MENIKAH dengan ALQURAN


"Nikah itu sunnahku, barangsiapa yang tidak suka, bukan golonganku" (HR. Ibnu Majah, dari Aisyah r.a.)

PASTI ALAM
AKAD NIKAH JASAD RUMAHTANGGA PRIBADI (SUAMI ISTRI),

UNGKAPAN BUAT BUDAYA
AKAD NIKAH DENGAN ILMU ALLAH, RUMAHTANGGA KORPS, RUMAHTANGGA MUKMIN, korps titik-titik MASJID jumatan, idul fitri, idul adha………

Secara PERMUKAAN DALAM, setiap hari kita melakukan AQAD dalam shalat Tahajjud maupun Mauqutan, dll…inni wajjahtu….dst

Secara PERMUKAAN LUAR, …………………………………
  • Tidak ada kelahiran (hasil perbuatan, System Ekonomi Zakat) tanpa ada kehamilan
  • Tidak ada kehamilan (paham/memaknai ILMU) tanpa ada persetubuhan
  • Tidak ada persetubuhan (ratil/study dan kaifiat shalat Tahajud) tanpa ada pernikahan
  • Tidak ada pernikahan (ijab qabul/aqad nikah/sumpah setia terhdp ILMU) tanpa ada rasa cinta
  • Tidak ada rasa cinta tanpa ada perkenalan/ta’aruf
  • Tidak ada ta’aruf (perkenalan dgn ILMU, Pengantar Study Alquran) tanpa ada pertemuan
  • Tidak akan pernah ada pertemuan tanpa ada hasrat (desire, keinginan)

Rasa cinta ingin mencari jodoh ILMU yg benar, terus mencari bak Salman Al Farisi dari negeri nan jauh mendatangi ILMU yang haq.

Keinginan untuk hidup benar, kemudian mencari ILMU dan akhirnya bertemu dengan ILMU, maka terjadilah perkenalan dengan ILMU, setelah kenal kemudian timbul rasa cinta (ini sangat penting, asyaddu hubban), setelah cinta mantap saling melamar dan terjadilah aqad nikah ILMU, kemudian bersetubuh rattil dan shalat tahajjud, yang mudah-mudahan menjadi hamil ILMU paham ILMU (Allah akan meniupkan RUH ILMU selama tata tertib persetubuhannya kita lakukan), Inshaa Allah akan terlahirlah GHULAMAN ZAKIYYA, system ekonomi zakat...

Kita sudah melakukan pertemuan (dialog komparasi study) dan perkenalan/ta'aruf (perkenalan dgn ILMU, 14 BAB Pengantar Study Alquran)...baru perkenalan lho...masih jauh panggang dari api...kapan matangnya?

Surat Maryam ayat:
19. Ia Jibril berkata, sesungguhnya aku hanyalah diutus untuk memberikan pemahaman ILMU ALLAH kepadamu, untuk memberimu pemahaman keILMUan tentang pembentukan korps yang bersystem ekonomi zakat bak seorang laki-laki dewasa (ghulaman) yang tidak ketergantungan dengan system ekonomi riba blok barat maupun blok timur (zakiya/bersih dr ketergantungan).(DEPAG: Ia (jibril) berkata: "Sesungguhnya aku ini hanyalah seorang utusan Tuhanmu, untuk memberimu seorang anak laki-laki yang suci." )

20.Maryam berkata, bagaimana membentuk korps yg diibaratkan sebagai ghulaman zakiya, sedangkan keILMUan pun aku tidak menguasai, belum tersentuh oleh keILMUan, aku bukanlah seorang yang ingin mencampur adukan antara ILMU NUR dan ILMU DZULUMAT! (DEPAG: Maryam berkata: "Bagaimana akan ada bagiku seorang anak laki-laki, sedang tidak pernah seorang manusiapun menyentuhku dan aku bukan (pula) seorang pezina!") 

21. Jibril berkata: "Demikianlah." Tuhanmu berfirman: "Hal itu adalah mudah bagiKu; dan agar dapat Kami menjadikannya suatu tanda bagi manusia dan sebagai rahmat dari Kami; dan hal itu adalah suatu perkara yang sudah diputuskan."

22. Maka Maryam menghamilkan/memahamkan nya lah ILMU itu kepada korps nya (hamalat hu, hu adalah ghulaman zakiya), mengasingkan diri untuk shalat (ratil dan tahajud) demi memahami makna” ILMU ALLAH (proses pengasingan diri yusuf sumur/penjara, yunus perut ikan, zakaria 3 hari mihrab, muhammad gua hiro, dst).( Maka Maryam mengandungnya, lalu ia menyisihkan diri dengan kandungannya itu ke tempat yang jauh.)
…………………………………

QS 5: 1. Hai orang-orang yang beriman, penuhilah aqad-aqad itu….
QS 16:91. Dan tepatilah perjanjian dengan Allah apabila kamu berjanji dan janganlah kamu membatalkan sumpah-sumpah(mu) itu, sesudah meneguhkannya, sedang kamu telah menjadikan Allah sebagai saksimu (terhadap sumpah-sumpahmu itu). Sesungguhnya Allah mengetahui apa yang kamu perbuat.
92. Dan janganlah kamu seperti seorang perempuan yang menguraikan benangnya yang sudah dipintal dengan kuat, menjadi cerai berai kembali, kamu menjadikan sumpah (perjanjian) mu sebagai alat penipu di antaramu, disebabkan adanya satu golongan yang lebih banyak jumlahnya dari golongan yang lain . Sesungguhnya Allah hanya menguji kamu dengan hal itu. Dan sesungguhnya di hari kiamat akan dijelaskan-Nya kepadamu apa yang dahulu kamu perselisihkan itu.
93. Dan kalau Allah menghendaki, niscaya Dia menjadikan kamu satu umat (saja), tetapi Allah menyesatkan siapa yang dikehendaki-Nya dan memberi petunjuk kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan sesungguhnya kamu akan ditanya tentang apa yang telah kamu kerjakan.
94. Dan janganlah kamu jadikan sumpah-sumpahmu sebagai alat penipu di antaramu, yang menyebabkan tergelincir kaki (mu) sesudah kokoh tegaknya, dan kamu rasakan kemelaratan (di dunia) karena kamu menghalangi (manusia) dari jalan Allah; dan bagimu azab yang besar.
.....................

NIKAH (Dasar, Tujuan, Teknik serta Managemen nya)
Berangkat dari istilah aqdun nikah/uqdatun nikah yang sudah dibakukan menjadi bahasa Indonesia dengan kata "akad nikah". Definisi Istilah akad nikah ini adalah saling mengikat janji untuk membentuk membangun pasangan kehidupan. Secara bahasa, Aqada – yaqidu – aqdan/uqdatan artinya ‘aahada = ikatan janji. Kata Annikah dari nakaha – yankihu - nikahan, artinya zawwaja/tazawwaja = membentuk atau membangun pasangan kehidupan.

Yang menjadi masalah siapa yang saling mengikat janji itu? Atau antara siapa dengan siapa? Tidak bisa bahasa aqdun nikah menurut bahasa demikian saja artinya, nominal bahasa hanya mampu seperti itu. Jadi bukan lagi wewenang bahasa! Jadi bahasa belum jelas, hanya wadah antara siapa dengan siapa? Bukan lagi wilayah bahasa, tapi sudah kepada wilayah makna. Makanya kita cari ayat Alquran untuk masuk ke wilayah makna ini.

Katakanlah Surat Albaqarah ayat 221:
- walaa tankihuuu almusyrikaati hattaa yu’minna;
Dan janganlah kalian laki-laki (yang ber-Iman), apa yang ber-Iman? Yang ber ‘aqdun bil qalbi wa iqraarun bi lisaani wa ‘amalun bil arkan (yang isi hati ucapan dan tindakannya hanya memenuhi ketentuan Allah di dalam Alquran mengikuti teladan pola kehidupan Rasulullah nabi Muhammad, untuk mudahnya yang satunya hati pikiran ucapan dan perbuatan dengan AQMSR? Atau lebih mentereng yang berpandangan dan sikap hidup dengan AQMSR, yang mana pun benar, itu yang dimaksud orang ber-Iman. Jadi yang disuruh dalam ayat ini yaitu laki-laki yang ber-Iman; “Janganlah kalian membangun atau membentuk pasangan kehidupan dengan wanita-wanita  musyrik (ingat akar kata nisaa’ sama dengan insaan dan naas /manusia, ingat pembahasan bab klasifikasi pada Materi Basic, PSA, bahwa seluruh manusia adalah posisinya sebagai wanita dihadapan Alquran yang diibaratkan sebagai laki-laki), kecuali kalian bikin sama ber-Iman. Dilarang oleh Allah, tidak boleh nikah beda agama, Allah dalam Alquran melarang pernikahan lintas Agama, jadi harus dilingkungan Agamanya masing-masing, itu jika untuk bahasa Indonesia memakai istilah Agama! Tapi kalau Alquran tidak membicarakan Agama, dalam Alquran tidak mengenal istilah Agama tapi membicarakan tentang Iman. Jadi nikah itu harus sama se-Iman, sepandangan dan sikap hidup dengan AQMSR. Kecuali revolusikan dulu wanita tadi menjadi ber-Iman, jika tidak bisa.....

- wa la amatun mu’minatun khayrun min musyrikatin walaw a’jabatkum;
Sungguh amat yang ber-Iman, adalah pendamping pasangan hidup yang seindah-indahnya menurut Allah dibanding wanita-wanita musyrik, walaupun si wanita musyrik ini, kecantikan wajahnya/kemolekan tubuhnya mempesona kalian (laki-laki ber-Iman)….Sungguh janganlah dinikahkan ILMU ini dengan pengkaji yang masih dualisme walaupun mereka mempunyai anting-anting dzulumat (bergelar Insinyur, Professor, dll), kaya dan pintar menurut ukuran normative.

- walaa tunkihuu almusyrikiina hattaa yu’minuu;
Sekarang untuk orang tua/wali ber-Iman, disini ada perubahan bentuk kata tadi walaa tankihuu > nakaha- yankihu (kepada laki-laki ber-Iman), sekarang walaa tunkihuu siapa yang dilarang? Yang dilarang orang tua wali yang ber-Iman! Orangtua/wali dari anak gadis mu’minat. Kenapa orangtua wali yang di larang? Sebab ini sudah berubah, sudah intiqali dhamir dr tsulatsi mujarrad kk3hp menjadi ‘ala wazni af’ala yuf’ilu > ankaha yunkihu.... jadi sebaliknya kalian orangtua/wali mu’min/ yang ber-Iman jangan sekali-sekali menikahkan anak kalian (yang mu’minat) dengan yang musyrik, kecuali kalian giring dulu calon menantumu menjadi sama se-Iman, klo tidak mampu…

- wa la’abdun mu’minun khayrun min musyrikin walaw a’jabakum
sungguh laki-laki mu’min namun status sosialnya budak (karyawan, tidak dipandang sebelah mata, diremehkan orang), adalah benar-benar pendamping hidup atau suami yang seindah-indahnya, banding laki-laki musyrik walaupun ketampanan wajahnya kegagahan tubuhnya menambat hati kalian.

- Uwlaa-ika yad’uuna ilaa an-naar
Mereka adalah orang-orang yang akan menggiring kalian kedalam kehidupan Jahannam/system ekonomi riba, bagaikan api si jago merah panas membara membakar musnah menghanguskan segenap kehidupan.

- Wa Allaahu yad’uu ilaa al-jannah
Allah akan mengundang rumah tangga yang dibangunnya, melalui akad nikahnya. Satu kehidupan rumah tangga Al–Jannah ...di dunia ini seperti yang telah diwujudkan oleh Rasulullah Nabi Muhammad, Baytii Jannatii. Kehidupan rumah tanggaku adalah surgaku didunia ini. Jadi di muka bumi ada AL–Jannah. Itu pernyataan Rasul.... Yaitu satu wujud kehidupan yang bagaikan taman merindang panen kebahagiaan dan kepuasan dengan ILMU ALLAH AQMSR-NYA

Bila anggota rumah tangga ini wafat, pasti mendapat nilai mati Khusnul Khatimah. Kearah mendapat nilai kubur yang kemudian kepastiannya Wa fil Akhirati Hasanah. Jadi dengan demikian akad nikah adalah berdasar Alquran menurut contoh Sunnah Rasul Nabi Muhammad. Nikah itu Sunnahku (Kata Rasulullah). Siapa yang tidak mau melaksanakan Sunnahku Bukan umatku, Yaitu perilaku hidup didalam rumah tangganya atau orang yang tidak mau mengikuti Sunnah Rasul tidak bisa dipertanggung jawabkan dihadapan kemanusiaan dan dihadapan Allah kelak itu yang dimaksud bukan ummat ku.....

Jadi Berdasar ayat alQuran dan hadist tadi maka akad nikah pengertiannya menjadi = Ikatan janji antara mu’min dan mu’minat oleh wali yang juga mu’min dihadapan minimal 2 saksi juga mu’minin dengan satu mahar saksi mati dan ucapan ijab kabul. Untuk membentuk atau membangun kehidupan rumah tangga memenuhi perintah Allah didalam Alquran mengikuti contoh pola teladan kehidupan Rasulullah Nabi Muhammad.

itulah pengertian akad nikah. Sekarang apa dasar nikah?! Kedua calon mempelai. Sebelum melakukan akad nikah sudah memiliki pandangan dan penilaian berdasar Ilmu Allah AQMSR bahwa kehidupan ini diciptakan oleh Allah dalam satu rancang bangun dan kepastian. Inna kulla syaun kholaqnahu min qadarin... Semua ujud ciptaan Allah ini diciptakan melalui satu blueprint lebih dahulu.....satu rancang bangun dengan satu kepastian... Jadi sebelum akad nikah harus lebih dulu punya program. Jadi tidak langsung ketemu, langsung akad nikah! Enggaklah.....

Selanjutnya penilaian yang lain dari dasar nikah ini....Inna kholaqna Qulla Syain jauzaini... Allah menciptakan apapun, berpasangan. Mengandung unsur positif/Alquran dan negative/manusia, terang gelap, laki-laki/Alquran dan perempuan/manusia, hidup mati, sehat sakit, dst.. zawjayni.

Nah ini minimal punya pandangan tentang ini, dasar ini. Bahwa kita pun dalam sosial budaya dalam berperadaban harus kesana, yaitu memenuhi sunnah Rasul atas perintah Allah membentuk pasangan hidup. Sebagai suami istri dalam satu wadah rumahtangga korps melalui akad nikah. Istilah dasar nikah sederhana, jadi lebih dulu punya pandangan penilaian tentang pentingnya kehidupan rumah tangga untuk pasangan hidup dengan Alquran untuk membesarkan budaya.

Kemudian teknik nikah. Nikah sendiri adalah teknik dalam arti pembinaan. Disamping pembinaan islam yang 5. Buniyal islam ‘alaa khamsin....syahadat- shalat – zakat – shaum – Hajj.

Akad nikah salah satu pembinaan untuk menbangun penataan rumahtangga. Nabi menyatakan....Idza tazawwaja al abdu faqod istaf’ala hisfaddin.... Apabila seorang hamba Allah mu’min dan mu’minat melalui akad nikah membentuk kehidupan rumahtangga/ penataan hidup berumahtangga, sungguh mereka sudah menyelesaikan setengah dari Dinul Islam.

Jadi Al abdu dengan akad nikah menjadi Al-Baytu. Al Baytu mudah-mudahan seperti Bayt nabi, Bayt Jannah. Maka bertaqwalah kepada Allah dalam melaksanakan 2 sisa nya yaitu al madinah dan al ummah. Madinatul munawarah dan ummatan wahidatan....

Jadi penataan itu ada 4 :
- Al abdu
- Al baytu
- Al madinah
- Al umah
Pembinaan utama ada 5 syahadah, shalat , shaum , zakat , Hajj
Akad nikah salah satu pembinaan untuk menbangun penataan rumah tangga mu’min dan mu’minat. Berarti akad nikah peningkatan dari penataan individu, artinya kedua mempelai. Sebelum akad nikah sudah menata diri dalam organisasi pribadi, memenuhi ketentuan ILMU ALLAH AQ MSR-NYA. Makan minum berpakaian segala-segala sudah berpedoman dengan ilmu Allah AQMSR begitu semestinya. Ketemu lawan jenis sama setuju, cinta, melalui akad nikah membangun penataan hidup rumah tangga. Ada peningkatan makanya persyaratan untuk nikah harus bulugh/baligh/sudah mengerti pilihan si dua satu. Baik secara anatomis Biologis/pasti alam maupun secara kesadaran berfikir/ungkapan budaya, jadi itu teknik nikah. Yaitu islam binaun dan islam dinun. Binaul Islam kearah dinul Islam.



Apa Tujuan Nikah?

Tidak lepas dari Al ihsan anta’ buda-llaha ka-annaka taraahu fa-in lam takun taraahu fa-innahu yaraaka. Hendaknya kalian dalam berumahtangga bertujuan senantiasa mengabdikan diri dalam penataan rumah tangga memenuhi ketentuan ilmu Allah. Harmonis otomatis datang sendiri, kalau tujuan rumah tangganya senantiasa mempertahankan kondisi memenuhi ketentuan ilmu Allah. Harmonisasi tentram aman damai sejahtera datang sendiri seperti pernyataan nabi yaitu Baytii Jannatii. Dijamin rumahtangganya itu Barokallah fidunya wal akhirah. Fidunya hasanah wafil akhirati hasanah. Kemudian Management rumah tangga.

Apa managemen rumahtangga?

Instruksi Allah melalui ILMU-NYA, bukan faktor-faktor lingkungan yang mendorong mu’min mu’minat melakukan akad nikah, tetapi semata-mata merasa diperintah oleh Allah didalam Alquran untuk mengikuti contoh rumah tangga Rasulullah nabi Muhammad. Tidak boleh ada instruksi lain yang mendorong kalian melakukan akad nikah. Tapi semata-mata merasa diperintah oleh Allah. Otomatis takut terjerumus kedalam maksiat. Jadi memenuhi managemen Allah di dalam Alquran untuk mengikuti bentuk contoh kehidupan perilaku Rasulullah.

Itu hal-hal secara singkat tentang nikah :
- Dasar Nikah
- Teknik Nikah
- Tujuan nikah
- Kemudian Management nikah
Sehingga Kalau dijabarkan pada posisi kondisi hidup. Allahu Rabbi, Walquranu innami wa muhammadun nabiyi war rosulihi wal islamu dini . wal ka’batu kibali walmuslimun ikhwani. Tidak lepas tadi strukturalnya. Demikian dasar, teknik, tujuan dan managemen nikah. Kemudian perlu dikemukakan, yaitu motivasi nikah. Apa Motivasi nikah?

Nabi memberi :
  • li jamaliha : fisik . Kecantikan wajah/kemolekan tubuh atau ketampanan wajah/ kegagahan tubuh.
  • li nasabiha : Status keturunan/social (nasab ilmu)
  • li maaliha : status ekonomi, harta kekayaaan (berpondasi kepada system ekonomi zakat)
  • li-imaniha/li diniha : Rasulullah nabi muhammad berpesan hendaknya motivasi nikah kalian adalah yang ke 4 . li-imaniha/li diniha. Demi Iman Demi Dinul Islam

Jikalau motivasi nikah ini demikian yaitu demi dinul Islam/demi Iman terjamin oleh Allah barokallahu fiddunya wal akhirat.

Kemudian apa saja fungsi rumah tangga yang dihasilkan/dicapai melalui akad nikah?
  • Fungsikan rumah tangga hasil akad nikah sebagai lembaga famili yaitu lembaga alih generasi yang mu’min dan shalih mu’minat dan shalihat.
  • Fungsikan rumah tangga ini sebagai baytun qurata a’yun, rumah tangga sebagai lembaga hiburan pelipur lara/penawar isi dada dikala duka, pendingin hati dikala sedih, penyejuk kalbu diwaktu rindu.
  • Fungsi rumah tangga sebagai lembaga hukum

Jadikan rumah tangga ini walaupun lingkupnya kecil, berbuat kehidupan untuk mewujudkan hukum objektif dari Allah melalui pembinaan shalat khususnya. Menjadi alternatif subjektif untuk mewujudkan hukum yang positif sehingga dalam ruang rumah tangga ini, wilayahnya itu tercipta kedamaian, keadilan, ketentraman, dan kesejahteraan.

Kemudian fungsikan juga rumah tangga ini yang bisa sebagai lembaga santunan, lebih dahulu lembaga ekonomi, yaitu rumah tangga yg di bangun harus balance seimbang antara pendapatan dengan pengeluaran. Malahan harus ada cadangan untuk santunan kearah sosial.

Fungsikan pula rumah tangga sebagai lembaga kesehatan, yaitu shihhatul qalbi, shihatul aqli, shihatul jasad. Faktor shihhat itu meliputi sehat tanggapan hati, sehat alam pikiran dan sehat jasmani.

Fungsikan rumah tangga kalian menjadi pusat kesehatan lingkungan.

Yang terakhir fungsikan rumah tangga ini sebagai lembaga pendidikan. Nah ini yang terpenting kalau rumah tangga yang dibangun ini, maka fungsikan segera menjadi lembaga pendidikan AQMSR. Cemerlangkanlah kehidupan rumah tangga ini dengan rattil/study Alquran dan perlakuan shalat tahajjud, kemudian shalat 5 waktu maupun shalat-shalat yang lainnya sebagai penjagaannya.

Apabila rumah tangga ini sudah berfungsi sebagai lembaga rumah tangga pendidikan maka silahkan studylah Alquran. Jikalau Alquran ini bagaikan makanan penguat hidup kita, santaplah sekenyang-kenyangnya di meja study/rattil. Apabila Alquran ini ibarat minuman penyegar kehidupan, reguklah sehingga menyegarkan hidup kita.

Dengan memfungsikan rumahtangga seperti tersebut, maka kita bisa mengambil pedoman kehidupan tentang apa dan betapa akad nikah yang membangun rumahtangga seluas-luasnya langsung dari Alquran. Dan dijadikan kajian untuk bekal berumahtangga kita.

Jadi kesimpulannya, rumahtangga yang dibangun itu harus benar-benar Sakinah mawadah warahmah. Rumah tangga Al-jannah. Rumah tangga yang hasanah fiddunya hasanah fil akhirat.

Silahkan layarkan bahtera rumahtangga ini, disamudera kehidupan ini, jadilah suami bagaikan nakhoda dalam bahtera itu sedangkan istri penaka mu’alim. Kendalikan kemudi, arahkan tujuan hadapi gelombang dan badai kehidupan ini, capailah pantai cita di nusa harapan dalam benua IMAN, kompas perjalanannya hanya ‘ILMU Allah AQMSR. In Syaa Allah rumah tangga kita akan memenuhi rumahtangga yang di bangun oleh Rasulullah nabi Muhammad.

Secara pasti alam, bagi yang sudah terlanjur menikahi yang tak sepandangan dan setujuan AQMSR masih diperintah untuk jaddiduu imaanakum wa jaddiduu nikahakum..kalau gak bisa juga diperbaiki, bagaimana mas..?

berarti bangunan rumahtangga yang tidak berdasar Ilmu-NYA, bisa dikatakan hanya sebatas legitimasi kumpul k**o! Legalisasi perzinahan massal! (ma'af klo terlalu kasar).
Bisa tercapai tujuan kalau tidak sehaluan, kalau tidak se-Iman, seP+SH?
Kalau sudah terlanjur tidak bisa diperbaiki, berarti rumahtangga yang dibangunnya hanya ajang penyaluran hasrat biologis saja! Hanya legal dan legitimated, banding berbuat zina dari sudut pandang kebanyakan manusia saja!

Bagaimana dari sudut pandang Allah melalui ILMU-NYA?
Tinggal bertanya:"ahabba ilaikum minallahi wa rasulihi wa jihadin fi sabilihi (Qs: 9;24)?!

Ankahtuka wa Zawwajtuka Makhtubataka, …binti …, alal Mahri….
Wahai, saya nikahkan anda, …binti…, yaitu saya pasangkan anda dalam kehidupan ini dengan berdasar yang Allah perintahkan didalam AQMSR-NYA. Untuk membangun satu kehidupan rumahtangga yang diundangkan memenuhi dinul-Islam di dalam satu peredaran menuju perwujudan terakhir dengan mahar sedemikian!

Qobiltu Nikahaha wa Tazwijaha alal Mahril Madzkuur wa Radhiitu bihi, Wallahu Waliyut Taufiq.

Bandingkan dengan redaksi ijab Kabul dari KUA, DEPAG, mana sakral nya, tidak membawa Allah, tidak membawa Alquran, tidak membawa sunnah Rasul, tidak membawa Islam! Masih lebih baik mana dengan orang nasrani? Yang pas menurut sunnah Rasul nabi Muhammad : "yaa 'aliy uzawwijuka wa ankahtuka ibnatiy fatimah azzahra bimaa amarallahu bihi bi imsakin bi ma'rufin au tashliihin bi ihsaanin ilaa yaumid diin bi mahrin bikadza!"...maknanya seperti yang ditulis sblmnya dengan jawaban: "Saya terima nikahnya yaitu menjadi pasangan kehidupannya, berdasarkan yang Allah perintahkan didalam AQMSR-NYA, untuk membentuk satu kehidupan rumahtangga yang diundangkan memenuhi dinul-Islam dalam satu peredaran kehidupn mencapai tujuan terakhir dengan mahar sedemikian!"

Bisa dijadikan rujukan surat Al-Mumtahanah ayat 10: “wahai kalian yang telah menyatakan mau serta siap menjadi pembela pejuang dan pelaksana ‘ILMU Allah AQMSR-NYA, apabila para wanita yang ber-Iman mendatangi kalian sebagai muhaajirat (para wanita yang berpindah kehidupan memenuhi AQMSR-NYA) maka hendaknya kalian menguji IMAN mereka. Allah jualah atas pilihan AQMSR-NYA, yang lebih meng-Ilmui terhadap IMAN mereka. Maka jika kalian telah mengetahui bahwa mereka itu para wanita ber-Iman, janganlah kalian mengembalikan mereka kepada orang-orang kufur. Wanita yang ber-Iman itu tidak halal bagi laki-laki kafir dn para kafir itupun tidak halal untuk wanita yang ber-Iman (begitu pula para mu-min tidak halal untuk perempuan kafir dan perempuan kafir tidak halal bagi laki-laki mu-min). Seiring itu bayarkanlah oleh kalian kepada mereka yang kufur itu mahar yang mereka telah keluarkan. Seterusnya, bukanlah suatu pelanggaran hukum oleh kalian apabila kalian menikahi mu-minat yang berhijrah itu jika kalian memberinya mahar. DAN JANGANLAH KALIAN TETAP BERPEGANG MEMPERTAHANKAN TALI PERKAWINAN KALIAN DENGAN PEREMPUAN KAFIR, DAN HENDAKNYA KALIAN MEMINTA MAHAR YG TELAH KALIAN BAYAR, sebaliknya mereka laki-laki kafir pun hendaknya menuntut mahar yang sudah mereka bayarkan, begitulah hukum Allah yang DIA telah putuskan diantara kalian. Dan Allah atas pilihan AQMSR-NYA, adalah pembina tanggapan ‘ILMIAH lagi pembangun norma kehidupan tiada banding”. (QS: 60;10 madaniyyah).


Hanya kita harus ketahui dulu, kita ini ada pada ruang dan waktu yang mana, jika di tolok ukur berdasar sunnah rasul nabi Muhammad? Sudahkah kita dalam kehidupan ini menyesuaikan jadwal kehidupan kita sesuai jadwal dari Allah dengan AQMSR-NYA? Sudahkah AQMSR ini dijadikan pasangan yang utama dan pertama dalam kehidupan kita? Hakikat bayt yang sesungguhnya adalah wadah/lembaga/organisasi kehidupan berdasar AQMSR-NYA (QS 9:24).

Satu contoh dalam hubungannya dengan sunnah rasul Nuh “..... wa liman dakhala baitiya mu-minan....” kalau bayut dlm ayat ini dipahami sebagai ujud bangunan rumah secara fisik/ rumahtangga nabi Nuh, maka istri dn anaknya malah sudah lebih dulu masuk dan tinggal didlmnya. Tapi bayt disini adalah satu organisasi/lembaga yang angota-anggotanya para pendukung sunnah Nuh, jika berdasar hadits bayt ini di istilahkan = safinatun, dimana dalam ruang waktu sami’na nabi Nuh masih memberi toleransi kepada istri dan anaknya, tapi ketika sa’ah tegak/existensi ‘ILMU Allah sudah menjelma dalam kenyataan, maka sudah tidak ada lagi tawar menawar, kata kompromi, artinya harus konsekwen terhadap pernyataan Imannya!

Jd suami-istri, orangtua-anak yang seP+SH bersama para mu-min melikuidir/melebur diri dalam bayt tersebut menjadi saudara se-Iman dilembaga itu. Harus dibuktikan pernyataan IMAN nya, bersama yang se-Iman bukan dengan yang tidak se-Iman, bisa dibuktikan dalam surat alFath 29...

Untuk bahan kajian bagi para calon mu'min dan mu'minat, bagaimana ketika kita mengambil satu pelajaran dari kenyataan sejarah, dimana istri/suami yang negatif terhadap jalannya da'wah kitabullah wa sunnaturrasul, katakan lah ambil contoh bagaimana nabi Luth terhadap istrinya yang negative terhadap ajaran Allah, juga nabi Nuh terhadap istrinya yang negatif, sebaliknya istri Fir'aun terhadap suaminya silahkan di buka dan di kaji kembali surat ke 66 attahrim terutama ayat 10-11, silahkan di maknai oleh kawan-kawan semua, atau ada tambahan dr yg lainnya. Silahkan. Syukran lakum!!
…………………………………….

Bila malaikat adalah makhluk yang terbuat dari cahaya, dan masih memerlukan dua, tiga (bs dibayangkan bila bersayap tiga, terbangnya miring mungkin ya? :D), sampai empat “sayap” berarti jarak alam mereka dengan kita sungguh tak terbayangkan jauhnya. Apalagi bila ajnihah yang diterjemahkan (secara lucu) sebagai sayap itu kita artikan sebagai “kemampuan” atau “daya luncur.”

Jadi Surat Fathir ayat 1 tersebut, mungkin, menegaskan bahwa malaikat yang tinggal di tempat yang jauh itu, dipilih sebagai rasul untuk menyampaikan ajaran Allah kepada manusia, karena mereka diciptakan dari cahaya, bahkan di antara mereka ada yang mempunyai daya luncur dua, tiga, sampai empat kali kecepatan cahaya. Itu pun bila kata matsna, tsulasa, ruba’a kita artikan dua, tiga, empat (jika diartikan 2, 3 dan 4 maka seharusnya tertulis itsnaini, tsalatsatun dan arba'u, ingat kembali tentang perbedaan ahad dan wahid dlm surat al ikhlas). Bila diartikan dua kuadrat, tiga kuadrat, empat kuadrat, tentu akan membuka wawasan lain lagi!

“ … Dia yang telah menjadikan malaikat sebagai utusan yang mempunyai kemampuan dimensi kelipatan dua dan kelipatan tiga dan kelipatan empat tambah x (eksponen) … “ dan kemudian dihubungkannya dengan Hadits Dari Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu beliau mengatakan bahwasanya Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat malaikat Jibril memiliki 600 sayap (dimensi).” (HR Muslim) Dalam riwayat Ahmad dinyatakan bahwa satu sayap malaikat Jibril itu sudah bisa menutupi ufuk. (al-malaikatu sittu miati ijnihatin).

Dan selanjutnya dibuat rumusan demikian:
Malaikat: 2 pangkat/kuadrat 2, x 3 pangkat 2, x 4 pangkat 2, ditambah x (eksponen 1 hari) = 600
atau :
576 + x = 600
x = 600 – 576 = 24
576 + 24 = 600
Ajnihah diterjemahkan sebagai “dimensi”, dalam arti “kemampuan gerak menurut kemungkinan-kemungkinan tertentu.”
Satu dimensi, misalnya, adalah gerak pada satu jalur dalam satu waktu,
Dua dimensi adalah gerak dalam dua jalur pada satu waktu,
Tiga dimensi adalah gerak pada tiga jalur dalam satu waktu.
Empat dimensi adalah gerak dalam empat jalur pada satu waktu, seperti dari satu ruang ke ruang lain tanpa merusak batas yang ada di sekelilingnya.

Manusia memiliki 3 dimensi ditambah 24 jam berdimensi dengan malaikat yang 576 = 603 dimensi, maka manusia lebih mulia daripada malaikat. Malaikat hanya bisa memberikan teori nya saja tanpa bisa membuktikkan prakteknya. Setelah bertautan dengan jasad manusia yang 3 dimensi, maka jadi efektif berfungsi, alimul ghaib (ilmu) bisa di syahadahkan/dibuktikan setelah ter aqdun oleh qalbu kita.

Dimensi malaikat adalah QS 35:1, maka nikahilah dimensi tersebut QS 4:3 dan setubuhi lah diwaktu malam, rattil dan shalat tahajjud, QS 2:97, diharapkan akan lahir satu ekonomi system zakat. Aqimu shalah wa atuz zakah.

KONOTASI GENDER (jenis kelamin) MALAIKAT

Sangat banyak kata (yang diterjemahkan sebagai) malaikat hadir di al Qur'an sekurang-kurangnya 90 kali belum terhitung yang di sebut namanya langsung (spt: Jibril, mikail, dll) bukan kelas / jenis-nya (sebagai malaikat).

Ide bahwa malaikat bergender perempuan akan menghasilkan khayalan yang sangat berbahaya (karena sesuai sekali sama hawa nafsu). Dan ide ini mudah sekali kita temukan di paham-paham lain di luar Islam.

Di dalam al Qur'an kata-kata yang diterjemahkan sebagai malaikat berasal dari 3 bentuk kata:

'malaa'ikah': 68 kali + 5 kali berbentuk 'malaa'ika(tahu/tihi/tuhu)'
Karena terlalu banyak silahkan cari sendiri di al-Qur'an. (he...heh..hee)
'malak': 13 kali + 'malakayni' (bentuk ganda) 2 kali: (6:8[2x]), (6:9), (6:50), (11:12), (11:31), (12:31), (17:95), (25:7), (32:11), (53:26), (69:17), (89:22), 'malakayni':(2:102), (7:20).
'mala'(U/A/I)': 2 kali (37:8), (38:69).
U, mubtada, awal kalimat,sebagai pelaku. Contoh :Allahu wali...Allah dengan ilmu menjadi pembina..
A, maf’ulunbihi, sebagai objek. Contoh kalimatnya: Laa tahsabannallaha ghafilan...Jangan sekali-sekali mengira bahwa Allah melalui ILMU-NYA itu lengah
I, majrur, yang dipergunakan..contoh: bismilahi..


Ditinjau dari bentuk kata maka:
- Malaa'ikah adalah bentuk feminin
- Malak dan mala'(u/i/a) adalah bentuk maskulin.

Apakah hal ini serta merta menjadikan malaikat adalah mahluk bergender?
Jawabnya: TIDAK.

Al qur'an membantah bahwa 'malaa'ikah' itu bergender perempuan di empat  tempat: (17:40), (37:150), (43:19), (53:27).

Implikasinya adalah:

1)   Gender bahasa bukan merujuk gender sebenarnya melainkan KONOTASI GENDER. (Akan saya berikan sedikit keterangan dan contoh di bagian II dibawah).
2)   Karena tiadanya gender perempuan maka membicarakan malaikat sebagai makhluk bergender laki-laki juga menjadi tak bermakna. Maka, malaikat lebih tepat disebut makhluk tak bergender.
3)   Karena lebih mementingkan hawa nafsu (terutama khayalan seksual) maka jatuhlah manusia dari jaman dahulu maupun sekarang kepada penyembahan berhala yang sebagian besarnya mendapat ilham ide dari kepercayaan bahwa malaikat itu adalah perempuan. Coba dibaca ke-empat ayat tolakan di atas beserta ayat yang menyertainya dalam satu konteks atau topik.

Di al-Qur'an (96:18) yakni: 'az-zabaaniyah', betuknya definit memakai kata sandang 'al' (hanya tersebab masalah bunyi bahasa menjadi 'az'), yang lebih meyakinkan sebagai sebuah nama.

Secara bentuk maka 'az-zabaaniyah' bergender perempuan. Apa konotasi gender perempuan bagi malaikat penjaga neraka?

Sebuah hadits yang berbunyi:
Jannah itu di bawah telapak kaki ibu, siapa yang ia kehendaki maka akan dimasukkan dan siapa yang ia ingini maka akan dikeluarkan. (“Diriwayatkan oleh an-Nasa`i, jilid 2, hlm. 54).

Makna Ibu-Ummi-Ummul Qur’an-Al Fatihah, bahwa jannah itu terpola karena Al Fatihah. Dan Al Fatihah terpola oleh Bismillahirrahmaanirrahiim, Iqra bismirabbika (sastra tinggi, tidak bisa dijelaskan disini)

Ibarat seorang Ibu (perempuan) yang menjaga anak-anaknya, maka Zabaniyah juga adalah penjaga neraka yang mengawasi anak-anak asuhnya (ahli neraka, baca: para pelaksana system ekonomi riba dan para peng-kadzdzaba) supaya tidak lepas dari pengawasan.

Sebuah bentuk satire dalam pemakaian bahasa yang hebat bukan?? Itulah sedikit kekuatan bahasa al Qur'an.
Malaikat maut (32:11) dan malaikat pemikul `arsy (69:17) hadir dalam bentuk maskulin 'malak'. Kira-kira anda bisa mencari konotasi dari sifat maskulin ini?

Bagus sebagai latihan untuk meresapi sebagian kecil dari kekuatan bahasa al Qur'an.
.................

MAHAR

Mahar, atau yang biasa disebut mas kawin adalah harta yang harus diberikan bagi suami kepada istrinya yang disebabkan adanya akad nikah. Dalam bahasa arab, mas kawin disebut juga dengan "Shidaq" yang arti awalnya adalah "pembenaran", sebab diberikannya mas kawin adalah bukti sekaligus pembenaran keseriusan seorang lelaki untuk menikahi wanita tersebut.

Mahar merupakan sesuatu yang diberikan suami kepada isteri berupa harta atau bentuk lainnya sebagai salah satu syarat dalam pernikahan. Mahar atau disebut juga dengan mas kawin diterangkan di dalam Alquran.
“Dan berikanlah mahar (mas kawin) kepada perempuan yang kamu nikahi sebagai pemberian yang penuh kerelaan.” (QS. An-Nisaa’: 4)

“Dan nikahkanlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yang layak (bernikah) dari hamba-hamba sahaya-mu yang lelaki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan. Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karuni-Nya.” (An-Nur: 32).

Dianjurkan kepada calon isteri untuk meminta mahar yang meringankan beban calon suaminya. Dalam ajaran Islam, wanita supaya meminta mahar yang bisa memudahkan dalam proses akad nikah.

Akan tetapi bila calon suami memang 'terbilang mapan' dari sisi ekonomi, tentunya tidak mempermasalahkan tuntutan mahar dari calon istrinya. Bila seorang calon istri menjumpai calon suami seperti itu (mapan), akan merasa leluasa meminta mahar dalam bentuk harta dengan nilai nominal tertentu baik berupa uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan atau benda berharga lainnya.


Sedangkan mengenai batasan maksimalnya tidak ada batasan maksimal mengenai mahar yang diberikan.

“Sedang kamu telah memberikan kepada seseorang di antara mereka harta yang banyak” (An-Nisa’ : 20)

Bagi seorang perempuan untuk tidak terlalu berlebihan dalam meminta mahar, berdasarkan hadits :
“Dari Abu ‘Ajfaa’, dia berkata : Aku pernah mendengar Umar berkata, “Janganlah kamu berlebih-lebihan dalam memberi mahar kepada wanita, meskipun dia seorang yang dimuliakan di dunia atau seorang yang terpelihara di akhirat. Adapun yang paling utama (dalam menghormati wanita) diantara kamu adalah Nabi SAW. Padahal tidaklah Rasulullah SAW memberi mahar kepada seorang pun dari istri-istrinya dan tidak pula putri-putri beliau itu diberi mahar lebih dari dua belas uqiyah”.(Sunan Nasa’I, no.3349 dan Musnad Ahmad, no.285)

Jumlah maksimal dan minimal

Tidak ada batas atas dan batas bawah bagi mahar. Asalkan kedua pihak (suami dan istri serta walinya) sudah menyepakati jumlah, maka itulah yang harus dibayarkan sebagai mahar.

Dari Aisyah yaitu, ”Sesungguhnya wanita yang baik itu adalah yang ringan maharnya, mudah menikahinya, dan baik budi pekertinya.” (HR. Ahmad, Al-Hakim dalam Al-Mustadrak dan Ibnu Hibban dalam shahihnya). Al-Albani menganggap hadits ini hasan dalam Shahih Al-Jami’, no. 2235.

Bolehkah berutang mahar?

Boleh saja seseorang berutang mahar baik disebutkan dalam akad nikah ataupun tidak. Bila disebutkan maka teksnya akan seperti prolog di atas, meski hal itu akan ditertawakan banyak orang. Tapi andai itu terjadi maka tak berpengaruh kepada keabsahan akad.

Bahkan, mahar tak mesti disebutkan dalam akad, sehingga akad nikah boleh saja berbunyi seperti ini, ”Saya terima nikahnya Fulanah binti Fulan.” Selesai sampai di situ dan akadpun sah lalu mereka resmi menjadi suami-istri. Akan tetapi mahar tetap harus dibayarkan bila sudah disepakati oleh kedua pihak jumlahnya sebelum akad.

Apabila mahar sudah disebutkan sejak akad atau sudah disepakati kedua belah pihak lalu terjadi perpisahan sebelum terjadi persetubuhan, maka si suami tetap harus membayarkan mahar itu setengahnya. Itupun kalau perpisahan itu sebabnya adalah pihak suami. Misalnya, si suami tiba-tiba saja ingin menceraikan istrinya lantaran dia ingin pulang ke negerinya dan lain sebagainya. Ini berdasarkan surat Al-Baqarah ayat 237, ”Dan jika kalian menceraikan mereka (istri-istri) sebelum menyentuhnya padahal kalian sudah menyebutkan jumlah mahar, maka hendaklah kalian membayarkan setengahnya.”

Beberapa hadits tentang Mahar
  • Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” ‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.” (HR. Ahmad)
  • ‘Uqbah bin ‘Amir radhiyallaahu ‘anhu berkata, “Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: ‘Sebaik-baik pernikahan ialah yang paling mudah.’” (HR. Abu Daud)
  • Seandainya seseorang tidak memiliki sesuatu untuk membayar mahar, maka ia boleh membayar mahar dengan mengajarkan ayat Al-Qur’an yang dihafalnya. (HR. Bukhari & Muslim)

Dan hadits lain tentang mahar diantaranya ialah: 
  • Dari Aisyah bahwa Rasulullah pernah bersabda “Sesungguhnya pernikahan yang paling berkah adalah pernikahan yang bermahar sedikit. ” (mukhtashar sunan Abu Daud)
  • Dari Abu Said Al-Khudri bahwa Rasulullah SAW menikahi Aisyah dengan mahar alat-alat rumah tangga yang bernilai lima puluh dirham (HR Ibnu Majah)
  • Rasulullah SAW pernah menikahkan anak-anak perempuannya dengan mahar yang murah. Sebagian sahabat menikah dengan emas yang beratnya tidak seberapa dan sebagian lain menikah dengan mahar cincin dari terbuat besi. Rasulullah mengawinkan Fatimah dengan Ali dengan baju perang. Beliau juga pernah menikahkan seorang laki-laki dengan mahar mengajarkan 20 ayat Al Quran kepada calon istrinya.
Ketika Rasulullah SAW hendak menikahkan seorang sahabat dengan perempuan yang menyerahkan dirinya kepada beliau, beliau bersabda, “Carilah sekalipun cincin yang terbuat dari besi. Riwayat Al-Bukhari”. Ketika sahabat itu tidak menemukannya, maka Rasulullah SAW  menikahkannya dengan mahar yaitu “mengajarkan beberapa surat Al-Qur’an kepada calon istri”. Mahar yang diberikan Rasulullah SAW kepada istri-istrinya pun hanya bernilai 500 Dirham, yang pada saat ini senilai 130 Real (kira-kira Rp. 250.000,-), sedangkan mahar putri-putri beliau hanya senilai 400 Dirham, yaitu kira-kira 100 Real (Rp.200.000,-) .

Pertanyaannya, berapa/apa mahar yg terbaik yg mesti disiapkan untuk pernikahan?

Mari kita rujuk beberapa referensi berikut mengenai mahar.

”Sebaik-baik perempuan adalah yang paling murah maharnya.” (HR. ibnu Hibban, Hakim, Baihaqi, Ahmad)

“Tiada sah pernikahan kecuali dengan (hadirnya) wali dan dua orang saksi dan dengan mahar (mas kawin) sedikit maupun banyak.” (HR. Ath-Thabrani)

Imam Ahmad meriwayatkan bahwa Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda: “Di antara kebaikan wanita adalah mudah meminangnya, mudah maharnya dan mudah rahimnya.” ‘Urwah berkata, “Yaitu mudah rahimnya untuk melahirkan.” (HR. Ahmad)

“dan (diharamkan juga kamu mengawini) wanita yang bersuami, kecuali budak-budak yang kamu miliki (Allah telah menetapkan hukum itu) sebagai ketetapan-Nya atas kamu. Dan dihalalkan bagi kamu selain yang demikian (yaitu) mencari istri-istri dengan hartamu untuk dikawini bukan untuk berzina. Maka istri-istri yang telah kamu nikmati (campuri) di antara mereka, berikanlah kepada mereka maharnya (dengan sempurna), sebagai suatu kewajiban; dan tiadalah mengapa bagi kamu terhadap sesuatu yang kamu telah saling merelakannya, sesudah menentukan mahar itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.” (An Nisa(4):24)

Dari referensi di atas, tidak ada rujukan resmi mengenai apa atau berapa besar mahar yg mesti disiapkan. Bahkan Rasululloh SAW mengijinkan sahabatnya, yang kekurangan materi, untuk menggunakan hafalan Al Quran sebagai mahar, sebagaimana referensi berikut:
Hadits riwayat Sahal bin Sa`ad Radhiyallahu’anhu, ia berkata: “Seorang wanita datang kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam dan berkata: Wahai Rasulullah, aku datang untuk menyerahkan diriku kepadamu. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam memandang perempuan itu dan menaikkan pandangan serta menurunkannya kemudian beliau mengangguk-anggukkan kepala. Melihat Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam tidak memutuskan apa-apa terhadapnya, perempuan itu lalu duduk.

Sesaat kemudian seorang sahabat beliau berdiri dan berkata: Wahai Rasulullah, jika engkau tidak berkenan padanya, maka kawinkanlah aku dengannya. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apakah kamu memiliki sesuatu? Sahabat itu menjawab: Demi Allah, tidak wahai Rasulullah! Beliau berkata: Pulanglah ke keluargamu dan lihatlah apakah kamu mendapatkan sesuatu? Maka pulanglah sahabat itu, lalu kembali lagi dan berkata: Demi Allah aku tidak mendapatkan sesuatu! Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Cari lagi walaupun hanya sebuah cincin besi! Lalu sahabat itu pulang dan kembali lagi seraya berkata: Demi Allah tidak ada wahai Rasulullah, walaupun sebuah cincin dari besi kecuali kain sarung milikku ini!

Sahal berkata: Dia tidak mempunyai rida` (kain yang menutupi badan bagian atas). Berarti wanita tadi hanya akan mendapatkan setengah dari kain sarungnya. Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bertanya: Apa yang dapat kamu perbuat dengan kain sarung milikmu ini? Jika kamu memakainya, maka wanita itu tidak memakai apa-apa. Demikian pula jika wanita itu memakainya, maka kamu tidak akan memakai apa-apa. Lelaki itu lalu duduk agak lama dan berdiri lagi sehingga terlihatlah oleh Rasulullah ia akan berpaling pergi.
Rasulullah memerintahkan untuk dipanggil, lalu ketika ia datang beliau bertanya: Apakah kamu bisa membaca Alquran? Sahabat itu menjawab: Saya bisa membaca surat ini dan surat ini sambil menyebutkannya satu-persatu. Rasulullah bertanya lagi: Apakah kamu menghafalnya? Sahabat itu menjawab: Ya. Lalu Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam bersabda: Pergilah, wanita itu telah menjadi istrimu dengan mahar mengajarkan surat Alquran yang kamu hafal.”(Shahih Muslim no:1425)

Bahkan, dalam salah satu riwayat, disebutkan bahwa mahar pernikahan Ummu Sulaim adalah suaminya masuk Islam; Ummu Sulaim juga tidak menerima lamaran-lamaran yang datang kepadanya sehinggalah Anas berusia cukup dewasa. Beliau kemudiannya dilamar oleh Abu Talhah Al-Anshary yang ketika mengajukan lamaran tersebut masih seorang musyrik. Ummu Sulaim dituntut untuk mempertimbangkan lamaran lelaki tersebut kerana Abu Talhah merupakan seorang yang berpengaruh di dalam masyarakat. Ketika Abu Talhah menemui beliau buat kali kedua untuk tujuan yang sama, Ummu Sulaim menjawab lamaran tersebut dengan berkata“Wahai Abu Talhah, lelaki seperti engkau tidak layak untuk ditolak. Tetapi engkau seorang kafir, sementara aku wanita Muslimah dan tidak mungkin bagiku untuk menikahi engkau” “ Apa yang perlu kulakukan untuk tujuan itu?” tanya Abu Talhah.“Hendaklah engkau menemui Rasulullah Sallallahu Alaihi wa Sallam” Jawab Ummu Sulaim.

Abu Talhah segera beranjak untuk menemui Rasulullah yang ketika itu sedang duduk di tengah-tengah para sahabat. Ketika melihat kehadiran Abu Talhah, baginda Sallallahu Alaihi wa Sallam bersabda, “Abu Talhah mendatangi kalian, dan tanda-tanda keislaman tampak di antara kedua matanya”. Abu Talhah memberitahu Rasulullah apa yang dikatakan Ummu Sulaim. Akhirnya, Abu Talhah memeluk Islam di hadapan baginda dan para sahabat. Beliau juga bersetuju menikahi Ummu Sulaim dengan mahar keIslamannya. Ummu Sulaim berkata kepada anaknya, “ Wahai Anas, bangkitlah dan nikahkanlah Abu Talhah”. Tentang kisah pernikahan yang diberkati ini, Tsabit bin Aslam Al-Banany, salah seorang Tabi’in berkata, “Kami tidak pernah mendengarkan mahar yang lebih indah dari maharnya Ummu Sulaim, iaitu Islam!” (Shifatush Shafwah, 2/66; Siyar A’lamin-Nubala’, 2/29)

Mahar bukanlah sesuatu yg sederhana dan simple. Bahkan, mahar Muhammad saat melamar Siti Khadijah pun tidaklah sesimple dan sesederhana yg beliau ajarkan dan sampaikan sebagaimana referensi di atas. Hewan unta sebanyak 100 ekor (dari referensi lain 20 ekor unta) diserahkan Muhammad untuk mempersunting dan menikahi Siti Khadijah.

Yang mesti diperhatikan adalah:

Besaran mahar bisa disepakati (calon) pengantin pria dan (calon) pengantin perempuan. Intinya yg bisa dipenuhi oleh calon pria namun mengangkat harga diri dan harkat martabat calon perempuan. NILAI DAN HARGA DITENTUKAN DISINI (ingat kembali materi PSA bab Nilai dan Harga Iman).

Mahar JANGAN dijadikan beban atau alasan untuk menunda pernikahan.
"Barangsiapa yang takut menikah karena takut miskin, maka bukan umatku." (HR. Dailami dan Abu Dawud).

"Sesungguhnya menikah adalah sunnahku. Barangsiapa membenci sunnahku, maka dia bukan golongan umatku." (HR. Bukhari)

”Wahai para pemuda, jika salah seorang dari kalian mempu menikah maka lakukanlah, sebab menikah itu baik bagi mata kalian dan melindungi yang paling pribadi (farj)” (HR Bukhari dan Muslim)
"Shalat 2 rakaat yang diamalkan orang yang sudah berkeluarga lebih baik (pembinaan korps), daripada 70 rakaat yang diamalkan oleh jejaka/perawan (pembinaan pribadi)" (HR. Ibnu Ady dalam kitab Al Kamil dari Abu Hurairah)
................


Didalam rahim, perjalanan pertama yang akan dilalui manusia adalah 40 hari berupa nutfah, 40 hari berupa ‘alaqah (gumpalan darah), dan 40 hari berupa mudghah (gumpalan daging). Setelah itu ditiupkan ruh dan jadilah janin yang sempurna.

Tahukah anda bahwa manusia telah mengucapkan ikrar sejak pertama diciptakan oleh Allah? Kita telah ber ikrar sejak ruh pertama kali ditiupkan ke jasad kita, yaitu sewaktu berada di dalam rahim. Ikrar yang kita ucapkan sewaktu di dalam rahim disebut Ikrar primordial.

QS 7: 172. Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku ini Tuhanmu?" Mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuhan kami), kami menjadi saksi." (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap ini (keesaan Tuhan)",

Saat bayi akan diberangkatkan kepada pembinaan Pribadi, ke Alam Rahim dari Alam Ruh, bayi akan diajukan pertanyaan. Pertanyaan ini adalah pertanyaan yang menjadi dasar pertimbangan kau akan diberangkatkan ke Alam Rahim atau tidak. Bila jawabanmu ‘ya’ kami akan memepertimbangkanmu untuk diberangkatkan. Bila jawabanmu ‘tidak’, kau akan menjalani masa pendidikan tambahan di Alam Rahim tentang Kerajaan Semesta. Sampai kau siap dan menjawab ‘ya’. (Fadh Djibran).

…………………..

BAI’AT AQABAH

Bai’at ‘Aqabah yang Pertama. (621 SM)
Pada tahun kedua belas kenabian, Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam bertemu dengan dua belas orang dari Yatsrib. Mereka pun masuk Islam. Kemudian mereka berbaiat (bersumpah setia) kepada beliau.

Isi baiat itu ada tiga perkara:
Tidak menyekutukan Allah dengan sesuatu apapun.
Melaksanakan apa yang Allah perintahkan.
Berhenti dari apa yang Allah larang (meninggalkannya) .

Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasalam mengirim Mush’ab bin ‘Umair dan ‘Amr bin Ummi Maktum ke Yatsrib bersama mereka untuk mengajarkan kepada manusia perkara-perkara Agama Islam, membaca Al Qur’an, shalat, dan sebagainya.

Jadi secara ringkas poin-poin penting pada masa itu adalah :
Setiap musim haji, datanglah kabilah-kabilah dari segala penjuru Arab ke Ka’bah. Nabi Muhammad saw selalu memanfaatkan momentum itu untuk menyampaikan seruan Islam. Seruan belliau itu mendapatkan respon orang Khazraj dari Yastrib. Pada saat itu 6 orang Khazraj memeluk agama Islam. Pada tahun kedua belas dari kenabian di musim haji datanglah 12 orang laki-laki dan seorang wanita dari Yastrib, lalu mereka mengadakan bai’at (perjanjian) atas dasar Islam dengan Nabi. Perjanjian ini, dikenal dengan istilah Bai’atul Aqabatil Ula (perjanjian Aqabah 1).

Bai'at berarti perjanjian atau ikrar bagi penerima dan sanggup memikul atau melaksanakan sesuatu yang dibai'atkan. Biasanya istilah bai'at digunakan di dalam penerimaan seorang murid oleh Syeikhnya untuk menerima wirid-wirid tertentu dan berpedoman terhadap bai'at sebagai suatu amanah. Akan tetapi bai'at juga digunakan di dalam cakupan yang lebih luas dan lebih jauh dalam menegakkan ajaran Islam, yang bukan hanya untuk mengamalkan wirid-wirid tertentu kepada syeikh, namun yaitu untuk menegakkan perlaksanaan syariat Islam itu sendiri .

Di dalam Risalatul Taa'lim karangan Hassan Al Banna, dikemukakann beberapa pemahaman dan pengertian tentang bai'at di dalam gerakan dakwah Islamiah. Antaranya ialah:

Bai'at untuk memahami Islam dengan kefahaman yang sebenar. Andai tiada kefahaman terhadap Islam maka sesuatu pekerjaan itu bukanlah merupakan 'amal' untuk Islam atau amal menurut cara Islam. Sebagaimana ia juga bukan merupakan suatu perjalanan yang selari dengan Islam.

Bai'at merupakan keikhlasan. Tanpa keikhlasan amal itu tidak akan diterima oleh Allah dan perjalanannya juga pasti sahaja tidak betul di samping terkandung pelbagai penipuan di dalam suatu perkara yang diambil.

Merupakan bai'at untuk beramal yang ditentukan permulaannya dan jelas kesudahannya. Iaitu yang dimulakan dengan diri dan berkesudahan dengan dominasi Islam ke atas alam. Hal ini adalah kewajipan yang sering tidak disedari orang Islam masa kini.

Merupakan bai'at untuk berjihad. Jihad itu menurut kefahaman Islam adalah berupa penimbang kepada keimanan.
Merupakan perjanjian pengorbanan bagi memperolehi sesuatu (iaitu balasan syurga).
Merupakan ikrar untuk taat atau patuh mengikut peringkat dan keupayaan persediaan yang dimiliki.
Merupakan bai'at untuk cekal dan setia pada setiap masa dan keadaan.
Merupakan bai'at untuk tumpuan mutlak kepada dakwah ini dan mencurahkan keikhlasan terhadapnya sahaja.
Merupakan bai'at untuk mengikat persaudaraan (sebagai titik untuk bergerak).
Merupakan bai'at untuk mempercayai (thiqah) kepimpinan dan gerakan atau jemaah.

Pada wilayah tugas tablighnya, Nabi Saw pergi menemui enam orang Ansar yang datang menunaikan haji dan membacakan sebagian dari Al-Quran untuk mereka. Mereka yang telah mendengar ciri-cirinya dari orang ahli Kitab telah yakin akan kenabian beliau dan kemudian mereka menjadi muslim. Akan tetapi tentu saja pada saat itu, mereka tidak memiliki tanggung jawab terhadap Nabi Saw selain sebagai penganut Islam dan mengatakan jika situasi Yatsrib membaik, tahun depan mereka juga akan kepada Nabi.

Dengan kembalinya rombongan ini ke Yatsrib, isu tentang Islam di tempat itu mulai beredar dan bertambahlah akan jumlah orang-orang yang berhasrat pada Islam.

Pada tahun berikutnya duabelas orang jamaah haji dari kota tersebut bertemu dengan Nabi Saw dan melakukan bai'at kepada Nabi. Perjanjian ini dinamakan "Perjanjian 'Aqabah Pertama."

Dalam perjanjian ini Nabi Saw menginginkan bahwa: “Janganlah kalian menyekutukan Allah, janganlah kalian mencuri, janganlah kalian mendekati zina, janganlah kalian membunuh anak-anak kandung kalian, janganlah kalian mencemarkan dan menfitnah, janganlah kalian melanggar Nabi Saw pada perbuatan baik.” Kelanjutan perjanjian ini Nabi Saw bersabda: "Jika kalian setia terhadap janji maka imbalan kalian adalah surga, dan jika tidak maka urusan kalian (kembali) kepada Allah, jika berkehendak Ia menghukum dan jika menghendaki Allah mengampuni." Setelah itu Nabi memilih Mus'ab bin Umair sebagai muballigh bagi Islam di Yatsrib.

Tahun berikutnya tujuh puluh laki-laki dan dua perempuan penduduk Yatsrib berbaiat kepada Nabi dan membuat janji bahwa mereka akan membela Nabi. perjanjian ini dikenal sebagai 'Aqabah Kedua dan dimana setelahnya orang-orang Muslim mulai hijrah ke Madinah.
Tak lama setelah akhir dari blokade ekonomi dan politik pada kelompok Abi Thalib, Abu Thalib dan Khadijah wafat. Ketiadaan Abu Thalib bersama dengan faktor-faktor lain telah menyebabkan tekanan orang-orang Mekah atas Nabi Saw kian besar, dan di sisi lain tidak ada lagi harapan akan berimannya orang-orang dari penduduk Mekah yang lain; maka Nabi Saw menempatkankan tabligh pada kabilah-kabilah dan kota-kota lain dalam program dan agenda yang lebih serius.

Untuk dakwah kepada masyarakat Tha'if beliau melakukan perjalanan ke daerah tersebut dimana beliau berhadapan dengan perlawanan kepala-kepala suku tersebut dan kemudian kembali ke Mekah tanpa keberhasilan. Lingkungan Mekah seukuran apapun sudah tak aman bagi beliau yang mana Nabi SAWW kembali ke kota ini dibawah perlindungan seorang yang bernama Muth'am bin 'Adi. Akan tetapi pada periode ini pula datang permohonan beberapa orang penduduk Yatsrib untuk mengadakan pengukuhan Islam bagi Nabi Saw.

Orang Pertama yang Beriman dari Yatsrib
Pada hari-hari haji tamattu' dan umrah di bulan Rajab, Nabi Saw merasa lebih bebas dan melakuakan tabligh di tengah kabilah-kabilah. Salah satu dari pertemuan-pertemuan tersebut adalah Nabi Saw pergi menjumpai sekelompok orang-orang Yatsrib yang datang untuk berhaji, dan beliau menyatakan kenabian dirinya kepada mereka dan juga membacakan beberapa bagian dari al-Quran untuk mereka. Mereka yang mendengar ciri-cirinya dari orang Ahlulkitab berkata pada diri sendiri: “Inilah Nabi yang janji kedatangannya diketahui orang-orang Yahudi.” Kemudian, oleh karena mereka mendengar perkataan Nabi Saw, hal tersebut menghasilkan keyakinan dan hati mereka menemukan kepercayaan.
Mereka berkata pada Nabi Saw: “Tahukah Anda bahwa antara Aus dan Khazraj terdapat pertentangan hebat. Kami semua berada (bergantung) pada belas kasih dan kemurahan hati Anda. Kami percaya yaitu dengan bertawakkal kepada Tuhan, untuk saat ini Anda tetaplah tinggal di Mekah kami (akan) kembali ke kaum kami sendiri dan menjelaskan kemuliaan serta derajat Anda, dan menyeru mereka kepada Tuhan dan Rasul-Nya, mungkin dengan melalui ini Allah Swt akan mendamaikan mereka dan mengharmonikan mereka satu dengan yang lain. Hari ini kami semua terkait permusuhan dan dendam sesama kami dan jika tiada terdapat perdamaian di antara kami, datanglah kepada kami, kami tidak dapat berkumpul (mengunjungi) anda kembali. Sekarang kami berjanji akan kembali pada musim haji tahun depan, Nabi Saw menyetujuinya dan mereka kembali serta menyeru kaumnya kepada Islam secara tersembunyi.

Terdapat sedikit perbedaan mengenai jumlah orang-orang tersebut, sebagian menganggap mereka enam orang dan bagi sebagian lain ada kemungkinan tujuh orang.[5] Begitulah, umumnya para sejarawan menganggap mereka semua dari suku Khazraj. Terdapat juga Perbedaan pendapat tentang nama-nama mereka yang mana umumnya orang-orang tersebut disebutkan dalam perjanjian itu: Abu Ammamah As'ad bin Zurarah bin 'Adas, 'Auf bin Harits bin Rafa'ah ('Auf bin 'Ufara'), Rafi' bin Malik bin 'Ajlan, Quthbah bin 'Amir bin Hadidah, Quthbah bin 'Amir bin Naabii dan Jabir bin 'Idulllah Rabbab.

Dalam hal bahwa tahapan tersebut yaitu mengenai berimannya sebagian orang-orang madinah apakah kita menganggapnya sebagai perjanjian 'Aqabah ataukah tidak? Terdapat perbedaan pendapat; sebagian sejarawan menganggap perjanjian 'Aqabah ada tiga tahap pada dimana tahapan ini dianggap sebagai 'Aqabah pertama dan dua bai'at setelahnya dianggap sebagai 'Aqabah kedua dan ketiga. Berlawanan dengan itu; pandangan kebanyakan ahli sejarah, yang tersimpul pada dua bai'at dan bai'at yang disebutkan sebelumnya tidak termasuk pada dua perjanjian 'aqabah. Nampaknya pendapat ini adalah lebih baik; karena dalam masalah ini, orang Yatsrib tidak punya kewajiban apapun terhadap Nabi dan hanya berikhtiar akan Islam, berbeda dengan dua tahapan berikutnya yang setiap masing-masing boleh dianggap mendapat kewajiban-kewajiban dari orang-orang Yatsrib.

Baiat ini dikenal juga sebagai “bai'atun nisa'”; dan ini kemungkinan adalah oleh karena bai'at beliau seperti bai'at yang Nabi Saw lakukan kepada para perempuan; karena hingga hari itu Nabi Saw belum sampai bertugas untuk berperang dengan orang-orang kafir dan musyrik oleh sebab itu dalam berbaiat dengan mereka tidak terdapat syarat berperang.

Orang-orang beriman ingin Nabi mengirim seorang muballigh bagi mereka untuk mengajarkan Quran dan Islam kepada mereka dan orang-orang Yatsrib. Rasulullah Saw memberikan tugas tersebut kepada Mus'ab bin 'Umair yang baru remaja, sebelum Islam Mus'ab dimuliakan dan disayangi orang tuanya dan memiliki kehidupan yang mewah, ketika memilih Islam orang tuanya meninggalkannya dan mengucilkan dirinya, pemuda ini hidup bergabung dengan Nabi Saw serta terbelit penderitaan dan kesulitan, kondisi dan keadaannyapun terbalik (dengan keadaan sebelumnya).

Perjanjian 'Aqabah Dua
Setelah perjanjian 'Aqabah Pertama, Islam berkembang di tengah penduduk Yatsrib, tahun berikutnya, Mush'ab bin 'Umair bersama dengan sekelompok orang Muslim Yatsrib datang ke Mekkah untuk bertemu dengan Nabi Saw, terdapat pula sekelompok yang belum beriman ikut bersama mereka. Mereka inilah yang membuat perjanjian dengan Rasulullah Saw yang di pertengahan hari-hari Tasyriq dan di 'Aqabah bertemu satu sama lain. Malam itu, dengan pelan-pelan dan tersembunyi tanpa diketahui orang-orang kafir, mereka datang ke 'Aqabah. Jumlah mereka tujuh puluh orang laki-laki dan dua orang perempuan yang bernama Nasibah Binti Ka'ab dan Asma dari Bani Salamah.

Abbas paman Nabi yang menyertai beliau pada pembukaan kata mengatakan: “Wahai kaum Khazraj (pada saat itu orang-orang Mekah menganggap kedua suku Khazraj dan Aus adalah satu dan mereka dianggap Khazraj) sebagaimana kalian ketahui Muhammad adalah orang yang mulia dan istimewa di tengah kami dan Ia ingin bergabung dengan kalian; jika kalian telah memutuskan demikian setialah pada janji kalian sendiri dan bela serta lindungilah Ia karena ini adalah untuk kalian dan masa depannya. Dan jika kalian bermaksud menghianatinya, maka saat ini juga tinggalkanlah Ia dimana ia dalam keadaan aman dan terhormat.”

Namun terdapat beberapa peneliti yang dalam hal ini menolak bahwa pembicara tersebut adalah Abbas paman Nabi; karena waktu itu dia masih musyrik dan waktu-waktu berikutnya ia berperang melawan pasukan Islam dalam perang Badar.

Selanjutnya, orang-orang Yatsrib menghadap Nabi dan berkata: “Engkau wahai Nabi Allah! Apapun yang engkau inginkan dari kami untuk diri engkau dan Tuhan engkau, katakanlah. Nabi berkata dan membacakan Quran serta memuji Islam. Kemudian berkata: kalian harus melindungi dan mempertahankan aku sebagaimana kalian melindungi anak-anak dan perempuan-perempun kalian. Setelah itu Bara' bin Ma'rur memegang tangan Nabi dan berkata: demi Tuhan yang Hak yang mengutus Anda, kami akan melindungi Anda seperti kami melindungi anak-anak (dan keluarga) kami sendiri.” Dan dengan demikian kaum Ansarpun berubah menjadi pembela Nabi dan mereka melaksanakan untuk Islam dengan segala keteguhan hati dan penuh kesetiaan.

Berbai'atnya Nabi Saw dengan Kaum Ansar
Setelah bai'at, sebagian kaum Ansar merasa takut jika mereka membela Nabi, akan tetapi setelah kemenangan, Nabi kembali ke kaumnya sendiri dan membiarkan mereka; Abul Hisam bin Taihan Khattab berkata kepada Nabi: wahai Nabi Allah apa yang akan kami lakukan di antara kami dan masyarakat dengan cabang-cabangnya (sosial dan ragam kehidupan) yang berkelanjutan jika Tuhan memenangkanmu dan engkau kembali ke tengah kaummu sendiri dan engkau membiarkan kami dengan keadaan kami sendiri? Nabi berkata dengan satu  senyuman:
«بل الدم الدم و الهدم الهدم، أنتم منی و أنا منکم، أسالم من سالمتم و أحارب من حاربتم»
Bahkan akan membutuhkan (cucuran) darah dan kehancuran setelah kehancuran (perbandingan dan tindakan semacamnya) kalian dari Aku dan Aku dari kalian, dengan siapapun yang akan kalian perangi (akan) aku perangi dan dengan siapapun kalian berdamai dan berdampingan aku (pun akan) berdamai.

Pemilihan Ketua
Akhirnya Nabi Saw menerima duabelas orang dari mereka sebagai perwakilannya dan penanggung jawab urusan-urusan kaum Ansar: "Duabelas delegasi kalian pilih yang akan melaksanakan urusan kaum kalian" kemudian beliau berkata pada mereka: "Urusan kaum kalian adalah kalian sendiri dan kalian adalah pembimbing mereka seperti orang-orang Hawariunnya Isa bin Maryam, dan akupun adalah pembimbing kaumku sendiri" dan mereka berkata: "Demikianlah (seharusnya)".
………………..

Bai'at 'Aqabah Kedua
Bai'at 'Aqabah II (622 M) adalah perjanjian yang dilakukan oleh Muhammad terhadap 73 orang pria dan 2 orang wanita dari Yatsrib pada waktu tengah malam. Wanita itu adalah Nusaibah bintu Ka’ab dan Asma’ bintu ‘Amr bin ‘Adiy. Perjanjian ini terjadi pada tahun ketiga belas kenabian. Mush’ab bin ‘Umair kembali ikut bersamanya beserta dengan penduduk Yatsrib yang sudah terlebih dahulu masuk Islam.

Mereka menjumpai Muhammad di ‘Aqabah pada suatu malam. Muhammad datang bersama pamannya Al ‘Abbas bin ‘Abdil Muthallib. Ketika itu Al ‘Abbas masih musyrik, hanya saja ia ingin meminta jaminan keamanan bagi keponakannya Muhammad, kepada orang-orang Yatsrib itu. Ketika itu Al ‘Abbas adalah orang pertama yang angkat bicara kemudian disusul oleh Muhammad yang membacakan beberapa ayat Al Qur'an dan menyerukan tentang Islam.

Kemudian Muhammad rosululloh membaiat orang-orang Yatsrib itu . Isi baiatnya adalah:
Untuk mendengar dan taat, baik dalam perkara yang mereka sukai maupun yang mereka benci.
Untuk berinfak baik dalam keadaan sempit maupun lapang.
Untuk beramar ma’ruf nahi munkar.
Agar mereka tidak terpengaruh celaan orang-orang yang mencela di jalan Allah.
Agar mereka melindungi Muhammad sebagaimana mereka melindungi wanita­-wanita dan anak-anak mereka sendiri.

Setelah baiat itu, Muhammad kembali ke Makkah untuk meneruskan dakwah. Kemudian ia mendapatkan gangguan dari kaum musyrikin kepada kaum muslimin yang dirasa semakin keras. Maka Muhammad memberikan perintah kepada kaum muslimin untuk berhijrah ke Yatsrib. Baik secara sendiri-sendiri, maupun berkelompok. Mereka berhijrah dengan sembunyi-sembunyi, sehingga kaum musyrikin tidak mengetahui kepindahan mereka.

Pada waktu itu, orang pertama yang berhijrah adalah Abu Salamah bin ‘Abdil Asad dan Mush’ab bin ‘Umair, serta ‘Amr bin Ummi Maktum. Kemudian disusul oleh Bilal bin Rabah Sa'ad bin Abi Waqqash, Ammar bin Yasir, dan Umar bin Khatthab berhijrah. Mereka berhijrah di dalam rombongan dua puluh orang sahabat. Tersisa Muhammad, Abu Bakr, ‘Ali bin Abi Thalib dan sebagian sahabat
……………

BAI’AT NII
BISMILLAHIRRAHMANIRRAHIM
Bismillahi tawakkalna ‘alallah, lahaula wala quwwata illa billah!
Asjhadu an-la ilaha illallah, wa asjhadu anna Muhammadar Rasulullah.
Wallahi. Demi Allah!
1. Saja menjatakan Bai’at ini kepada Allah, dihadapan dan dengan persaksian Komandan Tentara/Pemimpin Negara, jang bertanggung djawab.
2. Saja menjatakan Bai’at ini sungguh-sungguh karena ichlas dan sutji hati, lillahi ta’ala semata-mata, dan tidak sekali-kali karena sesuatu diluar dan keluar daripada kepentingan Agama Allah, Agama Islam dan Negara Islam Indonesia.
3. Saja sanggup berkorban dengan djiwa, raga dan njawa saja serta apapun jang ada pada saja, berdasarkan sebesar-besar taqwa dan sesempurna-sempurna tawakal ‘alallah, bagi:
a. Mentegakkan kalimatillah—li—I’lai Kalimatillah—; dan
b. Mempertahankan berdirinja Negara Islam Indonesia; hingga hukum Sjari’at Islam seluruhnja berlaku dengan seluas-luasnja dalam kalangan Ummat Islam Bangsa Indonesia, di Indonesia.
4. Saja akan tha’at sepenuhnja kepada perintah Allah, kepada perintah Rasulullah dan kepada perintah Ulil Amri saja, dan mendjauhi segala larangannja, dengan tulus dan setia-hati.
5. Saja tidak akan berchianat kepada Allah, kepada Rasulullah dan kepada Komandan Tentara, serta Pemimpin Negara, dan tidak pula akan membuat noda atas Ummat Islam Bangsa Indonesia.
6. Saja sanggup membela Komandan-komandan Tentara Islam Indonesia dan Pemimpin-pemimpin Negara Islam Indonesia, daripada bahaja, bentjana dan chianat darimana dan apapun djuga.
7. Saja sanggup menerima hukuman dari Ulil Amri saja, sepandjang ke’adilan hukum Islam, bila saja inkar daripada Bai’at jang saja njatakan ini.
8. Semoga Allah berkenan membenarkan pernjataan Bai’at saja ini, serta berkenan pula kiranja Ia melimpahkan Tolong dan Kurnia-Nja atas saja sehingga saja dipandaikan-Nja melakukan tugas sutji, ialah haq dan kewadjiban tiap-tiap Mudjahid: Menggalang Negara Kurnia Allah, Negara Islam Indonesia! Amin.
9. Allahu Akbar! Allahu Akbar! Allahu Akbar!

Sapta Subaya 7 janji itu berbunyi:
1. Seorang tentara Islam harus berdisiplin
2. Seorang tentara islam Indonesia harus berani
3. Seorang tentara Islam Indonesia harus jujur dan hemat
4. Seorang tentara Islam Indonesia harus bijaksana
5. Seorang tentara Islam Indonesia harus membela sesama mujahid
6. Seorang tentara Islam Indonesia harus membela Komandan Tentara Islam Indonesia dan sebagai tulang punggung NII
7. Seorang tentara Islam pantang menyerah.
……………………..

 Sumpah Setia 47 Ronin - Samurai

“Aku takkan berhenti sampai keadilan ditegakkan. Aku takkan berdoa, kecuali meminta maaf kepada surga, atas pembunuhan yang akan kulakukan, asal keadilan ditegakkan. Aku takkan berhenti, bahkan sejatinya aku tahu kita akan menghadapi kematian” begitu sumpah Oishi, pemimpin gerombolan Ronin sebelum menuntut balas.

Manusia memang butuh keberanian, tapi keberanian juga butuh pelatuk yang bisa membuatnya membakar; menerabas ketakutan bahkan kematian. Disinilah peran Bushido diperlukan. Dalam ajaran yang dipegang teguh para Samurai itu, dituangkan dengan tegas, bahwa setiap ksatria harus memegang 7 (tujuh) prinsip dasar Bushido, ‘gi’ atau pengambilan keputusan berdasarkan kebenaran, ‘yu’ atau keberanian dan ksatria, ‘jin’ atau murah hati dan mencintai sesama, ‘re’ atau santun dan bertindak benar,‘makoto’ atau bersikap tulus tanpa pamrih, ‘meiyo’ atau menjaga kehormatan, dan yang terakhir yang tidak kalah penting adalah ‘chugo’ atau loyal.

Dalam kisah 47 Ronin yang kini difilmkan, setidaknya pesan-pesan itu yang ingin disampaikan.

47 ronin samurai dengan sekali aqad (stempel darah), TNI dan institusi lainnya dengan sumpah jabatannya bs menghasilkan etos kerja yg militansi. Lah kita secara permukaan dalam 5x sehari aqad (iftitah dlm shalat adalah bentuk aqad), tapi dalam perilaku sehari" jauh panggang dari asap.

Permukaan dalam sdh 5x sehari aqad, permukaan luar nya sudahkah aqad?

Orang-orang diluar dan institusi-institusi yg ada, wlwpun tawalla, mereka ber aqad utk membuktikan komitmen mereka trhdp sesuatu yg diyakini kebenarannya. Lah kita ummat islam (ngakunya begitu) malah takut utk ber aqad mengikat diri nya dengan "organisasi" yg diyakini bs membentuk system yg sempurna, jannah.


....... AQAD YANG MANA YANG SESUAI DENGAN ALQURAN? .....