrikiina
hattaa yu’minuu;
Sekarang
untuk orang tua/wali ber-Iman, disini ada perubahan bentuk kata tadi walaa
tankihuu > nakaha- yankihu (kepada laki-laki ber-Iman), sekarang walaa tunkihuu
siapa yang dilarang? Yang dilarang orang tua wali yang ber-Iman! Orangtua/wali
dari anak gadis mu’minat. Kenapa orangtua wali yang di larang? Sebab ini sudah
berubah, sudah intiqali dhamir dr tsulatsi mujarrad kk3hp menjadi ‘ala wazni
af’ala yuf’ilu > ankaha yunkihu.... jadi sebaliknya kalian orangtua/wali
mu’min/ yang ber-Iman jangan sekali-sekali menikahkan anak kalian (yang
mu’minat) dengan yang musyrik, kecuali kalian giring dulu calon menantumu
menjadi sama se-Iman, klo tidak mampu…
- wa la’abdun mu’minun khayrun min
musyrikin walaw a’jabakum
sungguh
laki-laki mu’min namun status sosialnya budak (karyawan, tidak dipandang
sebelah mata, diremehkan orang), adalah benar-benar pendamping hidup atau suami
yang seindah-indahnya, banding laki-laki musyrik walaupun ketampanan wajahnya
kegagahan tubuhnya menambat hati kalian.
- Uwlaa-ika yad’uuna ilaa an-naar
Mereka
adalah orang-orang yang akan menggiring kalian kedalam kehidupan
Jahannam/system ekonomi riba, bagaikan api si jago merah panas membara membakar
musnah menghanguskan segenap kehidupan.
- Wa Allaahu yad’uu ilaa al-jannah
Allah
akan mengundang rumah tangga yang dibangunnya, melalui akad nikahnya. Satu
kehidupan rumah tangga Al–Jannah ...di dunia ini seperti yang telah diwujudkan
oleh Rasulullah Nabi Muhammad, Baytii Jannatii. Kehidupan rumah tanggaku adalah
surgaku didunia ini. Jadi di muka bumi ada AL–Jannah. Itu pernyataan Rasul....
Yaitu satu wujud kehidupan yang bagaikan taman merindang panen kebahagiaan dan
kepuasan dengan ILMU ALLAH AQMSR-NYA
Bila
anggota rumah tangga ini wafat, pasti mendapat nilai mati Khusnul Khatimah.
Kearah mendapat nilai kubur yang kemudian kepastiannya Wa fil Akhirati Hasanah.
Jadi dengan demikian akad nikah adalah berdasar Alquran menurut contoh Sunnah
Rasul Nabi Muhammad. Nikah itu Sunnahku (Kata Rasulullah). Siapa yang tidak mau
melaksanakan Sunnahku Bukan umatku, Yaitu perilaku hidup didalam rumah
tangganya atau orang yang tidak mau mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa
dipertanggung jawabkan dihadapan kemanusiaan dan dihadapan Allah kelak itu yang
dimaksud bukan ummat ku.....
Jadi
Berdasar ayat alQuran dan hadist tadi maka akad nikah pengertiannya menjadi =
Ikatan janji antara mu’min dan mu’minat oleh wali yang juga mu’min dihadapan
minimal 2 saksi juga mu’minin dengan satu mahar saksi mati dan ucapan ijab
kabul. Untuk membentuk atau membangun kehidupan rumah tangga memenuhi perintah
Allah didalam Alquran mengikuti contoh pola teladan kehidupan Rasulullah Nabi
Muhammad.
itulah
pengertian akad nikah. Sekarang apa dasar nikah?! Kedua calon mempelai. Sebelum
melakukan akad nikah sudah memiliki pandangan dan penilaian berdasar Ilmu Allah
AQMSR bahwa kehidupan ini diciptakan oleh Allah dalam satu rancang bangun dan
kepastian. Inna kulla syaun kholaqnahu min qadarin... Semua ujud ciptaan
Allah ini diciptakan melalui satu blueprint lebih dahulu.....satu rancang
bangun dengan satu kepastian... Jadi sebelum akad nikah harus lebih dulu punya
program. Jadi tidak langsung ketemu, langsung akad nikah! Enggaklah.....
Selanjutnya
penilaian yang lain dari dasar nikah ini....Inna kholaqna Qulla Syain
jauzaini... Allah menciptakan apapun, berpasangan. Mengandung unsur
positif/Alquran dan negative/manusia, terang gelap, laki-laki/Alquran dan
perempuan/manusia, hidup mati, sehat sakit, dst.. zawjayni.
Nah
ini minimal punya pandangan tentang ini, dasar ini. Bahwa kita pun dalam
sosial budaya dalam berperadaban harus kesana, yaitu memenuhi sunnah Rasul
atas perintah Allah membentuk pasangan hidup. Sebagai suami istri dalam satu
wadah rumahtangga korps melalui akad nikah. Istilah dasar nikah sederhana, jadi
lebih dulu punya pandangan penilaian tentang pentingnya kehidupan rumah tangga
untuk pasangan hidup dengan Alquran untuk membesarkan budaya.
Kemudian
teknik nikah. Nikah sendiri adalah teknik dalam arti pembinaan. Disamping
pembinaan islam yang 5. Buniyal islam ‘alaa khamsin....syahadat- shalat – zakat
– shaum – Hajj.
Akad
nikah salah satu pembinaan untuk menbangun penataan rumahtangga. Nabi
menyatakan....Idza tazawwaja al abdu faqod istaf’ala hisfaddin.... Apabila
seorang hamba Allah mu’min dan mu’minat melalui akad nikah membentuk kehidupan
rumahtangga/ penataan hidup berumahtangga, sungguh mereka sudah menyelesaikan
setengah dari Dinul Islam.
Jadi
Al abdu dengan akad nikah menjadi Al-Baytu. Al Baytu
mudah-mudahan seperti Bayt nabi, Bayt Jannah. Maka bertaqwalah kepada Allah
dalam melaksanakan 2 sisa nya yaitu al madinah dan al ummah. Madinatul
munawarah dan ummatan wahidatan....
Jadi
penataan itu ada 4 :
-
Al abdu
-
Al baytu
-
Al madinah
-
Al umah
Pembinaan
utama ada 5 syahadah, shalat , shaum , zakat , Hajj
Akad
nikah salah satu pembinaan untuk menbangun penataan rumah tangga mu’min dan
mu’minat. Berarti akad nikah peningkatan dari penataan individu, artinya kedua
mempelai. Sebelum akad nikah sudah menata diri dalam organisasi pribadi,
memenuhi ketentuan ILMU ALLAH AQ MSR-NYA. Makan minum berpakaian segala-segala
sudah berpedoman dengan ilmu Allah AQMSR begitu semestinya. Ketemu lawan jenis
sama setuju, cinta, melalui akad nikah membangun penataan hidup rumah tangga.
Ada peningkatan makanya persyaratan untuk nikah harus bulugh/baligh/sudah
mengerti pilihan si dua satu. Baik secara anatomis Biologis/pasti alam maupun
secara kesadaran berfikir/ungkapan budaya, jadi itu teknik nikah. Yaitu islam
binaun dan islam dinun. Binaul Islam kearah dinul Islam.
Apa
Tujuan Nikah?
Tidak
lepas dari Al ihsan anta’ buda-llaha ka-annaka taraahu fa-in lam takun taraahu
fa-innahu yaraaka. Hendaknya kalian dalam berumahtangga bertujuan senantiasa
mengabdikan diri dalam penataan rumah tangga memenuhi ketentuan ilmu Allah. Harmonis
otomatis datang sendiri, kalau tujuan rumah tangganya senantiasa mempertahankan
kondisi memenuhi ketentuan ilmu Allah. Harmonisasi tentram aman damai
sejahtera datang sendiri seperti pernyataan nabi yaitu Baytii Jannatii. Dijamin
rumahtangganya itu Barokallah fidunya wal akhirah. Fidunya hasanah wafil
akhirati hasanah. Kemudian Management rumah tangga.
Apa
managemen rumahtangga?
Instruksi
Allah melalui ILMU-NYA, bukan faktor-faktor lingkungan yang mendorong mu’min
mu’minat melakukan akad nikah, tetapi semata-mata merasa diperintah oleh Allah
didalam Alquran untuk mengikuti contoh rumah tangga Rasulullah nabi Muhammad.
Tidak boleh ada instruksi lain yang mendorong kalian melakukan akad nikah. Tapi
semata-mata merasa diperintah oleh Allah. Otomatis takut terjerumus kedalam
maksiat. Jadi memenuhi managemen Allah di dalam Alquran untuk mengikuti bentuk
contoh kehidupan perilaku Rasulullah.
Itu
hal-hal secara singkat tentang nikah :
-
Dasar Nikah
-
Teknik Nikah
-
Tujuan nikah
-
Kemudian Management nikah
Sehingga
Kalau dijabarkan pada posisi kondisi hidup. Allahu Rabbi, Walquranu innami wa
muhammadun nabiyi war rosulihi wal islamu dini . wal ka’batu kibali walmuslimun
ikhwani. Tidak lepas tadi strukturalnya. Demikian dasar, teknik, tujuan dan
managemen nikah. Kemudian perlu dikemukakan, yaitu motivasi nikah. Apa Motivasi
nikah?
Nabi
memberi :
- li jamaliha : fisik . Kecantikan wajah/kemolekan tubuh atau ketampanan wajah/ kegagahan tubuh.
- li nasabiha : Status keturunan/social (nasab ilmu)
- li maaliha : status ekonomi, harta kekayaaan (berpondasi kepada system ekonomi zakat)
- li-imaniha/li diniha : Rasulullah nabi muhammad berpesan hendaknya motivasi nikah kalian adalah yang ke 4 . li-imaniha/li diniha. Demi Iman Demi Dinul Islam
Jikalau
motivasi nikah ini demikian yaitu demi dinul Islam/demi Iman terjamin oleh
Allah barokallahu fiddunya wal akhirat.
Kemudian
apa saja fungsi rumah tangga yang dihasilkan/dicapai melalui akad nikah?
- Fungsikan rumah tangga hasil akad nikah sebagai lembaga famili yaitu lembaga alih generasi yang mu’min dan shalih mu’minat dan shalihat.
- Fungsikan rumah tangga ini sebagai baytun qurata a’yun, rumah tangga sebagai lembaga hiburan pelipur lara/penawar isi dada dikala duka, pendingin hati dikala sedih, penyejuk kalbu diwaktu rindu.
- Fungsi rumah tangga sebagai lembaga hukum
Jadikan
rumah tangga ini walaupun lingkupnya kecil, berbuat kehidupan untuk mewujudkan
hukum objektif dari Allah melalui pembinaan shalat khususnya. Menjadi
alternatif subjektif untuk mewujudkan hukum yang positif sehingga dalam ruang
rumah tangga ini, wilayahnya itu tercipta kedamaian, keadilan, ketentraman, dan
kesejahteraan.
Kemudian
fungsikan juga rumah tangga ini yang bisa sebagai lembaga santunan, lebih
dahulu lembaga ekonomi, yaitu rumah tangga yg di bangun harus balance seimbang
antara pendapatan dengan pengeluaran. Malahan harus ada cadangan untuk santunan
kearah sosial.
Fungsikan
pula rumah tangga sebagai lembaga kesehatan, yaitu shihhatul qalbi, shihatul
aqli, shihatul jasad. Faktor shihhat itu meliputi sehat tanggapan hati, sehat
alam pikiran dan sehat jasmani.
Fungsikan
rumah tangga kalian menjadi pusat kesehatan lingkungan.
Yang
terakhir fungsikan rumah tangga ini sebagai lembaga pendidikan. Nah ini yang
terpenting kalau rumah tangga yang dibangun ini, maka fungsikan segera menjadi
lembaga pendidikan AQMSR. Cemerlangkanlah kehidupan rumah tangga ini dengan
rattil/study Alquran dan perlakuan shalat tahajjud, kemudian shalat 5 waktu
maupun shalat-shalat yang lainnya sebagai penjagaannya.
Apabila
rumah tangga ini sudah berfungsi sebagai lembaga rumah tangga pendidikan maka
silahkan studylah Alquran. Jikalau Alquran ini bagaikan makanan penguat hidup
kita, santaplah sekenyang-kenyangnya di meja study/rattil. Apabila Alquran ini
ibarat minuman penyegar kehidupan, reguklah sehingga menyegarkan hidup kita.
Dengan
memfungsikan rumahtangga seperti tersebut, maka kita bisa mengambil pedoman
kehidupan tentang apa dan betapa akad nikah yang membangun rumahtangga
seluas-luasnya langsung dari Alquran. Dan dijadikan kajian untuk bekal
berumahtangga kita.
Jadi
kesimpulannya, rumahtangga yang dibangun itu harus benar-benar Sakinah mawadah
warahmah. Rumah tangga Al-jannah. Rumah tangga yang hasanah fiddunya hasanah
fil akhirat.
Silahkan
layarkan bahtera rumahtangga ini, disamudera kehidupan ini, jadilah suami
bagaikan nakhoda dalam bahtera itu sedangkan istri penaka mu’alim. Kendalikan
kemudi, arahkan tujuan hadapi gelombang dan badai kehidupan ini, capailah
pantai cita di nusa harapan dalam benua IMAN, kompas perjalanannya hanya ‘ILMU
Allah AQMSR. In Syaa Allah rumah tangga kita akan memenuhi rumahtangga yang
di bangun oleh Rasulullah nabi Muhammad.
Secara
pasti alam, bagi yang sudah terlanjur menikahi yang tak sepandangan dan
setujuan AQMSR masih diperintah untuk jaddiduu imaanakum wa jaddiduu
nikahakum..kalau gak bisa juga diperbaiki, bagaimana mas..?
berarti
bangunan rumahtangga yang tidak berdasar Ilmu-NYA, bisa dikatakan hanya sebatas
legitimasi kumpul k**o! Legalisasi perzinahan massal! (ma'af klo terlalu
kasar).
Bisa
tercapai tujuan kalau tidak sehaluan, kalau tidak se-Iman, seP+SH?
Kalau
sudah terlanjur tidak bisa diperbaiki, berarti rumahtangga yang dibangunnya
hanya ajang penyaluran hasrat biologis saja! Hanya legal dan legitimated,
banding berbuat zina dari sudut pandang kebanyakan manusia saja!
Bagaimana
dari sudut pandang Allah melalui ILMU-NYA?
Tinggal
bertanya:"ahabba ilaikum minallahi wa rasulihi wa jihadin fi sabilihi (Qs:
9;24)?!
Ankahtuka
wa Zawwajtuka Makhtubataka, …binti …, alal Mahri….
Wahai,
saya nikahkan anda, …binti…, yaitu saya pasangkan anda dalam kehidupan ini
dengan berdasar yang Allah perintahkan didalam AQMSR-NYA. Untuk membangun satu
kehidupan rumahtangga yang diundangkan memenuhi dinul-Islam di dalam satu
peredaran menuju perwujudan terakhir dengan mahar sedemikian!
Qobiltu
Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut
Taufiq.
Bandingkan
dengan redaksi ijab Kabul dari KUA, DEPAG, mana sakral nya, tidak membawa
Allah, tidak membawa Alquran, tidak membawa sunnah Rasul, tidak membawa Islam!
Masih lebih baik mana dengan orang nasrani? Yang pas menurut sunnah Rasul nabi
Muhammad : "yaa 'aliy uzawwijuka wa ankahtuka ibnatiy fatimah azzahra
bimaa amarallahu bihi bi imsakin bi ma'rufin au tashliihin bi ihsaanin ilaa
yaumid diin bi mahrin bikadza!"...maknanya seperti yang ditulis sblmnya
dengan jawaban: "Saya terima nikahnya yaitu menjadi pasangan
kehidupannya, berdasarkan yang Allah perintahkan didalam AQMSR-NYA, untuk
membentuk satu kehidupan rumahtangga yang diundangkan memenuhi dinul-Islam
dalam satu peredaran kehidupn mencapai tujuan terakhir dengan mahar
sedemikian!"
Bisa
dijadikan rujukan surat Al-Mumtahanah ayat 10: “wahai kalian yang telah
menyatakan mau serta siap menjadi pembela pejuang dan pelaksana ‘ILMU Allah
AQMSR-NYA, apabila para wanita yang ber-Iman mendatangi kalian sebagai
muhaajirat (para wanita yang berpindah kehidupan memenuhi AQMSR-NYA) maka hendaknya
kalian menguji IMAN mereka. Allah jualah atas pilihan AQMSR-NYA, yang lebih
meng-Ilmui terhadap IMAN mereka. Maka jika kalian telah mengetahui bahwa mereka
itu para wanita ber-Iman, janganlah kalian mengembalikan mereka kepada
orang-orang kufur. Wanita yang ber-Iman itu tidak halal bagi laki-laki kafir dn
para kafir itupun tidak halal untuk wanita yang ber-Iman (begitu pula para
mu-min tidak halal untuk perempuan kafir dan perempuan kafir tidak halal bagi
laki-laki mu-min). Seiring itu bayarkanlah oleh kalian kepada mereka yang kufur
itu mahar yang mereka telah keluarkan. Seterusnya, bukanlah suatu pelanggaran
hukum oleh kalian apabila kalian menikahi mu-minat yang berhijrah itu jika
kalian memberinya mahar. DAN JANGANLAH KALIAN TETAP BERPEGANG MEMPERTAHANKAN
TALI PERKAWINAN KALIAN DENGAN PEREMPUAN KAFIR, DAN HENDAKNYA KALIAN MEMINTA
MAHAR YG TELAH KALIAN BAYAR, sebaliknya mereka laki-laki kafir pun hendaknya
menuntut mahar yang sudah mereka bayarkan, begitulah hukum Allah yang DIA telah
putuskan diantara kalian. Dan Allah atas pilihan AQMSR-NYA, adalah pembina
tanggapan ‘ILMIAH lagi pembangun norma kehidupan tiada banding”. (QS: 60;10
madaniyyah).
Hanya
kita harus ketahui dulu, kita ini ada pada ruang dan waktu yang mana, jika
di tolok ukur berdasar sunnah rasul nabi Muhammad? Sudahkah kita dalam
kehidupan ini menyesuaikan jadwal kehidupan kita sesuai jadwal dari Allah
dengan AQMSR-NYA? Sudahkah AQMSR ini dijadikan pasangan yang utama dan
pertama dalam kehidupan kita? Hakikat bayt yang sesungguhnya adalah
wadah/lembaga/organisasi kehidupan berdasar AQMSR-NYA (QS 9:24).
Satu
contoh dalam hubungannya dengan sunnah rasul Nuh “..... wa liman dakhala
baitiya mu-minan....” kalau bayut dlm ayat ini dipahami sebagai ujud bangunan
rumah secara fisik/ rumahtangga nabi Nuh, maka istri dn anaknya malah sudah
lebih dulu masuk dan tinggal didlmnya. Tapi bayt disini adalah satu
organisasi/lembaga yang angota-anggotanya para pendukung sunnah Nuh, jika
berdasar hadits bayt ini di istilahkan = safinatun, dimana dalam ruang waktu
sami’na nabi Nuh masih memberi toleransi kepada istri dan anaknya, tapi ketika
sa’ah tegak/existensi ‘ILMU Allah sudah menjelma dalam kenyataan, maka sudah
tidak ada lagi tawar menawar, kata kompromi, artinya harus konsekwen terhadap
pernyataan Imannya!
Jd
suami-istri, orangtua-anak yang seP+SH bersama para mu-min melikuidir/melebur
diri dalam bayt tersebut menjadi saudara se-Iman dilembaga itu. Harus
dibuktikan pernyataan IMAN nya, bersama yang se-Iman bukan dengan yang tidak
se-Iman, bisa dibuktikan dalam surat alFath 29...
Untuk
bahan kajian bagi para calon mu'min dan mu'minat, bagaimana ketika kita
mengambil satu pelajaran dari kenyataan sejarah, dimana istri/suami yang
negatif terhadap jalannya da'wah kitabullah wa sunnaturrasul, katakan lah ambil
contoh bagaimana nabi Luth terhadap istrinya yang negative terhadap ajaran
Allah, juga nabi Nuh terhadap istrinya yang negatif, sebaliknya istri Fir'aun
terhadap suaminya silahkan di buka dan di kaji kembali surat ke 66 attahrim
terutama ayat 10-11, silahkan di maknai oleh kawan-kawan semua, atau ada
tambahan dr yg lainnya. Silahkan. Syukran lakum!!
…………………………………….
Bila
malaikat adalah makhluk yang terbuat dari cahaya, dan masih memerlukan dua,
tiga (bs dibayangkan bila bersayap tiga, terbangnya miring mungkin ya? :D),
sampai empat “sayap” berarti jarak alam mereka dengan kita sungguh tak
terbayangkan jauhnya. Apalagi bila ajnihah yang diterjemahkan (secara lucu)
sebagai sayap itu kita artikan sebagai “kemampuan” atau “daya luncur.”
Jadi
Surat Fathir ayat 1 tersebut, mungkin, menegaskan bahwa malaikat yang tinggal
di tempat yang jauh itu, dipilih sebagai rasul untuk menyampaikan ajaran Allah
kepada manusia, karena mereka diciptakan dari cahaya, bahkan di antara mereka
ada yang mempunyai daya luncur dua, tiga, sampai empat kali kecepatan cahaya.
Itu pun bila kata matsna, tsulasa, ruba’a kita artikan dua, tiga, empat (jika
diartikan 2, 3 dan 4 maka seharusnya tertulis itsnaini, tsalatsatun dan arba'u,
ingat kembali tentang perbedaan ahad dan wahid dlm surat al ikhlas). Bila
diartikan dua kuadrat, tiga kuadrat, empat kuadrat, tentu akan membuka wawasan
lain lagi!
“
… Dia yang telah menjadikan malaikat sebagai utusan yang mempunyai kemampuan
dimensi kelipatan dua dan kelipatan tiga dan kelipatan empat tambah x
(eksponen) … “ dan kemudian dihubungkannya dengan Hadits Dari Ibnu Mas’ud
radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa
sallam melihat malaikat Jibril memiliki 600 sayap (dimensi).” (HR Muslim) Dalam
riwayat Ahmad dinyatakan bahwa satu sayap malaikat Jibril itu sudah bisa
menutupi ufuk. (al-malaikatu sittu miati ijnihatin).
Dan
selanjutnya dibuat rumusan demikian:
Malaikat:
2 pangkat/kuadrat 2, x 3 pangkat 2, x 4 pangkat 2, ditambah x (eksponen 1 hari)
= 600
atau
:
576
+ x = 600
x
= 600 – 576 = 24
576
+ 24 = 600
Ajnihah
diterjemahkan sebagai “dimensi”, dalam arti “kemampuan gerak menurut
kemungkinan-kemungkinan tertentu.”
Satu
dimensi, misalnya, adalah gerak pada satu jalur dalam satu waktu,
Dua
dimensi adalah gerak dalam dua jalur pada satu waktu,
Tiga
dimensi adalah gerak pada tiga jalur dalam satu waktu.
Empat
dimensi adalah gerak dalam empat jalur pada satu waktu, seperti
dari satu ruang ke ruang lain tanpa merusak batas yang ada di sekelilingnya.
Manusia
memiliki 3 dimensi ditambah 24 jam berdimensi dengan malaikat yang 576 = 603
dimensi, maka manusia lebih mulia daripada malaikat. Malaikat hanya bisa
memberikan teori nya saja tanpa bisa membuktikkan prakteknya. Setelah bertautan
dengan jasad manusia yang 3 dimensi, maka jadi efektif berfungsi, alimul ghaib
(ilmu) bisa di syahadahkan/dibuktikan setelah ter aqdun oleh qalbu kita.
Dimensi
malaikat adalah QS 35:1, maka nikahilah dimensi tersebut QS 4:3 dan setubuhi
lah diwaktu malam, rattil dan shalat tahajjud, QS 2:97, diharapkan akan lahir
satu ekonomi system zakat. Aqimu shalah wa atuz zakah.
KONOTASI
GENDER (jenis kelamin) MALAIKAT
Sangat
banyak kata (yang diterjemahkan sebagai) malaikat hadir di al Qur'an
sekurang-kurangnya 90 kali belum terhitung yang di sebut namanya langsung (spt:
Jibril, mikail, dll) bukan kelas / jenis-nya (sebagai malaikat).
Ide
bahwa malaikat bergender perempuan akan menghasilkan khayalan yang sangat
berbahaya (karena sesuai sekali sama hawa nafsu). Dan ide ini mudah sekali kita
temukan di paham-paham lain di luar Islam.
Di
dalam al Qur'an kata-kata yang diterjemahkan sebagai malaikat berasal dari 3
bentuk kata:
'malaa'ikah':
68 kali + 5 kali berbentuk 'malaa'ika(tahu/tihi/tuhu)'
Karena
terlalu banyak silahkan cari sendiri di al-Qur'an. (he...heh..hee)
'malak':
13 kali + 'malakayni' (bentuk ganda) 2 kali: (6:8[2x]), (6:9), (6:50), (11:12),
(11:31), (12:31), (17:95), (25:7), (32:11), (53:26), (69:17), (89:22),
'malakayni':(2:102), (7:20).
'mala'(U/A/I)':
2 kali (37:8), (38:69).
U,
mubtada, awal kalimat,sebagai pelaku. Contoh :Allahu wali...Allah dengan
ilmu menjadi pembina..
A,
maf’ulunbihi, sebagai objek. Contoh kalimatnya: Laa tahsabannallaha
ghafilan...Jangan sekali-sekali mengira bahwa Allah melalui ILMU-NYA itu lengah
I,
majrur, yang dipergunakan..contoh: bismilahi..
Ditinjau
dari bentuk kata maka:
-
Malaa'ikah adalah bentuk feminin
-
Malak dan mala'(u/i/a) adalah bentuk maskulin.
Apakah
hal ini serta merta menjadikan malaikat adalah mahluk bergender?
Jawabnya:
TIDAK.
Al
qur'an membantah bahwa 'malaa'ikah' itu bergender perempuan di empat
tempat: (17:40), (37:150), (43:19), (53:27).
Implikasinya
adalah:
1) Gender
bahasa bukan merujuk gender sebenarnya melainkan KONOTASI GENDER. (Akan saya
berikan sedikit keterangan dan contoh di bagian II dibawah).
2) Karena
tiadanya gender perempuan maka membicarakan malaikat sebagai makhluk bergender
laki-laki juga menjadi tak bermakna. Maka, malaikat lebih tepat disebut makhluk
tak bergender.
3) Karena
lebih mementingkan hawa nafsu (terutama khayalan seksual) maka jatuhlah manusia
dari jaman dahulu maupun sekarang kepada penyembahan berhala yang sebagian
besarnya mendapat ilham ide dari kepercayaan bahwa malaikat itu adalah
perempuan. Coba dibaca ke-empat ayat tolakan di atas beserta ayat yang
menyertainya dalam satu konteks atau topik.
Di
al-Qur'an (96:18) yakni: 'az-zabaaniyah', betuknya definit memakai kata sandang
'al' (hanya tersebab masalah bunyi bahasa menjadi 'az'), yang lebih meyakinkan
sebagai sebuah nama.
Secara
bentuk maka 'az-zabaaniyah' bergender perempuan. Apa konotasi gender perempuan
bagi malaikat penjaga neraka?
Sebuah
hadits yang berbunyi:
Jannah
itu di bawah telapak kaki ibu, siapa yang ia kehendaki maka akan dimasukkan dan
siapa yang ia ingini maka akan dikeluarkan. (“Diriwayatkan oleh an-Nasa`i,
jilid 2, hlm. 54).
Makna
Ibu-Ummi-Ummul Qur’an-Al Fatihah, bahwa jannah itu terpola karena Al Fatihah.
Dan Al Fatihah terpola oleh Bismillahirrahmaanirrahiim, Iqra bismirabbika (sastra
tinggi, tidak bisa dijelaskan disini)
Ibarat
seorang Ibu (perempuan) yang menjaga anak-anaknya, maka Zabaniyah juga adalah
penjaga neraka yang mengawasi anak-anak asuhnya (ahli neraka, baca: para
pelaksana system ekonomi riba dan para peng-kadzdzaba) supaya tidak lepas
dari pengawasan.
Sebuah
bentuk satire dalam pemakaian bahasa yang hebat bukan?? Itulah sedikit kekuatan
bahasa al Qur'an.
Malaikat
maut (32:11) dan malaikat pemikul `arsy (69:17) hadir dalam bentuk maskulin
'malak'. Kira-kira anda bisa mencari konotasi dari sifat maskulin ini?
Bagus
sebagai latihan untuk meresapi sebagian kecil dari kekuatan bahasa al Qur'an.
.................
MAHAR
Mahar,
atau yang biasa disebut mas kawin adalah harta yang harus diberikan bagi suami
kepada istrinya yang disebabkan adanya akad nikah. Dalam bahasa arab, mas kawin
disebut juga dengan "Shidaq" yang arti awalnya adalah
"pembenaran", sebab diberikannya mas kawin adalah bukti sekaligus
pembenaran keseriusan seorang lelaki untuk menikahi wanita tersebut.
Mahar
merupakan sesuatu yang diberikan suami kepada isteri berupa harta atau bentuk
lainnya sebagai salah satu syarat dalam pernikahan. Mahar atau disebut juga
dengan mas kawin diterangkan di dalam Alquran.
“Dan
berikanlah mahar (mas kawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai
pemberian yang penuh kerelaan.” (QS. An-Nisaa’: 4)
“Dan
nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang
layak (bernikah) dari hamba-hamba sahaya-mu yang lelaki dan hamba-hamba
sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan
karuni-Nya.” (An-Nur: 32).
Dianjurkan
kepada calon isteri untuk meminta mahar yang meringankan beban calon suaminya.
Dalam ajaran Islam, wanita supaya meminta mahar yang bisa memudahkan dalam
proses akad nikah.
Akan
tetapi bila calon suami memang 'terbilang mapan' dari sisi ekonomi, tentunya
tidak mempermasalahkan tuntutan mahar dari calon istrinya. Bila seorang calon
istri menjumpai calon suami seperti itu (mapan), akan merasa leluasa meminta
mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu baik berupa uang tunai,
emas, tanah, rumah, kendaraan atau benda berharga lainnya.
Sedangkan
mengenai batasan maksimalnya tidak ada batasan maksimal mengenai mahar yang
diberikan.
“Sedang
kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak” (An-Nisa’
: 20)
Bagi
seorang perempuan untuk tidak terlalu berlebihan dalam meminta mahar,
berdasarkan hadits :
“Dari
Abu ‘Ajfaa’, dia berkata : Aku pernah mendengar Umar berkata, “Janganlah kamu
berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, meskipun dia seorang yang
dimuliakan di dunia atau seorang yang terpelihara di akhirat. Adapun yang
paling utama (dalam menghormati wanita) diantara kamu adalah Nabi SAW. Padahal
tidaklah Rasulullah SAW memberi mahar kepada seorang pun dari istri-istrinya
dan tidak pula putri-putri beliau itu diberi mahar lebih dari dua belas uqiyah”.(Sunan
Nasa’I, no.3349 dan Musnad Ahmad, no.285)
Jumlah
maksimal dan minimal
Tidak
ada batas atas dan batas bawah bagi mahar. Asalkan kedua pihak (suami dan istri
serta walinya) sudah menyepakati jumlah, maka itulah yang harus dibayarkan
sebagai mahar.
Dari
Aisyah yaitu, ”Sesungguhnya wanita yang baik itu adalah yang ringan maharnya,
mudah menikahinya, dan baik budi pekertinya.” (HR. Ahmad, Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). Al-Albani menganggap hadits ini
hasan dalam Shahih Al-Jami’, no. 2235.
Bolehkah
berutang mahar?
Boleh
saja seseorang berutang mahar baik disebutkan dalam akad nikah ataupun tidak.
Bila disebutkan maka teksnya akan seperti prolog di atas, meski hal itu akan
ditertawakan banyak orang. Tapi andai itu terjadi maka tak berpengaruh kepada
keabsahan akad.
Bahkan,
mahar tak mesti disebutkan dalam akad, sehingga akad nikah boleh saja berbunyi
seperti ini, ”Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan.” Selesai sampai di situ
dan akadpun sah lalu mereka resmi menjadi suami-istri. Akan tetapi mahar tetap
harus dibayarkan bila sudah disepakati oleh kedua pihak jumlahnya sebelum akad.
Apabila
mahar sudah disebutkan sejak akad atau sudah disepakati kedua belah pihak lalu
terjadi perpisahan sebelum terjadi persetubuhan, maka si suami tetap harus
membayarkan mahar itu setengahnya. Itupun kalau perpisahan itu sebabnya adalah
pihak suami. Misalnya, si suami tiba-tiba saja ingin menceraikan istrinya
lantaran dia ingin pulang ke negerinya dan lain sebagainya. Ini berdasarkan
surat Al-Baqarah ayat 237, ”Dan jika kalian menceraikan mereka (istri-istri)
sebelum menyentuhnya padahal kalian sudah menyebutkan jumlah mahar, maka hendaklah
kalian membayarkan setengahnya.”
Beberapa
hadits tentang Mahar
- Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” ‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.” (HR. Ahmad)
- ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” (HR. Abu Daud)
- Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. (HR. Bukhari & Muslim)
Dan
hadits lain tentang mahar diantaranya ialah:
- Dari Aisyah bahwa Rasulullah pernah bersabda “Sesungguhnya pernikahan yang paling berkah adalah pernikahan yang bermahar sedikit. ” (mukhtashar sunan Abu Daud)
- Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW menikahi Aisyah dengan mahar alat-alat rumah tangga yang bernilai lima puluh dirham (HR Ibnu Majah)
- Rasulullah SAW pernah menikahkan anak-anak perempuannya dengan mahar yang murah. Sebagian sahabat menikah dengan emas yang beratnya tidak seberapa dan sebagian lain menikah dengan mahar cincin dari terbuat besi. Rasulullah mengawinkan Fatimah dengan Ali dengan baju perang. Beliau juga pernah menikahkan seorang laki-laki dengan mahar mengajarkan 20 ayat Al Quran kepada calon istrinya.
Ketika
Rasulullah SAW hendak menikahkan seorang sahabat dengan perempuan yang
menyerahkan dirinya kepada beliau, beliau bersabda, “Carilah sekalipun cincin
yang terbuat dari besi. Riwayat Al-Bukhari”. Ketika sahabat itu tidak
menemukannya, maka Rasulullah SAW menikahkannya dengan mahar yaitu
“mengajarkan beberapa surat Al-Qur’an kepada calon istri”. Mahar yang diberikan
Rasulullah SAW kepada istri-istrinya pun hanya bernilai 500 Dirham, yang pada
saat ini senilai 130 Real (kira-kira Rp. 250.000,-), sedangkan mahar
putri-putri beliau hanya senilai 400 Dirham, yaitu kira-kira 100 Real
(Rp.200.000,-) .
Pertanyaannya,
berapa/apa mahar yg terbaik yg mesti disiapkan untuk pernikahan?
Mari
kita rujuk beberapa referensi berikut mengenai mahar.
”Sebaik-baik
perempuan adalah yang paling murah maharnya.” (HR. ibnu
Hibban, Hakim, Baihaqi, Ahmad)
“Tiada
sah pernikahan kecuali dengan (hadirnya) wali dan dua orang saksi dan dengan
mahar (mas kawin) sedikit maupun banyak.” (HR.
Ath-Thabrani)
Imam
Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di
antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah
rahimnya.” ‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.”
(HR. Ahmad)
“dan
(diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang
kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu.
Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri
dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah
kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya
(dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu
terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar
itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
(An Nisa(4):24)
Dari
referensi di atas, tidak ada rujukan resmi mengenai apa atau berapa besar mahar
yg mesti disiapkan. Bahkan Rasululloh SAW mengijinkan sahabatnya, yang
kekurangan materi, untuk menggunakan hafalan Al Quran sebagai mahar,
sebagaimana referensi berikut:
Hadits
riwayat Sahal bin Sa`ad Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Seorang wanita datang
kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata: Wahai Rasulullah,
aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta
menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu
lalu duduk.
Sesaat
kemudian seorang sahabat beliau berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, jika
engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apakah kamu memiliki sesuatu? Sahabat itu
menjawab: Demi Allah, tidak wahai Rasulullah! Beliau berkata: Pulanglah ke
keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu? Maka pulanglah sahabat
itu, lalu kembali lagi dan berkata: Demi Allah aku tidak mendapatkan sesuatu!
Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Cari lagi walaupun hanya
sebuah cincin besi! Lalu sahabat itu pulang dan kembali lagi seraya berkata:
Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah, walaupun sebuah cincin dari besi kecuali
kain sarung milikku ini!
Sahal
berkata: Dia tidak mempunyai rida` (kain yang menutupi badan bagian atas).
Berarti wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya. Rasulullah
Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apa yang dapat kamu perbuat dengan kain
sarung milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak memakai
apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan memakai
apa-apa. Lelaki itu lalu duduk agak lama dan berdiri lagi sehingga terlihatlah
oleh Rasulullah ia akan berpaling pergi.
Rasulullah
memerintahkan untuk dipanggil, lalu ketika ia datang beliau bertanya: Apakah
kamu bisa membaca Alquran? Sahabat itu menjawab: Saya bisa membaca surat ini
dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu. Rasulullah bertanya lagi:
Apakah kamu menghafalnya? Sahabat itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah Shallallahu
alaihi wassalam bersabda: Pergilah, wanita itu telah menjadi istrimu dengan
mahar mengajarkan surat Alquran yang kamu hafal.”(Shahih
Muslim no:1425)
Bahkan,
dalam salah satu riwayat, disebutkan bahwa mahar pernikahan Ummu Sulaim adalah
suaminya masuk Islam; Ummu Sulaim juga tidak menerima lamaran-lamaran yang
datang kepadanya sehinggalah Anas berusia cukup dewasa. Beliau kemudiannya
dilamar oleh Abu Talhah Al-Anshary yang ketika mengajukan lamaran tersebut
masih seorang musyrik. Ummu Sulaim dituntut untuk mempertimbangkan lamaran
lelaki tersebut kerana Abu Talhah merupakan seorang yang berpengaruh di dalam
masyarakat. Ketika Abu Talhah menemui beliau buat kali kedua untuk tujuan yang
sama, Ummu Sulaim menjawab lamaran tersebut dengan berkata“Wahai Abu Talhah,
lelaki seperti engkau tidak layak untuk ditolak. Tetapi engkau seorang kafir, sementara
aku wanita Muslimah dan tidak mungkin bagiku untuk menikahi engkau” “ Apa yang
perlu kulakukan untuk tujuan itu?” tanya Abu Talhah.“Hendaklah engkau menemui
Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam” Jawab Ummu Sulaim.
Abu
Talhah segera beranjak untuk menemui Rasulullah yang ketika itu sedang duduk di
tengah-tengah para sahabat. Ketika melihat kehadiran Abu Talhah, baginda
Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Abu Talhah mendatangi kalian, dan
tanda-tanda keislaman tampak di antara kedua matanya”. Abu Talhah memberitahu
Rasulullah apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Akhirnya, Abu Talhah memeluk Islam
di hadapan baginda dan para sahabat. Beliau juga bersetuju menikahi Ummu Sulaim
dengan mahar keIslamannya. Ummu Sulaim berkata kepada anaknya, “ Wahai Anas, bangkitlah
dan nikahkanlah Abu Talhah”. Tentang kisah pernikahan yang diberkati ini,
Tsabit bin Aslam Al-Banany, salah seorang Tabi’in berkata, “Kami tidak pernah
mendengarkan mahar yang lebih indah dari maharnya Ummu Sulaim, iaitu Islam!”
(Shifatush Shafwah, 2/66; Siyar A’lamin-Nubala’, 2/29)
Mahar bukanlah sesuatu yg sederhana
dan simple. Bahkan, mahar Muhammad saat
melamar Siti Khadijah pun tidaklah sesimple dan sesederhana yg beliau ajarkan
dan sampaikan sebagaimana referensi di atas. Hewan unta sebanyak 100 ekor
(dari referensi lain 20 ekor unta) diserahkan Muhammad untuk mempersunting dan
menikahi Siti Khadijah.
Yang
mesti diperhatikan adalah:
Besaran
mahar bisa disepakati (calon) pengantin pria dan (calon) pengantin perempuan.
Intinya yg bisa dipenuhi oleh calon pria namun mengangkat harga diri dan
harkat martabat calon perempuan. NILAI
DAN HARGA DITENTUKAN DISINI (ingat kembali materi PSA bab Nilai dan Harga
Iman).
Mahar JANGAN dijadikan beban atau
alasan untuk menunda pernikahan.
"Barangsiapa
yang takut menikah karena takut miskin, maka bukan umatku." (HR. Dailami
dan Abu Dawud).
"Sesungguhnya menikah adalah sunnahku. Barangsiapa membenci sunnahku, maka dia bukan golongan umatku." (HR. Bukhari)
”Wahai para pemuda, jika salah seorang dari kalian mempu menikah maka lakukanlah, sebab menikah itu baik bagi mata kalian dan melindungi yang paling pribadi (farj)” (HR Bukhari dan Muslim)
"Sesungguhnya menikah adalah sunnahku. Barangsiapa membenci sunnahku, maka dia bukan golongan umatku." (HR. Bukhari)
”Wahai para pemuda, jika salah seorang dari kalian mempu menikah maka lakukanlah, sebab menikah itu baik bagi mata kalian dan melindungi yang paling pribadi (farj)” (HR Bukhari dan Muslim)
"Shalat 2 rakaat yang diamalkan
orang yang sudah berkeluarga lebih
baik (pembinaan korps), daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka/perawan
(pembinaan pribadi)" (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
................
Didalam
rahim, perjalanan pertama yang akan dilalui manusia adalah 40 hari berupa nutfah,
40 hari berupa ‘alaqah (gumpalan darah), dan 40 hari berupa mudghah
(gumpalan daging). Setelah itu ditiupkan ruh dan jadilah janin yang sempurna.
Tahukah
anda bahwa manusia telah mengucapkan ikrar sejak pertama diciptakan oleh Allah?
Kita telah ber ikrar sejak ruh pertama kali ditiupkan ke jasad kita, yaitu
sewaktu berada di dalam rahim. Ikrar yang kita ucapkan sewaktu di dalam rahim
disebut Ikrar primordial.
QS
7: 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam
dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya
berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul
(Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu)
agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam)
adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",
Saat
bayi akan diberangkatkan kepada pembinaan Pribadi, ke Alam Rahim dari Alam Ruh,
bayi akan diajukan pertanyaan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang menjadi
dasar pertimbangan kau akan diberangkatkan ke Alam Rahim atau tidak. Bila
jawabanmu ‘ya’ kami akan memepertimbangkanmu untuk diberangkatkan. Bila
jawabanmu ‘tidak’, kau akan menjalani masa pendidikan tambahan di Alam Rahim
tentang Kerajaan Semesta. Sampai kau siap dan menjawab ‘ya’. (Fadh Djibran).
…………………..
BAI’AT
AQABAH
Bai’at
‘Aqabah yang Pertama. (621 SM)
Pada
tahun kedua belas kenabian, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bertemu
dengan dua belas orang dari Yatsrib. Mereka pun masuk Islam. Kemudian mereka
berbaiat (bersumpah setia) kepada beliau.
Isi
baiat itu ada tiga perkara:
Tidak
menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
Melaksanakan
apa yang Allah perintahkan.
Berhenti
dari apa yang Allah larang (meninggalkannya) .
Rasulullah
Shalallahu ‘alaihi wasalam mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum
ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara
Agama Islam, membaca Al Qur’an, shalat, dan sebagainya.
Jadi
secara ringkas poin-poin penting pada masa itu adalah :
Setiap
musim haji, datanglah kabilah-kabilah dari segala penjuru Arab ke Ka’bah. Nabi
Muhammad saw selalu memanfaatkan momentum itu untuk menyampaikan seruan Islam.
Seruan belliau itu mendapatkan respon orang Khazraj dari Yastrib. Pada saat itu
6 orang Khazraj memeluk agama Islam. Pada tahun kedua belas dari kenabian di
musim haji datanglah 12 orang laki-laki dan seorang wanita dari Yastrib, lalu
mereka mengadakan bai’at (perjanjian) atas dasar Islam dengan Nabi. Perjanjian
ini, dikenal dengan istilah Bai’atul Aqabatil Ula (perjanjian Aqabah 1).
Bai'at
berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau
melaksanakan sesuatu yang dibai'atkan. Biasanya istilah bai'at digunakan di
dalam penerimaan seorang murid oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid
tertentu dan berpedoman terhadap bai'at sebagai suatu amanah. Akan tetapi
bai'at juga digunakan di dalam cakupan yang lebih luas dan lebih jauh dalam
menegakkan ajaran Islam, yang bukan hanya untuk mengamalkan wirid-wirid
tertentu kepada syeikh, namun yaitu untuk menegakkan perlaksanaan syariat Islam
itu sendiri .
Di
dalam Risalatul Taa'lim karangan Hassan Al Banna, dikemukakann beberapa
pemahaman dan pengertian tentang bai'at di dalam gerakan dakwah Islamiah.
Antaranya ialah:
Bai'at
untuk memahami Islam dengan kefahaman yang sebenar. Andai tiada kefahaman
terhadap Islam maka sesuatu pekerjaan itu bukanlah merupakan 'amal' untuk Islam
atau amal menurut cara Islam. Sebagaimana ia juga bukan merupakan suatu
perjalanan yang selari dengan Islam.
Bai'at
merupakan keikhlasan. Tanpa keikhlasan amal itu tidak akan diterima oleh Allah
dan perjalanannya juga pasti sahaja tidak betul di samping terkandung pelbagai
penipuan di dalam suatu perkara yang diambil.
Merupakan
bai'at untuk beramal yang ditentukan permulaannya dan jelas kesudahannya. Iaitu
yang dimulakan dengan diri dan berkesudahan dengan dominasi Islam ke atas alam.
Hal ini adalah kewajipan yang sering tidak disedari orang Islam masa kini.
Merupakan
bai'at untuk berjihad. Jihad itu menurut kefahaman Islam adalah berupa
penimbang kepada keimanan.
Merupakan
perjanjian pengorbanan bagi memperolehi sesuatu (iaitu balasan syurga).
Merupakan
ikrar untuk taat atau patuh mengikut peringkat dan keupayaan persediaan yang
dimiliki.
Merupakan
bai'at untuk cekal dan setia pada setiap masa dan keadaan.
Merupakan
bai'at untuk tumpuan mutlak kepada dakwah ini dan mencurahkan keikhlasan
terhadapnya sahaja.
Merupakan
bai'at untuk mengikat persaudaraan (sebagai titik untuk bergerak).
Merupakan
bai'at untuk mempercayai (thiqah) kepimpinan dan gerakan atau jemaah.
Pada
wilayah tugas tablighnya, Nabi Saw pergi menemui enam orang Ansar yang datang
menunaikan haji dan membacakan sebagian dari Al-Quran untuk mereka. Mereka yang
telah mendengar ciri-cirinya dari orang ahli Kitab telah yakin akan kenabian beliau
dan kemudian mereka menjadi muslim. Akan tetapi tentu saja pada saat itu,
mereka tidak memiliki tanggung jawab terhadap Nabi Saw selain sebagai penganut
Islam dan mengatakan jika situasi Yatsrib membaik, tahun depan mereka juga akan
kepada Nabi.
Dengan
kembalinya rombongan ini ke Yatsrib, isu tentang Islam di tempat itu mulai
beredar dan bertambahlah akan jumlah orang-orang yang berhasrat pada Islam.
Pada
tahun berikutnya duabelas orang jamaah haji dari kota tersebut bertemu dengan
Nabi Saw dan melakukan bai'at kepada Nabi. Perjanjian ini dinamakan
"Perjanjian 'Aqabah Pertama."
Dalam
perjanjian ini Nabi Saw menginginkan bahwa: “Janganlah kalian menyekutukan
Allah, janganlah kalian mencuri, janganlah kalian mendekati zina, janganlah
kalian membunuh anak-anak kandung kalian, janganlah kalian mencemarkan dan
menfitnah, janganlah kalian melanggar Nabi Saw pada perbuatan baik.” Kelanjutan
perjanjian ini Nabi Saw bersabda: "Jika kalian setia terhadap janji maka
imbalan kalian adalah surga, dan jika tidak maka urusan kalian (kembali) kepada
Allah, jika berkehendak Ia menghukum dan jika menghendaki Allah
mengampuni." Setelah itu Nabi memilih Mus'ab bin Umair sebagai muballigh
bagi Islam di Yatsrib.
Tahun
berikutnya tujuh puluh laki-laki dan dua perempuan penduduk Yatsrib berbaiat
kepada Nabi dan membuat janji bahwa mereka akan membela Nabi. perjanjian ini
dikenal sebagai 'Aqabah Kedua dan dimana setelahnya orang-orang Muslim mulai
hijrah ke Madinah.
Tak
lama setelah akhir dari blokade ekonomi dan politik pada kelompok Abi Thalib,
Abu Thalib dan Khadijah wafat. Ketiadaan Abu Thalib bersama dengan
faktor-faktor lain telah menyebabkan tekanan orang-orang Mekah atas Nabi Saw
kian besar, dan di sisi lain tidak ada lagi harapan akan berimannya orang-orang
dari penduduk Mekah yang lain; maka Nabi Saw menempatkankan tabligh pada
kabilah-kabilah dan kota-kota lain dalam program dan agenda yang lebih serius.
Untuk
dakwah kepada masyarakat Tha'if beliau melakukan perjalanan ke daerah tersebut
dimana beliau berhadapan dengan perlawanan kepala-kepala suku tersebut dan
kemudian kembali ke Mekah tanpa keberhasilan. Lingkungan Mekah seukuran apapun
sudah tak aman bagi beliau yang mana Nabi SAWW kembali ke kota ini dibawah
perlindungan seorang yang bernama Muth'am bin 'Adi. Akan tetapi pada periode
ini pula datang permohonan beberapa orang penduduk Yatsrib untuk mengadakan
pengukuhan Islam bagi Nabi Saw.
Orang
Pertama yang Beriman dari Yatsrib
Pada
hari-hari haji tamattu' dan umrah di bulan Rajab, Nabi Saw merasa lebih bebas
dan melakuakan tabligh di tengah kabilah-kabilah. Salah satu dari
pertemuan-pertemuan tersebut adalah Nabi Saw pergi menjumpai sekelompok
orang-orang Yatsrib yang datang untuk berhaji, dan beliau menyatakan kenabian
dirinya kepada mereka dan juga membacakan beberapa bagian dari al-Quran untuk
mereka. Mereka yang mendengar ciri-cirinya dari orang Ahlulkitab berkata pada
diri sendiri: “Inilah Nabi yang janji kedatangannya diketahui orang-orang
Yahudi.” Kemudian, oleh karena mereka mendengar perkataan Nabi Saw, hal
tersebut menghasilkan keyakinan dan hati mereka menemukan kepercayaan.
Mereka
berkata pada Nabi Saw: “Tahukah Anda bahwa antara Aus dan Khazraj terdapat
pertentangan hebat. Kami semua berada (bergantung) pada belas kasih dan
kemurahan hati Anda. Kami percaya yaitu dengan bertawakkal kepada Tuhan, untuk
saat ini Anda tetaplah tinggal di Mekah kami (akan) kembali ke kaum kami
sendiri dan menjelaskan kemuliaan serta derajat Anda, dan menyeru mereka kepada
Tuhan dan Rasul-Nya, mungkin dengan melalui ini Allah Swt akan mendamaikan
mereka dan mengharmonikan mereka satu dengan yang lain. Hari ini kami semua
terkait permusuhan dan dendam sesama kami dan jika tiada terdapat perdamaian di
antara kami, datanglah kepada kami, kami tidak dapat berkumpul (mengunjungi)
anda kembali. Sekarang kami berjanji akan kembali pada musim haji tahun depan,
Nabi Saw menyetujuinya dan mereka kembali serta menyeru kaumnya kepada Islam
secara tersembunyi.
Terdapat
sedikit perbedaan mengenai jumlah orang-orang tersebut, sebagian menganggap
mereka enam orang dan bagi sebagian lain ada kemungkinan tujuh orang.[5]
Begitulah, umumnya para sejarawan menganggap mereka semua dari suku Khazraj.
Terdapat juga Perbedaan pendapat tentang nama-nama mereka yang mana umumnya
orang-orang tersebut disebutkan dalam perjanjian itu: Abu Ammamah As'ad bin
Zurarah bin 'Adas, 'Auf bin Harits bin Rafa'ah ('Auf bin 'Ufara'), Rafi' bin
Malik bin 'Ajlan, Quthbah bin 'Amir bin Hadidah, Quthbah bin 'Amir bin Naabii
dan Jabir bin 'Idulllah Rabbab.
Dalam
hal bahwa tahapan tersebut yaitu mengenai berimannya sebagian orang-orang
madinah apakah kita menganggapnya sebagai perjanjian 'Aqabah ataukah tidak?
Terdapat perbedaan pendapat; sebagian sejarawan menganggap perjanjian 'Aqabah
ada tiga tahap pada dimana tahapan ini dianggap sebagai 'Aqabah pertama dan dua
bai'at setelahnya dianggap sebagai 'Aqabah kedua dan ketiga. Berlawanan dengan
itu; pandangan kebanyakan ahli sejarah, yang tersimpul pada dua bai'at dan
bai'at yang disebutkan sebelumnya tidak termasuk pada dua perjanjian 'aqabah.
Nampaknya pendapat ini adalah lebih baik; karena dalam masalah ini, orang
Yatsrib tidak punya kewajiban apapun terhadap Nabi dan hanya berikhtiar akan
Islam, berbeda dengan dua tahapan berikutnya yang setiap masing-masing boleh dianggap
mendapat kewajiban-kewajiban dari orang-orang Yatsrib.
Baiat
ini dikenal juga sebagai “bai'atun nisa'”; dan ini kemungkinan adalah oleh
karena bai'at beliau seperti bai'at yang Nabi Saw lakukan kepada para
perempuan; karena hingga hari itu Nabi Saw belum sampai bertugas untuk
berperang dengan orang-orang kafir dan musyrik oleh sebab itu dalam berbaiat
dengan mereka tidak terdapat syarat berperang.
Orang-orang
beriman ingin Nabi mengirim seorang muballigh bagi mereka untuk mengajarkan
Quran dan Islam kepada mereka dan orang-orang Yatsrib. Rasulullah Saw
memberikan tugas tersebut kepada Mus'ab bin 'Umair yang baru remaja, sebelum
Islam Mus'ab dimuliakan dan disayangi orang tuanya dan memiliki kehidupan yang
mewah, ketika memilih Islam orang tuanya meninggalkannya dan mengucilkan
dirinya, pemuda ini hidup bergabung dengan Nabi Saw serta terbelit penderitaan
dan kesulitan, kondisi dan keadaannyapun terbalik (dengan keadaan sebelumnya).
Perjanjian
'Aqabah Dua
Setelah
perjanjian 'Aqabah Pertama, Islam berkembang di tengah penduduk Yatsrib, tahun
berikutnya, Mush'ab bin 'Umair bersama dengan sekelompok orang Muslim Yatsrib
datang ke Mekkah untuk bertemu dengan Nabi Saw, terdapat pula sekelompok yang
belum beriman ikut bersama mereka. Mereka inilah yang membuat perjanjian dengan
Rasulullah Saw yang di pertengahan hari-hari Tasyriq dan di 'Aqabah bertemu
satu sama lain. Malam itu, dengan pelan-pelan dan tersembunyi tanpa diketahui
orang-orang kafir, mereka datang ke 'Aqabah. Jumlah mereka tujuh puluh orang laki-laki
dan dua orang perempuan yang bernama Nasibah Binti Ka'ab dan Asma dari Bani
Salamah.
Abbas
paman Nabi yang menyertai beliau pada pembukaan kata mengatakan: “Wahai kaum
Khazraj (pada saat itu orang-orang Mekah menganggap kedua suku Khazraj dan Aus
adalah satu dan mereka dianggap Khazraj) sebagaimana kalian ketahui Muhammad
adalah orang yang mulia dan istimewa di tengah kami dan Ia ingin bergabung
dengan kalian; jika kalian telah memutuskan demikian setialah pada janji kalian
sendiri dan bela serta lindungilah Ia karena ini adalah untuk kalian dan masa
depannya. Dan jika kalian bermaksud menghianatinya, maka saat ini juga
tinggalkanlah Ia dimana ia dalam keadaan aman dan terhormat.”
Namun
terdapat beberapa peneliti yang dalam hal ini menolak bahwa pembicara tersebut
adalah Abbas paman Nabi; karena waktu itu dia masih musyrik dan waktu-waktu
berikutnya ia berperang melawan pasukan Islam dalam perang Badar.
Selanjutnya,
orang-orang Yatsrib menghadap Nabi dan berkata: “Engkau wahai Nabi Allah! Apapun
yang engkau inginkan dari kami untuk diri engkau dan Tuhan engkau, katakanlah.
Nabi berkata dan membacakan Quran serta memuji Islam. Kemudian berkata: kalian
harus melindungi dan mempertahankan aku sebagaimana kalian melindungi anak-anak
dan perempuan-perempun kalian. Setelah itu Bara' bin Ma'rur memegang tangan
Nabi dan berkata: demi Tuhan yang Hak yang mengutus Anda, kami akan melindungi
Anda seperti kami melindungi anak-anak (dan keluarga) kami sendiri.” Dan dengan
demikian kaum Ansarpun berubah menjadi pembela Nabi dan mereka melaksanakan
untuk Islam dengan segala keteguhan hati dan penuh kesetiaan.
Berbai'atnya
Nabi Saw dengan Kaum Ansar
Setelah
bai'at, sebagian kaum Ansar merasa takut jika mereka membela Nabi, akan tetapi
setelah kemenangan, Nabi kembali ke kaumnya sendiri dan membiarkan mereka; Abul
Hisam bin Taihan Khattab berkata kepada Nabi: wahai Nabi Allah apa yang akan
kami lakukan di antara kami dan masyarakat dengan cabang-cabangnya (sosial dan
ragam kehidupan) yang berkelanjutan jika Tuhan memenangkanmu dan engkau kembali
ke tengah kaummu sendiri dan engkau membiarkan kami dengan keadaan kami
sendiri? Nabi berkata dengan satu senyuman:
«بل الدم
الدم و الهدم الهدم، أنتم منی و أنا منکم، أسالم من سالمتم و أحارب من حاربتم»
Bahkan
akan membutuhkan (cucuran) darah dan kehancuran setelah kehancuran
(perbandingan dan tindakan semacamnya) kalian dari Aku dan Aku dari kalian,
dengan siapapun yang akan kalian perangi (akan) aku perangi dan dengan siapapun
kalian berdamai dan berdampingan aku (pun akan) berdamai.
Pemilihan
Ketua
Akhirnya
Nabi Saw menerima duabelas orang dari mereka sebagai perwakilannya dan
penanggung jawab urusan-urusan kaum Ansar: "Duabelas delegasi kalian pilih
yang akan melaksanakan urusan kaum kalian" kemudian beliau berkata pada
mereka: "Urusan kaum kalian adalah kalian sendiri dan kalian adalah
pembimbing mereka seperti orang-orang Hawariunnya Isa bin Maryam, dan akupun
adalah pembimbing kaumku sendiri" dan mereka berkata: "Demikianlah
(seharusnya)".
………………..
Bai'at
'Aqabah Kedua
Bai'at
'Aqabah II (622 M) adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad terhadap 73
orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib pada waktu tengah malam. Wanita itu
adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy. Perjanjian ini
terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush’ab bin ‘Umair kembali ikut
bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk
Islam.
Mereka
menjumpai Muhammad di ‘Aqabah pada suatu malam. Muhammad datang bersama
pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib. Ketika itu Al ‘Abbas masih musyrik,
hanya saja ia ingin meminta jaminan keamanan bagi keponakannya Muhammad, kepada
orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang angkat
bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Al Qur'an
dan menyerukan tentang Islam.
Kemudian
Muhammad rosululloh membaiat orang-orang Yatsrib itu . Isi baiatnya adalah:
Untuk
mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka
benci.
Untuk
berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
Untuk
beramar ma’ruf nahi munkar.
Agar
mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
Agar
mereka melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita-wanita dan
anak-anak mereka sendiri.
Setelah
baiat itu, Muhammad kembali ke Makkah untuk meneruskan dakwah. Kemudian ia
mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang dirasa
semakin keras. Maka Muhammad memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk
berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka
berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui
kepindahan mereka.
Pada
waktu itu, orang pertama yang berhijrah adalah Abu Salamah bin ‘Abdil Asad dan
Mush’ab bin ‘Umair, serta ‘Amr bin Ummi Maktum. Kemudian disusul oleh Bilal bin
Rabah Sa'ad bin Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatthab berhijrah.
Mereka berhijrah di dalam rombongan dua puluh orang sahabat. Tersisa Muhammad,
Abu Bakr, ‘Ali bin Abi Thalib dan sebagian sahabat
……………
BAI’AT
NII
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Bismillahi
tawakkalna ‘alallah, lahaula wala quwwata illa billah!
Asjhadu
an-la ilaha illallah, wa asjhadu anna Muhammadar Rasulullah.
Wallahi.
Demi Allah!
1.
Saja menjatakan Bai’at ini kepada Allah, dihadapan dan dengan persaksian
Komandan Tentara/Pemimpin Negara, jang bertanggung djawab.
2.
Saja menjatakan Bai’at ini sungguh-sungguh karena ichlas dan sutji hati,
lillahi ta’ala semata-mata, dan tidak sekali-kali karena sesuatu diluar dan
keluar daripada kepentingan Agama Allah, Agama Islam dan Negara Islam
Indonesia.
3.
Saja sanggup berkorban dengan djiwa, raga dan njawa saja serta apapun jang ada
pada saja, berdasarkan sebesar-besar taqwa dan sesempurna-sempurna tawakal
‘alallah, bagi:
a.
Mentegakkan kalimatillah—li—I’lai Kalimatillah—; dan
b.
Mempertahankan berdirinja Negara Islam Indonesia; hingga hukum Sjari’at Islam
seluruhnja berlaku dengan seluas-luasnja dalam kalangan Ummat Islam Bangsa
Indonesia, di Indonesia.
4.
Saja akan tha’at sepenuhnja kepada perintah Allah, kepada perintah Rasulullah
dan kepada perintah Ulil Amri saja, dan mendjauhi segala larangannja, dengan
tulus dan setia-hati.
5.
Saja tidak akan berchianat kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada Komandan
Tentara, serta Pemimpin Negara, dan tidak pula akan membuat noda atas Ummat
Islam Bangsa Indonesia.
6.
Saja sanggup membela Komandan-komandan Tentara Islam Indonesia dan Pemimpin-pemimpin
Negara Islam Indonesia, daripada bahaja, bentjana dan chianat darimana dan
apapun djuga.
7.
Saja sanggup menerima hukuman dari Ulil Amri saja, sepandjang ke’adilan hukum
Islam, bila saja inkar daripada Bai’at jang saja njatakan ini.
8.
Semoga Allah berkenan membenarkan pernjataan Bai’at saja ini, serta berkenan
pula kiranja Ia melimpahkan Tolong dan Kurnia-Nja atas saja sehingga saja
dipandaikan-Nja melakukan tugas sutji, ialah haq dan kewadjiban tiap-tiap
Mudjahid: Menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia! Amin.
9.
Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!
Sapta
Subaya 7 janji itu berbunyi:
1.
Seorang tentara Islam harus berdisiplin
2.
Seorang tentara islam Indonesia harus berani
3.
Seorang tentara Islam Indonesia harus jujur dan hemat
4.
Seorang tentara Islam Indonesia harus bijaksana
5.
Seorang tentara Islam Indonesia harus membela sesama mujahid
6.
Seorang tentara Islam Indonesia harus membela Komandan Tentara Islam Indonesia
dan sebagai tulang punggung NII
7.
Seorang tentara Islam pantang menyerah.
……………………..
Sumpah
Setia 47 Ronin - Samurai
“Aku
takkan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Aku takkan berdoa, kecuali meminta
maaf kepada surga, atas pembunuhan yang akan kulakukan, asal keadilan
ditegakkan. Aku takkan berhenti, bahkan sejatinya aku tahu kita akan menghadapi
kematian” begitu sumpah Oishi, pemimpin gerombolan Ronin sebelum menuntut
balas.
Manusia
memang butuh keberanian, tapi keberanian juga butuh pelatuk yang bisa
membuatnya membakar; menerabas ketakutan bahkan kematian. Disinilah peran
Bushido diperlukan. Dalam ajaran yang dipegang teguh para Samurai itu,
dituangkan dengan tegas, bahwa setiap ksatria harus memegang 7 (tujuh) prinsip
dasar Bushido, ‘gi’ atau pengambilan keputusan berdasarkan kebenaran, ‘yu’ atau
keberanian dan ksatria, ‘jin’ atau murah hati dan mencintai sesama, ‘re’ atau
santun dan bertindak benar,‘makoto’ atau bersikap tulus tanpa pamrih, ‘meiyo’
atau menjaga kehormatan, dan yang terakhir yang tidak kalah penting adalah
‘chugo’ atau loyal.
Dalam
kisah 47 Ronin yang kini difilmkan, setidaknya pesan-pesan itu yang ingin
disampaikan.
47
ronin samurai dengan sekali aqad (stempel darah), TNI dan institusi lainnya
dengan sumpah jabatannya bs menghasilkan etos kerja yg militansi. Lah kita
secara permukaan dalam 5x sehari aqad (iftitah dlm shalat adalah bentuk aqad),
tapi dalam perilaku sehari" jauh panggang dari asap.
Permukaan
dalam sdh 5x sehari aqad, permukaan luar nya sudahkah aqad?
Orang-orang
diluar dan institusi-institusi yg ada, wlwpun tawalla, mereka ber aqad utk
membuktikan komitmen mereka trhdp sesuatu yg diyakini kebenarannya. Lah kita
ummat islam (ngakunya begitu) malah takut utk ber aqad mengikat diri nya dengan
"organisasi" yg diyakini bs membentuk system yg sempurna, jannah.
.......
AQAD YANG MANA YANG SESUAI DENGAN
ALQURAN? .....
Posting Komentar
Posting Komentar