Tulisan di bawah ini saya buat belasan tahun lalu. Dari segi data tentu ada yang harus dikoreksi, di-update, ditambah, diperluas. Tapi saya belum punya waktu untuk itu. Meskipun demikian, dari sisi pesan, mudah-mudahan masih terasa hangat dan bermanfaat).


KENYATAAN UMAT ISLAM

a. Jumlah

Dari  5,5 miliar penduduk bumi, jumlah umat  Islam  ada 1,3 miliar (= 23 persen penduduk bumi). Ada pula yang  mengatakan cuma 1,1 miliar. Semua tersebar di 120 negara di dunia. Dari jumlah sekian itu, 69% (760 juta) terdapat di  Asia, sisanya  tersebar di seluruh dunia, dengan catatan  bahwa  di dunia Arab sendiri cuma meliputi jumlah 15% dari  keseluruhan jumlah tersebut. Menurut beberapa edisi harian Republika  tahun  1996, di  Cina yang dikenal sebagai “negara  tirai  bambu”, yang  dikuasai pemerintah komunis yang anti agama, terdapat 20 juta muslim,[1] di wilayah  bekas Uni  Soviet sekitar 50 juta, di India 80 juta,  di  Indonesia lebih  dari 150 juta (ada juga yang mengatakan 180 juta),  di Afrika  300  juta,  di Eropa 32 juta, di  Amerika Utara  5,5 juta, di Amerika Latin 1,3 juta, dan di Oseania 0,4 juta.

b. Tempat tinggal

Umat Islam tersebar mulai dari Maroko di sebelah  utara sampai Indonesia di sebelah selatan. Itu bila bicara  tentang umat  Islam dalam kelompok-kelompok besar. Tapi bila  bicara tentang orang-orang beragama Islam, saat ini, di mana-mana di seluruh dunia, sampai di pulau-pulau kecil pun, dapat  dijumpai  komunitas  Islam dalam jumlah  sedikitnya  15-20  orang. Boleh  dikatakan saat ini tak ada tempat di dunia yang  tidak ada  orang  Islamnya. Bahkan di kalangan bangsa  Eskimo  yang tinggal di kutub utara pun ada kaum muslimin dari suku Indian merah.  Di  Cina kaum muslimnya kebanyakan  tinggal di daerah Ningxia, Cina utara.

c. Negara-negara Islam

Negara-negara Islam, dalam arti yang berpenduduk  mayoritas  umat  Islam, saat ini berjumlah antara  42  sampai  46 negara.  Yang terbanyak jumlah penduduknya adalah Indonesia, disusul  Bangladesh,  Pakistan, Turki, dan  Mesir.  Sedangkan yang  paling sedikit adalah Maldive Island  yang  beribukota Male,  dengan  jumlah penduduk kira-kira di  bawah  200  ribu orang.

Di  antara  negara-negara  itu,  yang  menyatakan  diri secara resmi sebagai Republik Islam adalah Pakistan, Mauritania,  dan  Iran. Yang lainnya mempunyai  bentuk pemerintahan monarki absolut (kerajaan model lama, yang rajanya  mempunyai kekuasaan  mutlak),  monarki  konstitusional  (kerajaan  tapi mempunyai lembaga perwakilan rakyat?), dan republik.

d. Kualitas umat Islam

Peran umat Islam di dunia kurang menonjol, alias  tidak nampak. Dengan jumlahnya yang cukup besar,  sumbangan  muslim bagi Produk Domestik Bruto dunia tidak mencapai empat persen. Ini adalah ukuran sederhana untuk menyatakan bahwa umat Islam tertinggal jauh oleh umat-umat lain.

Di Timur Tengah ada negara-negara Arab yang sangat kaya seperti Saudi Arabia dan Kuwait. Namun kebanyakan  negara-negara yang dihuni umat Islam secara mayoritas masih hidup paspasan. Contohnya Bangladesh, Pakistan, Afrika, dan Indonesia.

Timur Tengah yang indentik dengan Islam, yang  semestinya  menjunjung tinggi nilai-nilai Islam, yang terjadi  malah sebaliknya.  “Tiap  berkunjung ke Timur Tengah, saya  merasa sedih,”  kata Habibie dalam harian Republika. “Saya tahu  kalau itu semua negara Islam. Tapi keadaannya tidak  mencerminkan demikian. Situasinya lebih runyam dari absolut monarchy.”

Di Indonesia, mutu SDM umat Islam menempati posisi  paling  rendah, walau untuk ukuran Asia Tenggara.  Ekspor  kita yang  paling  besar adalah pembantu umahtangga.   Di  Saudi Arabia,  TKW  kita yang jadi pembantu sudah  hampir setengah juta orang.

Alamsyah  Ratu Perwiranegara waktu menjadi Menko  Kesra menyatakan  bahwa perbandingan sarjana S3 umat  Islam  dengan umat-umat  lain  adalah 1:10. Nurcholis Madjid,  dalam  acara diskusi buku Islam Inklusif di Masjid Cut Mutiah, Jakarta, 27 Januari  1998, dengan mengutip Baiquni, mengatakan bahwa  SDM umat  Islam Indonesia memang masih memprihatinkan. Di  negara maju seperti AS, Israel, dan Jepang, jumlah doktornya  mencapai  6.500  per  satu juga penduduk.  Negara  miskin seperti India, mempunyai 1200 doktor per satu juga penduduk.  Sedangkan  Mesir 400 per satu juta, dan Turki 300 per  satu  juta. Jumlah  doktor  di  Indonesia hanya 65 orang  per  satu  juta penduduk, dan dari sekian itu hanya sepuluh persen (6,5) yang beragama  Islam. Yang keadaannya lebih buruk dari umat  Islam Indonesia hanyalah negara-negara kulit hitam di Afrika.

Rendahnya  mutu  SDM di kalangan umat  Islam  berakibat langsung pada rendahnya kemampuan menguasai teknologi tinggi, sehingga  umat Islam menjadi konsumen teknologi dari  negara-negara  maju. Salah satu penyebabnya adalah karena anggaran untuk pengembangan iptek dan SDM di banyak negara Islam masih kecil sekali jumlahnya. Hal itu terjadi tentu karena  umumnya mereka  miskin, tapi yang paling menentukan  adalah  kecilnya kesadaran akan pentingnya peningkatan SDM tersebut.

“Kaum  muslim dewasa ini tidak mencerminkan Islam  yang sebenarnya,” kata Dr. Abdullah Naseef, seorang tokoh Islam di Saudi Arabia. “Di Setiap negara memang ada  komunitas-komunitas  kecil yang sungguh-sungguh taat pada ajaran Islam,  tapi kaum mayoritasnya justru melanggar prinsip-prinsip dasar  Islam… Dewasa ini kita menyaksikan pelanggaran hak asasi  manusia  yang dilakukan kaum muslim di banyak negara. Ini  memberi  citra  buruk, dan mengancam risalah Islam.  Jadi,  umat Islam menderita dari dalam akibat ulah mereka sendiri. Mereka melakukan kediktatoran dan ketidakadilan.”

“Problem kaum muslim dewasa ini adalah tingkah laku mereka,  baik tingkah laku personal maupun cara  mereka  menata masyarakat,  dan  sebagainya, yang tidak sejalan  dengan  Al-Quran dan Sunnah. Sudah dipengaruhi oleh banyak ideologi non-Islam, dan ini sudah berlangsung lama sekali, bahkan  sebelum datangnya zaman imperialisme,” kata Dr. Ja’far Syaikh  Idris, seorang teolog dan filsuf Sudan.[2]

e. Konflik

Umat Islam selalu terlibat konflik, alias perselisihan, pertengkaran,  dan bentrokan. Di Arab, konflik terjadi  antar negara dan dalam setiap negara. Ahmad Bahar dalam harian  Republika tanggal 27 Juni 1996 menyebutkan bahwa problem mendasar  dari  hal itu adalah _perbedaan ideologi_,  baik  ideologi keagamaan  maupun ideologi lainnya. Sebagai  contoh,  konflik antara negara penganut ideologi sosialis dengan  nasionalisme sekuler. Atau juga konflik masalah keagamaan, seperti  antara Syiah dan non Syiah, dan banyak lagi.

Contoh  konflik dalam negara dan antar negara di  Timur Tengah  yang  paling segar adalah  yang  terjadi  Afganistan. Selama Dua abad Afganistan diperintah oleh para raja;  sampai akhirnya  pada  tahun 1973 Raja Zahir Sah  digulingkan  lewat kudeta  militer  yang dipimpin  saudara  sepupunya,  Muhammad Daud,  yang selanjutnya menjadi presiden pertama  Afganistan. Tapi  ia cuma bertahan sekitar 5 tahun. Nur  Muhammad  Taraki yang berhaluan Komunis melakukan kudeta pada tahun 1978. Tapi tahun berikutnya Taraki terbunuh, Hizbullah Amin jadi  presiden. Masih tahun itu juga (1979) Amin dieksekusi, lalu Babrak Karmal yang didukung tentara Soviet menjadi presiden.  Kemudian, setelah sekitar l0 tahun bercokol di Afganistan, tentara Soviet  diusir  mujahidin Afganistan  yang  mendapat  bantuan persenjataan dari Pakistan, Amerika, Arab Saudi, Mesir, Cina, dan lain-lain. Keberhasilan Mujahidin mengusir tentara Soviet dari Afganistan menjadi kisah heroik yang  dibangga-banggakan umat Islam sedunia. Tapi apa yang terjadi setelah itu?  Setelah  mengusir tentara Soviet, orang Afganistan melakukan  perang saudara. Dalam perang melawan rejim komunis, lebih sejuta warga Afganistan tewas. Dalam perang saudara yang berlangsung  dari tahun 1992 sampai l996, jatuh pula korban tak  kurang dari 300 ribu orang. Afganistan dicabik-cabik oleh masalah kesukuan, ideologi, dan kedaerahan. Di Kabul dan beberapa provinsi  di sekitarnya berkuasa etnis minoritas  Tajik  yang berbahasa  Persia dipimpin Rabbani-Masoud yang ‘moderat’.  Di selatan dan timur berkuasa etnis Pushtun yang dipimipin  Hekmatyar  yang konservatif. Di barat berkuasa  etnis  minoritas Hazara  yang berbahasa Dari dan berpaham Syi’ah Imamiyah  dan berhaluan politik Iran. Di utara berkuasa etnis minoritas Uzbek  yang berbahasa Turki yang dipimpin Abdul Rashid  Dostam, mantan anggota komunis.

Di tengah anarki ini, para santri dan ustad yang  frustrasi  membentuk organisasi Taliban yang bertujuan  mendirikan pemerintahan  yang mereka sebut berdasar syari’ah Islam  murni. Setelah berjuang sekitar 2 tahun, Taliban yang  didirikan seorang mulah senior, Muhammad Umar Akhun, akhirnya  berhasil menduduki ibukota Afganistan, Kabul, pada tanggal 27  September  1996. Sehari kemudian mereka menghukum gantung  presiden Najibullah, yang konon juga memerintah berdasar hukum Islam.

Keberhasilan  Taliban itu segera disambut kecaman  dari Moskow, dan Iran. Iran, misalnya, tidak menyukai Taliban yang beraliran  Sunni, yang jelas bersikap keras dan anti  Syi’ah. Selain  itu, Iran juga menganggap Taliban sebagai boneka  musuh-musuh besarnya, Saudi Arabia dan Amerika. Sedangkan Rusia takut  pemerintahan  Islam revolusioner  di  Afganistan  akan menggoncang stabilitas para tetangganya di utara.  Pendeknya, kemenangan  Taliban tidak menjanjikan kedamaian bagi  rakyat Afganistan. Adu kekuatan internal maupun eksternal masih akan terus berlangsung.

Penyebab  konflik lainnya di Timur Tengah adalah  perebutan  pengaruh. Para pemimpin atau penguasa  Arab  cenderung ingin  menancapkan pengaruh kepada negara-negara  Arab  lain, sehingga timbul kondisi saling menyinggung harga diri.

Penyebab ketiga dari konflik itu, menurut Ahmad  Bahar, adalah pengaruh luar. Khususnya yang berkaitan dengan negara-negara  yang ingin mengambil keuntungan ekonomi dari  negara-negara Arab, dengan cara mengadu-domba dan menimbulkan ketergantungan negara-negara Arab tertentu kepada mereka.

f. Madzhab-madzhab

Dalam bidang aqidah dan ilmu kalam:

1.  Kharijiyah, golongan yang semula mengikuti Ali  bin Abi  Thalib menentang Muawiyah, lalu keluar karena tidak  menyetujui sikap Ali terhadap Muawiyah.

2. Murji’ah, golongan yang bersikap pasif dalam masalah khilafah;  memandang pihak Muawiyah maupun Ali tetap  muslim, dan  menyerahkan penilaian tentang mereka kepada Allah di  akhirat  nanti. Mereka akhirnya secara tidak langsung  menjadi pendukung Muawiyah.

3. Syi’ah, golongan yang berpandangan bahwa hanya keturunan Rasulullah yang berhak menjadi khalifah.

4. Jabbariyah, golongan yang berpandangan bahwa manusia itu  majbur (terpaksa), tidak mempunyai ikhtiar, kemauan  dan kuasa, karena semua telah ditentukan Allah.

5.  Qadariyah,  golongan yang  berpandangan  sebaliknya dari Jabbariyah.

6. Mu’tazilah, golongan yang dibentuk oleh Wasil bin Atha,  yang i’tizal (memisahkan diri) dari gurunya, Hasan  Al-Basri.

7. Ahlu-Sunnah wal-Jama’ah, golongan yang mengambil jalan tengah di antara Jabbariyah dan Qadariyah.

8. Ahmadiyah, golongan pengikut Mirza Ghulam Ahmad. Terbagi  menjadi:  Ahmadiyah Qadyani, yang  menganggap  Mirza sebagai  nabi,  dan Ahmadiyah Lahore,  yang  memandang  Mirza hanya mujadid (pembaru).

9.  Salafiyah,  golongan yang berpegang pada  apa  yang tertulis  dalam Quran, tidak mau menta’wil Quran,  dan  tidak mau mencampurnya dengan filsafat.

Dalam bidang syari’ah dan ilmu fiqh:

1.  Hanafiyah, pengikut Imam Abu Hanifah;  terdapat  di Turki, Afghanistan, Asia Tengah, Pakistan, India, dan Mesir.

2.  Malikiyah, pengikut Imam Malik; terdapat di  Afrika Utara, Mesir, dan Sudan

3.  Syafi’iyah,  pengikut  Imam  Syafi’i;  terdapat  di Arabia Selatan, India Selatan, Muangthai, Malaysia, Filipina, dan Indonesia.

4. Hanbaliyah, pengikut Imam Ahmad bin Hanbal; terdapat di Afrika Tengah, Siria, dan beberapa derah lain di Afrika.

Dalam bidang tasauf:

1. Qadiriyah, golongan yang memuliakan Abdul Qadir  Al-Jilani, sampai ada yang menyembahnya seperti menyembah Allah. Terdapat  di Afrika Utara, Asia Kecil, Pakistan,  india,  dan Indonesia.

2. Rifa’iyah, pengikut Muhammad Ar-Rifa’i. Tarikatnya berupa  penyiksaan diri, seperti mengiris dan  menusuk  badan dengan iringan dzikir.

3. Sadziliyah, pengikut Abul-Hasan Ali As-Sadzili, yang silsilahnya dihubungkan dengan Hasan bin Ali.

4. _Naqsabandiyah_, pengikut Muhammad An-Naqsabandi.

5. _Syattariyah_, pengikut Abdullah Asy-Syattari.

6.  Tijaniyah, pengikut Abul Abbas Ahmad  bin  Muhammad bin Mukhtar At-Tijani, ulama Al-Jazair.

7. Sanusiyah, pengikut Muhammad Ali As-Sanusi; yang menolak segala pengaruh luar, baik politik maupun agama.

Pembagian madzhab-madzhab ke dalam kelompok aqidah/ilmu kalam, syari’ah/fiqh, dan tasauf ini jelas menggambarkan  hasil  penafsiran  atas Hadis Jibril yang  menguraikan  tentang Iman,  Islam, Ihsan, dan Sa’ah (qiamat). Kita lihat  di  atas bahwa dalam bidang aqidah saja ada 9 madzhab (aliran),  dalam bidang  syari’ah/fiqh ada 4 madzhab, dan dalam bidang  tasauf ada  7 madzhab. Ini cuma angka-angka yang terungkap di  sini.  Sebenarnya  jumlah madzhab-madzhab itu jauh lebih banyak  lagi.

Setiap penganut  madzhab aqidah tertentu pasti cenderung pada  suatu madzhab  syari’ah/fiqh  dan tasauf tertentu.  Atau  tepatnya, setiap  madzhab aqidah masing-masing melahirkan madzhab  fiqh dan tasauf tersendiri. Hal ini terjadi karena semua berpendapat  bahwa Iman (aqidah), Islam (syari’ah), dan  Ihsan  (akhlak/tasauf) ketiganya saling melengkapi. Jelasnya,  pengakuan iman seseorang (yang dirumuskan dalam Rukun Iman harus diikuti dengan tindakan nyata berupa pelaksanaan (syari’at)  Islam (yang  dirumuskan dalam Rukun Islam). Pernyataan iman  dengan menjalankan  syari’at  saja dianggap belum  sempurna,  karena sifatnya masih terlalu dangkal alias kurang bermakna. Dikatakan  bahwa syari’at hanya menyentuh  ibadah-ibadah  lahiriah. Karena  itu  harus dilengkapi dengan tasauf,  yang  merupakan satu metode untuk mengisi batin. Bahkan dikatakan bahwa dengan tasauf  kita  bisa mengenal  Allah  sedekat-dekatnya,  sampai menyatu denganNya.

g. Umat Islam di Malaysia

Uraian  berikut ini adalah ringkasan dari  bab  “Agama” dalam buku Rakyat Melayu Nasib Dan Masa Depannya, karya S.Husin  Ali,  terjemahan Canisyus Maran dari buku  aslinya  yang berbahasa Inggris,  The Malays Their Problems and Future, terbitan Inti Sarana Aksara, Jakarta, 1985. Gambaran kenyataan  umat  Islam di malaysia ini akan membuat  kita  seperti berdiri  di depan cermin yang bening, yang memantulkan  bayangan kenyataan umat Islam di Indonesia:

Di  negeri ini hampir semua orang  Melayu  beragama Islam. Meskipun kepercayaan Hindu tersebar luas di bagian dunia ini beberapa abad lalu, jarang terdengar  bahwa orang Melayu beragama Hindu. Ini cukup berbeda dengan di Indonesia, di mana penyebaran agama Hindu dan  kebudayaannya  telah merangkul banyak penganut terutama di  Jawa Timur dan Bali. Pengaruh Islam terhadap orang Melayu telah mendarah daging. Sejak mereka melepaskan kepercayaan animisme  dan menerima Islam pada masa kerajaan  Malaka, orang-orang  Melayu tidak pernah lagi beralih  ke  agama lain.  Sebelum dan sesudah kedatangan  orang-orang  Inggris,  misi Kristen  cukup  aktif,   terutama   melalui sekolah-sekolah. Orang-orang Melayu enggan  menyekolahkan anak-anaknya pada sekolah menengah Inggris,  karena khawatir anak-anaknya masuk Kristen. Tapi kemudian hari mereka  lebih bijaksana dan bersedia  memasukkan  anak-anaknya  ke  sekolah-sekolah Inggris.  Tak  seorang pun murid  Melayu  menjadi Kristen.  Tidak  demikian  halnya dengan  Cina dan India. Banyak dari mereka  meninggalkan agamanya  dan me-nerima Kristen atau sekurang-kurangnya memakai nama-nama Kristen.

Orang Melayu yang coba pindah agama, akan  mendapat sanksi dan hukuman berat dari keluarga serta lingkungannya.  Kenyataan bahwa tidak pernah terdengar pertikaian dalam  keluarga  atau lingkungan mengenai  masalah  ini, membuktikan bahwa bangsa Melayu memegang teguh  kepercayaan Islamnya. Meskipun demikian, sikap individu-individu secara orang per orang terhadap agama cukup  berbeda. Ada  yang percaya sepenuhnya dan tekun menjalankan  ibadahnya, tetapi ada juga orang-orang yang kepercayaannya hanya dangkal saja dan tidak menjalankan ibadah sama sekali. Meskipun dalam kenyataannya mereka dilahirkan  sebagai orang muslim. Kita sudah melihat banyak orang  Melayu yang jarang beribadah atau berpuasa sebagaimana diajarkan oleh jaran Islam, tetapi cepat tersinggung  jika agama Islam dikritik, terutama oleh orang non-Melayu. Ada juga orang-orang Melayu yang tidak mengenal “ABC”-nya Islam,  yang dilihat dari segi agama hidup  dalam  dosa, tetapi bila ditanya apa iman kepercayaannya, maka dengan bangga mereka akan menjawab, “Saya orang muslim.”  Konstitusi melarang bujukan terhadap orang Melayu untuk  meninggalkan agama Islam. Jika ada seorang Melayu meninggalkan  agama Islam, meskipun atas  kemauannya  sendiri, maka konsekuensinya cukup berat (Konstitusi II, 4).

Meskipun orang-orang Melayu beragama Islam, pengaruh kepercayaan tradisional masih melekat kuat pada  mereka.  Manifestasi dari kepercayaan itu  dapat terlihat dalam berbagai aspek kehidupan bangsa Melayu, sosial, ekonomi, politik, medis, dan bahkan dalam masalah percintaan  sekalipun. Kepercayaan tradisional yang  tersebar luas  dalam kalangan Melayu dewasa ini merupakan  kelanjutan dari sistem kepercayaan sebelum masuknya agama Islam  di daerah ini. Sukar sekali merekonstruksi  sistem kepercayaan lama, yang didasarkan pada apa yang  disebut animisme. Dalam kepercayaan animisme orang percaya bahwa ada  beberapa kekuatan adikodrati yang mendiami dan  melindungi segala sesuatu di sekitar kehidupan manusia, di gunung-gunung, lereng gunung dan bukit, danau, kali, sungai, lautan,  langit, pohon, dan batang  pohon.  Orang lantas memanjatkan berbagai macam permohonan kepada  kekuatan-kekuataan itu, melalui orang-orang yang ahli dalam urusan adikodrati itu dan menjadi tempat  berlindung semua umat manusia.

Secara sepintas kiranya jelas bahwa kepercayaan  animisme bertentangan dengan ajaran Islam. Tetapi  bagaimana  bisa terjadi bahwa animisme sampai  sekarang  masih ada di kalangan masyarakat Melayu. Mengapa orang-orang Melayu dengan keyakinan Islamnya, masih juga  mengandalkan kepercayaan tradisional itu? Pertanyaan itu dapat dijawab,  jika kita mau melihat sistem kepercayaan  atau agama ini dari tiga aspek: Ritus, para pemimpin, dan  ajarannya.  Ketiga  aspek ini tidak terpisahkan,  bahkan berkaitan  satu sama lain. Dalam setiap  aspek  tersebut dapat dilaksanakan adanya proses pertentangan dan penyesuaian antara kepercayaan tradisional dan agama Islam.

Dalam perkawinan ada beberapa upacara yang  menuntut pemborosan biaya, yaitu mubazir yang bersifat kesombongan, meskipun sahnya perkawinan dilakukan dengan ijab-kabul kedua mempelai di hadapan para saksi.

Dalam bertani, ada beberapa upacara pada waktu  tanam, pada waktu tanaman sudah tumbuh, dan pada waktu panen. Di beberapa daerah, pada waktu tanam padi petaninya mengumpulkan bibit, beras kuning, dan padi, lalu memohon berkah melalui seorang dukun atau pawang. Kemudian bibit padi itu ditanam di kebun dengan doa permohonan  sebagai berikut: “Salam ya Bapakku udara dan ibuku pertiwi, peliharalah permata kami ini.” Beras kuning ditaburkan  di kebun dengan membaca doa selawat tiga kali. Cara mengobati penyakit akibat roh jahat atau setan dilakukan dukun dengan menggunakan kain kuning atau  hitam,  untuk mendera badan pasien. Dukun  membaca  syair-syair  magis yang dicampur dengan kalimat bismillah dan penganggungan Allah serta nabi. Beberapa doa penyembuhan lainnya ada yang berbahasa Arab, kadang-kadang ayat  Al-Quran, untuk mengusir roh jahat atau jim muslim.

Yang memegang peranan penting dalam upacara seperti di atas disebut pawang atau bomoh (dukun). Mereka memperoleh ilmu sihir (magis) melalui orangtua, mimpi, bertapa,  dll. Beberapa di antara tidak tahu  banyak  tentang Islam, tapi ada juga yang taat beribadah, dan mengatakan bahwa  sumber ilmu mereka adalah Islam, terutama Quran.

Mereka yang menggunakan Quran umumnya mudah diterima  di pedesaan oleh petugas atau pejabat keagamaan seperti  imam, guru agama, dll. Sebaliknya yang tidak  menggunakan Quran dicurigai…

Karena  kepercayaan tradisional masih berakar  kuat di kalangan masyarakat Melayu, tidak salah kalau dikatakan  bahwa pada umumnya kepercayaan Islam  mereka  hanya dangkal saja. _Sukarnya terletak pada sejarah Islam  sendiri dan pada perkembangannya di daerah ini. Islam disebarkan di wilayah ini secara informal dan kurang  sistematis.

Semasa puncak kejayaan Kerajaan  Malaka,  posisi Islam  erat hubungannya dengan kekuasaan  kerajaan  itu. Sultan  mendatangkan guru agama didatangkan  dari Saudi Arabia  atau India, untuk mengajar para  aristokrat  dan kepala suku. Rakyat biasa hanya mengikut saja. Karena itu  mereka tidak mendapat pengertian tentang hukum  dan filsafat Islam. Pola perkembangan ini juga terjadi  pada waktu  kesultanan Aceh. Tapi setelah jatuhnya  kerajaan-kerajaan  itu, dan kemudian dilanjutkan dengan ekspansi kolonialisme, keadaannya berubah. Namun Islam telah  menjadi bagian integral dari kehidupan dan kebudayaan Melayu. Telah diwariskan dari generasi ke generasi dan telah berhasil menarik sebagian besar pengikut di antara  rakyat  Melayu. Suatu jalur penting yang dipakai untuk  menyebarkan agama Islam adalah keluarga.

Lain dengan kehidupan di pedasaan, penduduk  perkotaan umumnya tidak begitu peduli masalah ibadah.  Mereka bebas  berbuat sesuka hati, umapamanya bergandengan  tangan  dengan pacarnya, menonton film pada  waktu  ibadah Jum’at, minum bir, berjudi, dll. Banyak tempat  diadakan untuk berbuat sesuatu yang dianggap dosa oleh orang  Islam. Posisi Islam apa pun kekuasaannya di negeri ini tidak mempunyai kontrol yang efektif terhadap semua  kegiatan itu. Di samping itu, jenis pekerjaan dan jam  kerja di beberapa pabrik atau departemen membuat pera pekerja sulit menjalankan ibadah secara rutin, dan hanya  orang-orang  patuh saja yang bersedia mengganti waktu  sembahyangnya  setelah mereka sampai di rumah. Terlebih  lagi, pengaruh pendidikan umum membuat anak-anak bersikap  sinis terhadap peranan agama dan pemimpin-pemimpinnya.

Orang-orang tingkat menengah dan atas di  perkotaan kepercayaan  Islamnya telah dilemahkan oleh  cara  hidup modern  kebarat-baratan yang masuk bersama kolonialisme dan bertahan sampai sekarang. Para kapitalis yang berkeinginan kuat mencari uang dengan cepat membangun  hotel-hotel, tempat rekreasi, dan pusat perjudian, yang  semua menyediakan fasilitas pelacuran dan macam-macam perbuatan mesum lainnya. Tapi menurut mereka itu  semua  tidak jadi  masalah. Yang penting mereka dapat  menarik  turis lebih banyak, pendapatan negara meningkat, rakyat menjadi  semakin kaya. Dengan cara yang sama, berbagai  macam mode pakaian membanjiri pasaran, diiklankan dengan mengeksploitir  gambar gadis-gadis muda yang  seksi.  Proses subversi kebudayaan tersebar luas, melemahkan moral  dan keyakinan agama.


[1] Data terakhir menurut Esa Gao Zhanfu, Vice President China Islamic Institute, muslim Cina saat ini berjumlah sekitar 21 juta jiwa dengan jumlah masjid sekitar 35.000 unit. Ada 10 institute agama Islam, ratusan sekolah bagi kalangan rakyat untuk belajar bahasa Arab dan kebudayaan Islam. (harian Kompas, 29-5-2008).