JANNAH itu bukan SURGA
Surga (disebut juga sorga) adalah suatu tempat
di alam akhirat yang dipercaya oleh para penganut beberapa agama sebagai tempat
berkumpulnya roh-roh manusia yang semasa hidup di dunia berbuat kebajikan
sesuai ajaran agamanya. Istilah ini berasal dari bahasa Sanskerta, yaitu
Svarga. Dalam bahasa Jawa kata tersebut diserap menjadi Swarga. Istilah Surga
dalam bahasa Arab disebut Jannah, sedangkan dalam bahasa Hokkian digunakan
istilah Thian (天). sumber : https://id.wikipedia.org/wiki/Surga
Kebanyakan ummat Islam memahami Surga = Jannah
, sehingga dianggap tidak bisa diwujudkan di muka bumi. Padahal Rasul sendiri
mengatakan kata jannah pada saat beliau hidup di muka bumi : "Baiti
Jannati" (Rumah Tanggaku adalah Jannahku).
Jannah ada dimuka bumi, perhatikan urutan ayat
berikut dalam terjemah DEPAG: QS 2:30…Ingatlah ketika Tuhanmu berfirman kepada
para Malaikat: "Sesungguhnya Aku hendak menjadikan seorang khalifah di
muka BUMI."….terjadi dialog, sehingga pada ayat 35. Dan Kami
berfirman: …uskun anta wazawjukal JANNAH…"Hai Adam, diamilah
oleh kamu dan isterimu SURGA/JANNAH ini.(istilah zawjuka tidak tepat
diartikan istri, lihat pada QS 15:88 sebagai pembanding)…Jannah pun ada 2
jenis, jannah yang ditata oleh penataan Nur/Ilmu Allah, dan jannah yang di tata
oleh penataan Dzulumat/Hawa nafsu syaithan, perhatikan terjemah DEPAG serta
istilah kata Alquran nya, QS 18:32. 34:15-16 dan cermati istilah kata jannah dan
karim di QS 26:57-58, gamblang sekali, Fir’aun dikeluarkan dari system penataan
jannah berikut kemuliaannya.
Sayangnya, kebanyakan orang menterjemahkan
menjadi 'rumahku adalah surgaku' sehingga orang berlomba-lomba mengumpulkan
segenap potensinya yang terkadang menghalalkan berbagai cara untuk membangun
rumah yang megah yang dianggap sebagai surga yang identik dengan materialisme.
Kesalahpahaman ini bukan terjadi dengan
sendirinya, tapi memang sebuah upaya untuk memutarbalikkan kedudukan dan fungsi
Alquran sebagai 'Pencerah', sehingga wajar saja kebanyakan manusia merasa tidak
perlu membangun Jannah di muka bumi dengan nilai-nilai Kebaikan dan kebenaran
yang bertolok ukur pada Alquran Wa Sunnaturrasul. Akibat kesalahpahaman ini
maka orang tidak lagi menjadikan Alquran sebagai rujukan untuk memahami makna
'Jannah' yang sebenarnya.
Perhatikan jawaban Alquran tentang makna
Jannah berdasarkan dua versi sbb :
1. Versi terjemahan Depag
wabasysyiri alladziina aamanuu wa'amiluu
alshshaalihaati anna lahum jannaatin tajrii min tahtihaa al-anhaaru
kullamaa ruziquu minhaa min tsamaratin rizqan qaaluu haadzaa alladzii ruziqnaa
min qablu wautuu bihi mutasyaabihan walahum fiihaa azwaajun muthahharatun wahum
fiihaa khaaliduuna (2:25)
Dan sampaikanlah berita gembira kepada mereka
yang beriman dan berbuat baik, bahwa bagi mereka disediakan surga-surga yang
mengalir sungai-sungai di dalamnya. Setiap mereka diberi rezki buah-buahan
dalam surga-surga itu, mereka mengatakan : "Inilah yang pernah
diberikan kepada kami dahulu." Mereka diberi buah-buahan yang serupa dan
untuk mereka di dalamnya ada isteri-isteri yang suci dan mereka kekal di
dalamnya.
Mari kita kritisi terjemahan ini :
- Terbukti ketidakpahaman sang penterjemah
dengan menyamakan bahasa sastra dengan bahasa gamblang, padahal 'Jannah' itu
adalah sebuah istilah yang maknanya tergantung kepada yang mengeluarkan istilah
tersebut, yaitu Allah melalui Alqur’an, Allah berbicara dengan menggunakan
bahasa sastra (Mutasyabihat) bukan dengan bahasa biasa (Mubin). Oleh karena itu,
harus dipahami bhwa setiap berbicara pasti alam dalam Alquran, sebenarnya Allah
berbicara bahasa kiasan atau ungkapan tersembunyi atas kehidupan sosial budaya
manusia. Contoh : fathonah terkenal panjang tangan sehingga ia sering keluar
masuk bui, apakah kalimat itu bermakna si fathonah memiliki tangan yang
berukuran panjang?? lalu apa kaitannya tangan berukuran panjang dengan konteks
dia masuk penjara?? itulah akibat kesalahpahaman memahami bahasa kiasan.
Begitu juga halnya dengan terjemahan diatas.
Apakah bahasa yang digunakan oleh Allah pada ayat trsbt mnggunakan bahasa
biasa, sehingga maknanya sedangkal itu?? Bisa jadi, dari sini pula para feodal
(tuan tanah) bersikap serakah untuk menyerobot kebun-kebun orang lain karena
menganggap jannah=kebun, dan dari sini juga orang menjadi berpikir bhwa Jannah
itu adalah identik dengan materialisme itu bagi penganut Naturalisme (paham
liberal), sedangkan bagi yang berpaham idealisme menjadi stempel tentang baik
dan buruknya sesuatu yang ideal menurut kepentingan tertentu sehingga dia rela
menjadikan orang-orang yang bodoh menjadi korbannya, ditindas oleh penguasa
fasilitas (Pemrintah & Pengusaha) karena mnjadi pengkhayal yang merasa akan
mendapat Kebun / Surga di akhirat (dalam arti alam lain setelah meninggal).
Jadi kedua pola pikir ini merusak dan
merugikan ummat manusia, oleh sebab itu mari kita perbaiki melalui perbaikan
pola pikir.
Coba kita perhatikan, jawaban Alquran menurut
versi Sunnah Rasul
" Gembirakanlah / Hiburlah mereka (dengan
Alquran Wa sunnaturrasul) yang telah menyatakan beriman yaitu yang telah
berbuat tepat bahwasanya untuk kehidupan mereka itu adalah seperti taman
yang dialiri sejenis aliran irigasi (begitulah hal nya mukmin yang tertata dan
dialiri dengan sistem pendidikan Alquran), sehingga masing-masing mereka itu
adalah hidup adil makmur menurut yang demikian (kehidupan jannah=Islam)
sehingga adil makmur membuahkan hasil guna , selanjutnya mereka mengatakan
"inilah kehidupan adil makmur yang sebelumnya mereka telah melakukan
perbaikan diri (taubat dengan rattil dan shalat) dengan yang demikian (diungkap
dengan bahasa sastra /mutasyabihat), dan untuk kehidupan mereka itu didalamnya
adalah partner-partner yang bersih dari motif jahat sedangkan mereka didalamnya
adalah abadi (konsisten) seabadi iman (pandangan dan sikap hidup yg mereka
bangun)"
Jadi, ketika Allah membicarakan taman sebagai
sebuah ungkapan pasti alam sebenarnya adalah sebagai sebuah kiasan atau
perumpamaan/ibarat. Coba perhatikan taman , bisa tidak jika tidak ditata diatur
dibangun menjadi bersih dan rapi serta tumbuh berkembang dengan subur yang
menyejukkan dan indah dipandang sehingga bisa menghasilkan berbagai jenis
buah-buahan, seperti itu juga halnya mukmin. Bisa tidak membuahkan hasil yang
hasanah, jika manusia tidak ditata isi hatinya, ucapan dan perbuatannya dengan
sistem pendidikan yang sesuai dengan Alquran wa sunnaturrasul ?
Maka wajar sajalah, segala penyimpangan dari
rakyat Jelata hingga kaum elit sampai saat ini belum berakhir, karena masih
terhipnotis dengan pendidikan jungkir balik yang otomatis telah menjungkir
balikkan pandangan manusia tentang Al-Quran wa Sunnaturasul, salah paham inilah
sebagai sumber bencana. Padahal Jannah itu adalah hasanah di dunia dan hasanah
di akhirat, dunia itu dipandang dari sudut pandang Alquran adalah cermin
kehidupan akhirat ( addunya mir-atul akhirat ) bahkan di dunia itulah tempat
bercocok tanam iman agar menghasilkan kehidupan akhirat. ( addunya majra-atul
akhirat ) apakah akhirat itu adanya di alam lain selain di bumi? padahal kata
Allah, di bumi itulah kalian dihidupkan dan dimatikan serta didalamnya itu pula
dibangkitkan ( fiihaa tahyauna wa fiiha tamutunna wa minha tuhrajuun ). Tidak
malukah kita yg mengaku mukmin / muslim dan merasa percaya diri akan
mendapatkan jannah sementara di muka bumi ini kita setengah hati untuk
membangun kehidupan hasanah? jangankan mampu membangunnya, memahami peta
kehidupan jannah saja kita tidak mau sepenuh hati, peta itu adalah petunjukNya
yaitu Alquranu wa Sunnaturasul, sehingga maa kunta tadrimal kitabi wa lal iman
= jikalau anda tak menguasai isi kitab niscaya tak ada iman, nah iman itu
adalah jannah! dalam arti mereka yang beriman itulah bagaikan taman yang saling
merindangkan kepuasan hidup indah ! saling memanenkan / membuahkan hasil guna
buat yang membutuhkannya, seolah si mukmin itu sendiri tdk membutuhkan buahnya,
dia hanya butuh tumbuh dan berkembang dan berdaya guna dengan pengairan yang
tepat !, sehingga mereka indah bagaikan taman yang rapi bersih dan menyejukkan,
meneduhkan! kaitkan dengan hadist nabi: sebaik-baik manusia adalah manusia yang
paling berdaya guna bagi manusia lainnya! coba perhatikan kondisi manusia zaman
sekarang.. yang bersaing keras untuk saling merusak manusia lainnya demi
kepentingan pribadinya sendiri. Mulai dari penguasa, ulama, pengusaha, dll.
Apakah itu wujud jannah atau NAR?! semua ini akibat dari pemahaman tentang
makna iman = percaya, kalau dianggap beriman cukup mempercayai saja,
teruskanlah. A fa laa ta'qiluun ?! = apakah kalian tak menggunakan aqal sesuai
dengan Al-quranu wa SunnaturrasulNya ?!
.......................
SURGA
Sebagai manusia sudah menjadi hal yang wajar apabila kita mendambakan kebahagiaan. Baik yang bersifat pribadi, keluarga maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Dalam hal ini, agama senantiasa menawarkan Surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Bagi siapa yang taat dan patuh kepada agamanya, maka akan mendapatkan Surga sebagai imbalanya, apabila telah meninggal dunia.
Sebagai manusia sudah menjadi hal yang wajar apabila kita mendambakan kebahagiaan. Baik yang bersifat pribadi, keluarga maupun masyarakat dalam arti seluas-luasnya. Dalam hal ini, agama senantiasa menawarkan Surga sebagai tempat kebahagiaan yang kekal. Bagi siapa yang taat dan patuh kepada agamanya, maka akan mendapatkan Surga sebagai imbalanya, apabila telah meninggal dunia.
Wacana perihal Surga yang demikian itu adalah suatu Surga yang Ghaib atau abstrak. Sehingga karena sifatnya yang abstrak itu, maka setiap agama menggambarkan Surga sesuai dengan kepercayaan [doktrinal] yang ditanamkan kepada masing-masing pemeluknya. Ada yang menggambarkan bahwa Surga itu suatu kehidupan yang abadi, dikelilingi para bidadari [yang selalu perawan], tempat bersemayamnya para dewa. Demikian pula ada yang menyebutnya sebagai tempat tinggal [tahta singgasana] Tuhan Sang Bapa. Pendek kata, Surga benar-benar merupakan tempat [impian] kebahagiaan yang di dalamnya hanya ada kenikmatan semata [sruwa-sruwi sarwo kepenak]
Bagaimana sesungguhnya makna dan persepsi Surga bagi orang-orang yang beriman? Surga dalam konsepsi al-Qur’an [Islam] disebut al-Jannah berarti taman yang tertata rapi nan indah. Surga yang akan menjadi milik orang yang dalam hidupnya selalu taat dan patuh dengan ajaran Allah ini, digambarkan bahwa di bawahnya senantiasa mengalir aneka sungai [min tahtihal-anhar]. Sehingga taman kebahagiaan tersebut merupakan taman yang subur dan menyejukkan. Siapapun yang tinggal di dalamnya tentu akan menuai kepuasan. Pohon-pohon yang ada di Surga adalah merupakan perwujudan dari kalimat thayibat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya [asluha tsabitun wa far ‘uha fi as-sama’].
Gambaran secara fisik tersebut, menurut teori sastra al-Qur’an, perlu dilihat arti metaforisnya [wajhu sabhin], agar dapat membantu kita dalam memahami makna Sorga [al-Jannah] yang sebenarnya. Apabila pohon-pohon yang ada di Surga tersebut menggambarkan masing-masing figur [sosok] orang beriman yang hidup di dalamnya, maka antara phon yang satu dengan yang lainnya akan saling merindangkan panen. Juga saling menghidangkan hasil karyanya satu sama lain. Pohon mangga akan memberikan bangganya, pohon rambutan akan menghadiahkan rambutannya, demikian pula pohon-pohon lainnya. Inilah gambaran kehidupan masyarakat Surga yang demikian indah, adil dan saling memakmurkan, gemah ripah loh-jinawi, tata titi tentrem kerta raharjo, murah kang sarwo tinuku lan thukul kang sarwa tinandur [jawa]. Semua itu ditunjang oleh suatu sistem ekonomi yang senantiasa dapat memenuhi seluruh hajat hidup orang banyak dan terdistribusinya dengan lancar seperti halnya aliran aneka sungai yang selalu mengalir di bawah Surga.
Kalau kita perhatikan lebih cermat, maka ternyata Surga yang dijanjikan Allah tersebut berujud ganda. Yakni selain Surga yang ada di akhirat kelak juga ada Surga di dunia inil. Hal tersebut tergambar jelas dalam do’a sapu jagad yang sering kita panjatkan. Rabbana aatina fid-dunya hasanah wa fil akhirati hasanah wa qiina ‘adzaban naar. Surga dunia [fidunya hasanah] adalah dunia yang baik dan indah yakni Madinatul-Munawwarah. Suatu “negara kota” yang gilang gemilang karenada dilandasi oleh cahaya al-Qur’an-Sunnah-Rasul. Adapun Surga akhirat [fil-akhirati hasanah], adalah Surga yang dijanjikan Alla apabila si Mukmin telah meninggal dunia, sebagai balasan atas segala amal ibadahnya. Jadi Surga akhirat adalah merupakan konsekuensi logis dari Surga dunia, karena dunia adalah cerminan akhirat [Ad-dunya mir’atul akhirah].
Bukti lain yang menunjukkan bahwa selain di akhirat Surga juga ada di dunia ini, antara lain adalah sabda Rasulullah saw ... “rumahku adalah Surgaku” [baiti jannati], demikian pula “Surga itu berada di bawah telapak kaki ibu”[al-Jannatu tahta aqdamil-umahat.. Bukankah rumah tangga Rasulullah itu berada di dunia kita ini juga? Begitu pula jejak langkah kaum ibu di dunia ini sangat menentukan kebahagiaan sebuah kehidupan. Hal ini terutama ditegaskan oleh Rasulullah saw .. bahwa wanita itu tuang negara [an-nisaa’u ‘imaadul bilad].
Surga dunia sebagaimana tercermin dalam Madinatul Munawwarah telah dicapai oleh Rasulullah saw. Dan para sahabatnya melalui “jalan yang lurus” [Shirathalmustaqim]. Yaitu suatu sistem jalan kehidupan Islam secara total [kaffah] yang diraih dengan cara merevolusikan masyarakat dari kegelapan jahiliyah [dzulumat] menuju pencerahan ilmiyah [an-Nur], [Q.S. al-Baqarah: 257]. Surga yang seperti digambarkan tersebut bukan Surga yang jatuh begitu saja dari langit, akan tetapi suatu Surga yang harus diraih melalui perjuangan fisik [jihad], perjuangan mental [mujahadah] maupun perjuangan intelektual [ijtihad].
Dengan melalui kegiatan dakwah yang giat [intensif], mangkus [efektif] dan sangkil [efisien], Rasulullah saw. Telah berhasil membangun “Surga” di dunia. Sebuah revolusi kebudayaan paling cepat dalam sejarah. Hanya dalam tempo kurang dari seperempat abad [23 tahun], padang pasir gersang dan gunung-gunung batu yang keras lagi tandus telah berubah menjadi Surga. Yakni membebaskan manusia dari peradaban yang gelap gulita [dark ages] menuju peradaban yang terang benderang [enlightenment] disinari oleh cahaya ilahi [al-Qur’an] melalui tauladan hidup Rasulullah.
Untuk mencapai kondisi tersebut, berapakah harga yang harus dibayarkan? Yang pasti, harga sebuah Surga tidaklah murah. Menurut Allah bagi setiap mukmin [para pendukung cita-cita surgawi] haruslah mau menyerahkan diri dan hartanya sekaligus [anfusahum wa amwalahum] untuk ditukar dengan al-Jannah. Dan proses transaksinya harus diperjuangkan mati-matian sehingga setiap mukmin harus senantiasa siap tempur [ready use to combat] dalam rangka meraih dan mempertahankan Surga [yuqaatiluuna fi sabilillah fayaqtuluuna wayuqtaluun]. Harga inilah yang diminta Allah sebagaimana tersirat di dalam semua kitab suci, baik at-Taurat, al-Injil, maupun al-Qur’an. [Q.S. at-Taubah:111].
Apa makna dari semua itu? Dengan dibayarkannya “diri” dan “harta” mukmin kepada Allah, maka berarti simukmin tersebut telah menyerahkan “ego”, ke-aku-annya dan hartanya menjadi milik Allah. Sehingga dengan demikian, setiap mukmin menyerahkan seluruh hidupnya untuk dikelola oleh Allah. Dengan kata lain, setiap orang yang menyatakan dirinya mukmin sudah semestinya mau dan rela sepenuh hati untuk hidup hanya menurut kehendak Allah. Mukmin yang demikian itulah mukmin yang haq, mukmin yang menjadi pohon-pohon Surga, yang dari benih iman-nya telah tumbuh menjadi pohon yang kokoh kuat, akarnya menghunjam ke dalam petala bumi dan cabang serta rantingnya menjulang ke angkasa raya serta berbuah di sepanjang musim [Q.S. Ibrahim:24].
Pohon tersebut selalu menghidangkan panen zakat, infaq, dan sadaqah bati kemakmuran dan keadilan kehidupan. Aroma buahnya menciptakan ketenteraman dan kebahagiaan hidup tiada tara. Demikianlah Surga yang menjadi dambaan setiap insan. Sebuah model kehidupan, yang selain membahagiakan sekaligus juga menyehatkan. Ibarat manisnya madu yang selain lezat nikmat juga menyehatkan [Q.S. an-Nahl: 68, 69]. Itulah yang terjadi hampir hampir satu setengah milinium yang lampau di dalam masyarakat Madinatul Munawwarah, “negara kota” yang bermandikan cahaya Ilahi dengan tauladan indah para Nabi, yang kelak nantinya merupakan panen di akhirat [ad-dunya mazra’atul akhirah]. Singkatnya, suatu masyarakat dimana telinga kita belum pernah mendengar, mata belum pernah melihat, hati belum pernah merasai, Masyarakat mukmin yang seperti itulah, masyarakat di mana pandangan dan sikap hidupnya berdasar kalimat thayyibat, [al-Qur’an –Sunnah-Rasul], yang akan memperoleh Surga yang dijanjikan.
...........................
Yahudi dan bani Israil adalah makhluk Allah
yang dikaruniai kemampuan lebih hebat dibanding dengan ummat lainnya oleh
karena Allah terus menerus menurunkan Ilmu-NYA didalam pangkuan bangsa mereka
selama 2000 tahun. Mereka tidak
mengakui keRasulan Muhammad, salahsatu nya, karena garis keturunan Rasul SAW
dari pembantu/selir nya nabi Ibrahim, Hajar, ibunda nya nabi Ismail. Bukan dari
garis keturunan nabi Ishaq, nenek moyangnya Yahudi (katanya, kata mereka).
Apakah pemikiran dan kehidupan IPOLEKSOSBUD
mereka yang begitu ILMIAH, yang dimiliki Yahudi persaat ini hasil dari
pemikiran pribadi-pribadi mereka ataukah hasil dari nyolong ILMU yang sudah
2000 tahun lebih mereka rekam dari kitab-kitab yang Allah turunkan
termasuk AlQuran? (QS 18:9, Atau kamu mengira bahwa orang-orang yang
mendiami gua dan (yang mempunyai) raqim...). Wajar saja Yahudi dan
antek-anteknya bisa menguasai sejarah peradaban dunia sejak khalifah Ali wafat,
ternyata mereka menguasai ilmu Allah tapi menyalahgunakannya menurut ambisi
pribadinya dan golongannya saja! Bahkan bangsa yang tersingkir dalam percaturan
dunia atau peradaban rimba, baik itu peradaban teknologi maupun agamanya, hanya
dieksport dan dicekoki ajaran takhayul (khayalan), yang hanya bisa
berkhayal besar tanpa kerja keras secara ilmiah! Dibuatkan film-film kolosal
yang khayali agar pemikiran takhayul mereka semakin dibuat subur termindset
dalam otak orang islam persaat ini.
Dimana korelasi serta relevansi-nya dengan
realita kehidupan sosial secara kongkrit,
berbagai cerita tentang : pahala, surga, dosa, neraka, keajaiban menghidupkan
orang mati, menyembuhkan orang buta, membelah laut, tongkat menjadi ular,
melunakkan besi, bicara dengan hewan, memindahkan istana megah dalam sekejapan
mata, rambut di belah tujuh, membelah dada orang lalu mencuci hatinya, dll. Kaidah
mana yang sesat menyesatkan? Apakah pemikiran yang penuh khayal? Ataukah kaidah
Ilmiah yang sesuai dengan proses kejadian alam?
Pikiran manusia tidak akan menerima ide yang
tidak masuk akal, kecuali manusia menerima lebih dulu konsep yang dinamakan
“mu’jizat” (kejadian ajaib atas kuasa Tuhan). Konsep mu’jizat atau
miracle dipopulerkan oleh Yahudi dan Nasrani melalui kisah-kisah para nabi
dalam kitab perjanjian lama dan perjanjian baru. Mereka memperkenalkan konsep
ini kepada bangsa Arab dengan istilah dalam bahasa Arab : “mu’jizat”. Maka,
bila manusia sudah menerima/percaya dengan konsep mu’jizat, . . cerita ajaib
apapun akan mudah diterima. Termasuk anak yang lahir dari seorang perawan . .
dipandang sebagai mu’jizat.
Allah
dengan melalui ILMU-NYA, ALQURAN, tidak pernah bikin dongeng, yang
membikin ajaran Allah menjadi dongeng adalah distorsi pada perspektif atau
sudut memandang manusia dalam menafsirkan ayat-ayatnya sehingga menjadi
dongeng.
Mereka mengetahui rahasia AlQuran sebagaimana
mereka mengetahui tanda dalam tubuh maupun kepribadian anak-anak kandung mereka
sendiri. QS 2: 146, Orang-orang (Yahudi dan Nasrani) yang telah Kami beri Al
Kitab (Taurat dan Injil) mengenal Muhammad (yakni dengan ajaran-NYA, ALQURAN)
seperti mereka mengenal anak-anaknya sendiri. Dan sesungguhnya
sebahagian diantara mereka menyembunyikan kebenaran, padahal mereka mengetahui.
QS 12:111, Sesungguhnya pada kisah-kisah
mereka itu terdapat pengajaran bagi orang-orang yang mempunyai akal. Al Quran
itu bukanlah cerita yang dibuat-buat, akan tetapi membenarkan (kitab-kitab)
yang sebelumnya dan menjelaskan segala sesuatu, dan sebagai petunjuk dan rahmat
bagi kaum yang beriman.
Setiap kali Allah menurunkan satu Kitab,
sebagian Yahudi selalu meng-Kadzdzaba (mendustakan Ilmu/meng aduk-aduk/melacur
Ilmu) ajaran Allah. Ini yang perlu
kita catat dan cam-kan, pelacuran Ilmu (kadzdzaba) Yahudi di sepanjang sejarah
kehidupan umat manusia sehingga ummat manusia di seantero dunia, sepanjang
zaman, sepeninggal para nabi selalu terjerumus kedalam kehidupan Syar, saling
baku hantam sesamanya.
Bagaimanakah dengan AlQuran sepeninggal nabi
Muhammad? QS 15/Al-Hijr: 9 menegaskan, INNA NAHNU NAZALNAADZIKRA WA INNAA LAHU
LAHAAFIZHUN, Allah menjamin tulisan AlQuran akan tetap terjaga sampai akhir
zaman. Namun bagaimana dengan penggunaan pilihan kata terjemahan nominal
sehingga mempengaruhi didalam pemaknaan yang terkandung di dalam tulisan
AlQuran sepeninggal nabi Muhammad? Salah menterjemahkan nominal kata maka akan
salah memaknai, maka salah pula didalam mempraktekkannya.
AlQuran datang dari Arab, kita sedang apa dan
bagaimana, situasi dan kondisi ketika kedatangan AlQuran dari Arab pada abad ke
7, di Indonesia sedang apa? Dan di Arab pun sedang terjadi seperti apa kondisi
nya pada saat AlQuran diperkenalkan keluar dan sampai ke Indonesia. Kita sudah
sama-sama sepakat bahwa Teks bahasa Alquran tidak pernah ada perubahan dari
sejak awal nabi SAW, seperti yang disebutkan pada ayat diatas, tetapi didalam
menterjemahkan istilah kata dalam Alquran itulah yang perlu di kaji ulang,
apakah ada pembelokkan-pembelokkan istilah kata yang di ambil sehingga makna
nya menjadi lain dan otomatis pelaksanaannya pun menjadi salah. (https://www.facebook.com/notes/muhajir-isnaini/latar-belakang-bangsa-indonesia/837039783015281)
Artikel terkait:
Khalifah
Merubah mindset khayal kepada mindset ilmiah:
Posting Komentar
Posting Komentar