JANGAN MENGAKUI HASIL PEKERJAAN ORANG TERDAHULU
Itu
adalah umat yang lalu;
baginya apa yang telah
diusahakannya dan bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu
tidak akan diminta pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.
(QS. Al Baqarah:134, 141)
Dan
bagi tiap-tiap umat
ada kiblatnya (sendiri) yang ia menghadap kepadanya. Maka
berlomba-lombalah (dalam membuat) kebaikan. Di mana saja kamu berada pasti
Allah akan mengumpulkan kamu sekalian (pada hari kiamat). Sesungguhnya Allah
Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Al Baqarah:148)
Mungkin
orang tua kita hebat, mungkin pendahulu kita hebat, tetapi yang lebih penting
ialah sehebat apa diri kita. Mungkin kita bisa menikmati apa yang sudah
diperoleh oleh para pendahulu kita, tetapi jika kita hanya menikmati dan
membangga-banggakan hasil pendahulu kita, itu tidak ada artinya, karena yang
hebat bukan diri kita, tetapi pendahulu kita.
Kita
tidak akan mendapatkan apa-apa atas yang dilakukan oleh pendahulu kita.
Kesuksesan mereka bagi mereka, kita tidak akan kebagian kecuali kita memanfaatkan
kembali toolkit (ALQURAN) yang telah dipraktekkan oleh pendahulu kita. Kita boleh menggunakan kembali
toolkit yang sudah terbukti keberhasilannya sebagai pijakan perjuangan kita
saat sekarang. Islam menginginkan perbaikan kembali dari praktek-praktek system
kehidupan yang sudah tercampur aduk, kita harus menggunakan kembali kepada
toolkit yang original yang dipergunakan para pendahulu kita. Kita tidak bisa mengandalkan pada
cerita-cerita heroik yang sudah dicapai oleh pendahulu kita yang sumber
kebenarannya pun sudah disusupi banyak kepentingan.
Atau,
jika pun pendahulu kita tidak baik. Itu bukan alasan kita untuk mengikuti jejak
mereka. Apa yang
mereka lakukan untuk mereka. Sekarang tinggal apa yang akan kita lakukan dan
untuk diri kita sendiri. Kita tidak akan diminta pertanggung
jawaban atas apa yang diperlakukan oleh mereka. Jadi apapun yang dilakukan oleh
pendahulu kita, baik atau buruk, kita harus tetap bertindak untuk diri kita.
QS Al An’aam/6 : 104; ….maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).
QS Al An’aam/6 : 52; ….. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, …
QS 6 : 164, 11 : 35, 17 : 15, 34 : 18; … maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain…
Kesalahan hidup dalam mengambil keputusan (islamisme menyebutnya dengan DOSA) menjadi tanggung jawab
masing-masing. Begitu pun sebaliknya, kebenaran
didalam mengambil keputusan hidup (PAHALA) adalah menjadi urusan
masing-masing pula. Masing-masing diri tidak bisa memikul kesalahan orang lain
atau pun menghadiahkan “pahala” terhadap individu lainnya.
QS. Al Baqarah/2 :134,
141; Itu adalah umat yang lalu; baginya apa yang telah diusahakannya dan
bagimu apa yang sudah kamu usahakan, dan kamu tidak akan diminta
pertanggungan jawab tentang apa yang telah mereka kerjakan.
QS Al An’aam/6 : 104; ….maka barangsiapa melihat (kebenaran itu), maka (manfaatnya) bagi dirinya sendiri; dan barangsiapa buta (tidak melihat kebenaran itu), maka kemudharatannya kembali kepadanya. Dan aku (Muhammad) sekali-kali bukanlah pemelihara(mu).
QS Al An’aam/6 : 52; ….. Kamu tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatan mereka dan merekapun tidak memikul tanggung jawab sedikitpun terhadap perbuatanmu, …
QS 6 : 164, 11 : 35, 17 : 15, 34 : 18; … maka sesungguhnya dia berbuat itu untuk (keselamatan) dirinya sendiri; dan barangsiapa yang sesat maka sesungguhnya dia tersesat bagi (kerugian) dirinya sendiri. Dan seorang yang berdosa tidak dapat memikul dosa orang lain…
Syafa’at adalah berpegang
teguh dengan Alquran sebagai pandangan dan sikap hidupnya didalam menjalankan system kehidupan
IPOLEKSOSBUDHANKAM. Qs 43 : 86; Dan
system kehidupan yang mereka ikuti selain kepada Alquran tidak dapat memberikan
syafa’at, akan tetapi yang memberikan
syafa’at adalah bagi yang berpegang teguh kepada Alquran. Depag: Dan sembahan-sembahan yang mereka sembah
selain Allah tidak dapat memberi syafa'at; akan tetapi (orang yang dapat
memberi syafa'at ialah) orang yang mengakui yang hak (tauhid) dan mereka meyakini(nya).
Puing-Puing Reruntuhan Kejayaan Peradaban Masa Lalu
Bukan lah
sekedar gemuruh retorika agar kita terbuai untuk berpesiar ke masa lalu. Ia hadir lebih dikarenakan ada sesuatu yang bermakna di
sana. Sesuatu yang mesti dijadikan pembelajaran tolok ukur saja agar kita bisa fokus
terhadap kualitas kehidupan yang akan kita bangun, agar mutu masa depan umat
manusia itu bisa besar seperti para pendahulu kita. Dilihat dari sisi
kemunculannya saja, hikmah ini tidak mungkin lahir begitu saja lewat obrolan
bahasa sehari-hari tanpa didahului adanya babak pergulatan dan jerih payah dari
para pelaku sejarah. Dibutuhkan orang-orang yang mau jatuh terpelanting dalam
hidup ini lalu bangun lagi, sebelum mereka berhasil merumuskannya by design Alquran, kemudian mempersembahkan hikmah
ini ke khalayak ramai. Dibutuhkan orang-orang yang mau berakit-rakit ke hulu
terlebih dahulu agar kita yang hidup dikemudian hari bisa berenang-renang ke
tepian. Dibutuhkan orang-orang yang bersedia pontang-panting ke sana kemari,
dan masih juga tertimpa tangga sehingga ada pelajaran yang bisa kita petik
darinya, LEARN BY DOING.
Setidaknya, ada dua sikap yang bisa muncul saat kita
dihadapkan pada realitas sejarah yang ada. Pertama, bersikap sebagai seorang
pengamat sejarah. Disini kita membuat jarak renung dengan masa lalu. Realitas
sejarah dijadikan obyek analisa yang relatif terpisah dengan realitas kekinian.
Sejarah hanyalah cerita lampau yang kini
dikenang. Dianalisa. Peristiwa-peristiwa yang terjadi di dalamnya kita
anggap sebagai peristiwa ”tanpa tanda jasa” yang tidak memberi sumbangsih bagi realitas kekinian. Persetujuan ataupun penolakan kita atas
realitas sejarah tidak ada konsekuensi apapun terhadap posisi kehidupan kita
saat ini. Kedua, sikap sebagai pewaris sejarah. Pada dataran ini, realitas
kekinian dianggap sebagai kelanjutan dari realitas kelampauan. Realitas
kekinian merupakan akibat dari realitas masa silam yang berposisi sebagai
sebab. Konsekuensi dari sikap seperti ialah kita tidak bisa mengabaikan aneka
peristiwa masa lalu yang telah membentuk realitas kekinian. Disebabkan oleh
sikap semacam ini maka mempertanyakan keabsahan dan validitas realitas sejarah
itu sendiri menjadi hal yang tak boleh dilupakan. Bahkan bisa-bisa sikap
mempertanyakan hal termaksud hukumnya menjadi wajib bila setelah didiagnosa ternyata ada adegan sejarah yang tidak memperoleh
legalitas ilahiah (Alquran) namun kenyataannya hingga saat ini masih diakui
sebagai adegan sejarah yang sah. Lewat cara pandang seperti ini maka
sejarah menjadi lembaran terbuka yang setiap saat siap untuk dikoreksi oleh
Alquran, inna ilaa rabbika ruj’a.
Artinya; Sebenarnya kepada (Al-qur’an) pembimbing kalian lah
semuanya sebagai rujukan. Depag: Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmulah
kembali(mu). (QS 96 : 8). Ditimbang-ulang. Dan, tidak sekedar didongengkan.
Kita pasti mencatat bahwa sejarah itu merupakan bikinan para pendahulu
kita. Sejarah tidak lahir begitu saja tanpa ada peran dari para
pengambil keputusan saat itu. Bila niat pendahulu kita berubah maka
berubahlah zaman. Dengan demikian realitas sejarah bukanlah realitas
yang bebas nilai. Ia bukan suatu realitas yang bersih dari campur tangan
manusia sebagai pelaku sejarah. Di sini, duduk perkaranya menjadi lebih
gamblang bahwa pandangan dunia yang dianut para pendahulu kita
tentu mewarnai setiap kebijakan yang diambil, yang pada gilirannya, akan
menjadi realitas sejarah itu sendiri. Cara berpikir seperti ini, akan
menjadi sangat menarik bila dihubungkan dengan kehidupan keagamaan.
Hal ini disebabkan, dalam beragama kita tidak bisa memilih sikap yang
pertama, yang beranggapan masa lalu sekedar obyek analisa tanpa kita
merasa diwarisi pandangan dunia dari para penguasa saat itu. Mau tidak
mau, suka tidak suka predikat sebagai pewaris sejarah mesti kita
sandang. Masalahnya akan bertambah pelik bila ternyata kita mewarisi realitas sejarah keagamaan yang keliru. Artinya, informasi yang sampai ke kita ternyata bukan informasi yang diharapkan agama itu sendiri. Tapi, informasi yang sudah diracik para policy maker saat itu yang sebenarnya tidak merujuk kepada sumber asli nya, Alquran. Dengan bahasa yang berbeda bisa dikatakan, sejarah
yang kita pelajari dan kita yakini selama ini adalah sejarah
”jadi-jadian”. Sejarah hasil ramuan orang-orang yang hanya menggunakan
argumentasi pemikirannya belaka (QS 96 : 15, 16).
BAGAIKAN ANJING YANG MENJILATI SAMPAH JEJAK KEJAYAAN PARA ORANG TERDAHULU
QS
Al A’raf/7 : 176. …, maka perumpamaannya
seperti anjing jika kamu menghalaunya (memberi pemahaman
AlQuran) diulurkannya
lidahnya (tetap
berpegang pada prasangka mereka) dan jika kamu membiarkannya
dia mengulurkan lidahnya (juga). Demikian itulah perumpamaan orang-orang yang melacur Al-Qur’an
menjadi aduk-adukan Nur- Dzulumat atau dia menyelewengkan nya menjadi Dzulumat
semata. Maka ceritakanlah (kepada mereka) kisah-kisah itu agar mereka berfikir.
QS
Yunus/10 : 66. ... Dan orang-orang yang menyeru sekutu-sekutu selain Allah,
tidaklah mengikuti (suatu keyakinan). Mereka tidak mengikuti kecuali prasangka belaka,
dan mereka hanyalah
menduga-duga.
QS
Al An’am/6 : 116. Dan
jika kamu menuruti kebanyakan orang-orang yang di muka bumi
ini, niscaya mereka
akan menyesatkanmu dari jalan
Allah, AlQuran. Mereka tidak lain hanyalah mengikuti persangkaan
belaka, dan mereka tidak lain hanyalah berdusta (terhadap
Allah)
QS
Maryam/19 ayat 23-26:
23.
Maka penderitaan perjuangan pembentukan korps memaksa ia bersandar kepada
system sampah jejak rasul Zakaria yg sdh tdk berpangkal dan berujung-nahlah (aduk-adukan,
min asari rasul, sampah
jejak kejayaan rasul" dulu (kaji QS 20:96 dan QS 2: 134.141)
karena keputus asaan terhadap ujian yang dihadapi. (Maka rasa sakit akan melahirkan
anak memaksa ia (bersandar) pada pangkal pohon kurma, dia berkata:
"Aduhai, alangkah baiknya aku mati sebelum ini, dan aku menjadi barang
yang tidak berarti, lagi dilupakan.")
24.
Maka Jibril dengan (dialogis bi qalbu) keILMUan nya berseru, janganlah
bersedih, sesungguhnya Allah dengan keILMUan nya menuntunmu utk membentuk
Baitul Maal satu system ekonomi zakat, system jannah. (hubungkan dengan QS 2:25, QS 47:12.15, QS 5:85,
dll..dst ). ( Maka Jibril menyerunya dari tempat yang rendah:
"Janganlah kamu bersedih hati, sesungguhnya Tuhanmu telah menjadikan anak
sungai di bawahmu.)
25.
Dan beri pemahamanlah mereka (nahlah-orang" yg msh berpegang pd
sampah jejak kejayaan rasul Zakaria, sekarang sebagai islamisme
(menjilati sampah jejak kejayaan Ahmad bin Abdullah) itu
dengan ILMU ALLAH, niscaya mereka akan mendukungmu dan menghasilkan zakat suatu
system ekonomi untuk mu.( Dan
goyanglah pangkal pohon kurma itu ke arahmu, niscaya pohon itu akan
menggugurkan buah kurma yang masak kepadamu,)
26.
Dengan system ekonomi zakat itu, maka berprogram dan beranggaranlah, jangan kau
campur adukan dengan system ekonomi riba/Dzulumat, dan bangunlah malam serta
rattil dan tahajjud lah sbg pembinaan keILMUan mu.( maka makan, minum dan bersenang hatilah kamu.
Jika kamu melihat seorang manusia, maka katakanlah: "Sesungguhnya aku
telah bernazar berpuasa untuk Tuhan Yang Maha Pemurah, maka aku tidak akan
berbicara dengan seorang manusiapun pada hari ini.")
FANATIK
Fanatik
terhadap kyai, ulama, ustadz atau mazhab (ada 4 madzhab yang terkenal yaitu
Hanafi, Hanbali, Maliki, dan Syafi’i) memang telah mendarah daging dalam tubuh
umat ini. Yang jadi masalah bukanlah sekedar mengikuti pendapat orang yang
berilmu. Namun yang menjadi masalah adalah ketika pendapat para ulama tersebut jelas-jelas menyelisihi Al Qur’an
tetapi dibela mati-matian. Yang penting kata mereka ‘ sami’na wa atho’na’ (apa
yang dikatakan oleh kyai kami dst, tetap kami dengar dan kami taat). Entah
pendapat kyai/ulama/mazhab tersebut merupakan perbuatan musyrik/dualisme, yang
penting kami tetap patuh kepada guru-guru kami.
Fanatik
-dalam bahasa Arab disebut ta’ashub- adalah sikap mengikuti seseorang tanpa
mengetahui dalilnya, selalu menganggapnya benar, dan membelanya secara membabi
buta. Fanatik terhadap kyai, ustadz, ulama atau mazhab bahkan kelompok tertentu
telah terjadi sejak dahulu seperti yang terjadi di kalangan para pengikut
madzhab. Di mana para pengikut madzhab tersebut mengklaim bahwa kebenaran hanya
pada pihak mereka sendiri, sedangkan kebathilan adalah pada pihak (madzhab)
yang lain.
Banyak
dari umat Islam saat ini, apabila dikatakan kepada mereka, “Allah telah
berfirman”….mereka malah akan menjawab, “Namun, kyai/ustadz dan salah satu
mazhab kami berkata demikian …”. Apakah mereka belum pernah mendengar firman
Allah (yang artinya), “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu mendahului
Allah dan Rasul-Nya” (Al Hujurat : 1) Yaitu janganlah kalian mendahulukan
perkataan siapapun dari perkataan Allah dan Rasul-Nya.
Dan
perhatikan pula ayat selanjutnya dari surat ini. Allah Ta’ala berfirman (yang
artinya),
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu meninggikan suaramu melebihi
suara Nabi, dan janganlah kamu berkata kepadanya dengan suara yang keras,
sebagaimana kerasnya suara sebagian kamu terhadap sebagian yang lain, supaya
tidak hapus (pahala) amalanmu, sedangkan kamu tidak menyadari.” (Al Hujurat :
2).
Apabila
mengeraskan suara mereka di atas suara Rasul atau mendahulukan pendapat,
akal, perasaan, politik, dan pengetahuan di
atas ajaran AlQuran. Maka perhatikan firman Allah melalui QS 96
: 15-16 :
15.
Kallaa la illam yantahi lanasfa'an
binnaasiya
Camkanlah!!
Jika
dia itu tidak berhenti
(melacur al-qur’an menjadi aduk-adukan) sungguh akan KAMI sentak ubun-ubun/otak nya (karena
selalu menggunakan selera tanpa wahyu).
Terjemah
DEPAG: Ketahuilah, sungguh jika Dia tidak
berhenti (berbuat demikian) niscaya Kami tarik ubun-ubunnya
16. Naasiyatin kaadzibatin
khaathiah
Yaitu
ubun-ubun
yang berlaku aduk-adukan Nur-Dzulumat yang berlaku keliru belaka.
Terjemah
Depag: (yaitu) ubun-ubun orang yang mendustakan lagi durhaka.
QS
AlBaqarah ayat 79, Maka
kecelakaan yang besarlah bagi orang-orang yang menulis Al Kitab dengan tangan mereka sendiri, lalu dikatakannya; "Ini dari
Allah",
(dengan maksud) untuk memperoleh keuntungan yang sedikit dengan perbuatan itu.
Maka kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang ditulis oleh tangan
mereka sendiri, dan kecelakaan yang besarlah bagi mereka, akibat apa yang
mereka kerjakan.
QS AlBaqarah ayat 165, Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah....
QS AlBaqarah ayat 165, Dan diantara manusia ada orang-orang yang menyembah tandingan-tandingan selain Allah; mereka mencintainya sebagaimana mereka mencintai Allah....
Mayoritas
orang-orang yg fanatik kepada kyai, ulama, ustadz ataupun madzhab tidak
mendalami Al Qur’an. Sandaran mereka hanyalah hadit-hadits atau hikayat-hikayat
dari para tokoh ulama yang bisa jadi benar dan bisa jadi bohong, karena sudah
disusupi oleh berbagai kepentingan saat hadist tersebut dibuat.
Surat
An Nisaa'/4 ayat 59,"….
Kemudian jika kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia
kepada Allah (Al Quran) dan Rasul (sunnahnya), jika kamu benar-benar
beriman kepada Allah dan hari kemudian. Yang demikian itu lebih utama (bagimu)
dan lebih baik akibatnya.
Farudduhu ilallah
ditujukan bukan kepada Allah sbg Dzat, tetapi kembalikanlah semua urusan kpda
ILMU nya ALLAH, ALQURAN. Surat
Al Baqarah ayat 156, “(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa
musibah, mereka mengucapkan: "Inna
lillaahi wa innaa ilaihi raaji'uun". Hubungkan juga
dengan Surat Al
Alaq/96 ayat 8, Inna illa rabbika ruj’aa. Raji’un, ruj’a sama dengan
kata bahasa indonesia RUJUKAN
(kembali). “Sesungguhnya kita adalah milik Allah dan kepada Allah (Al-qur’an)
pembimbing kalian lah semuanya sebagai
rujukan.
Orang
mati, ILMU yang dibawa nya lah yang mati, bukan jasadnya yg mati, mati jasad
adalah proses biologis alam, semua mahluk hidup akan mengalami, bukan musibah,
yg menjadi musibah adalah ILMU yg dibawa si jasad mati. Kembalikan rujukan
ILMU nya hanya kepada AlQuran,
karena siapa tahu ILMU yang dibawa si jasad mati tersebut adalah ILMU aduk"an antara AlQuran dan
SELERA/HAWA NAFSU (Insting dan Naluri) atau dualisme/musyrik.
Kaji
juga KETIKA HADIST
BUKAN LAGI TERMASUK DALAM SUNNAH RASUL, http://qurunkedua.blogspot.com/2014/04/ketika-hadist-bukan-lagi-termasuk-dalam.html
Patron/uswah
kehidupan bukanlah arab, bukan adam, bukan ibrahim, bukan musa, bukan daud,
bukan isa dan bukan ahmad bin abdullah, mereka adalah hanya sebatas jasad pelaksana saja sama halnya seperti kita sekarang
(QS Al Kahfi/18:110, "Katakanlah:
Sesungguhnya aku ini manusia biasa seperti kamu, yang diwahyukan
kepadaku: "....." QS Fushshilat/41:6, "Katakanlah: "Bahwasanya aku
hanyalah seorang manusia seperti kamu, diwahyukan kepadaku bahwasanya
Tuhan kamu adalah Tuhan yang Maha Esa, maka tetaplah pada jalan yang lurus
menuju kepadaNya dan mohonlah ampun kepadaNya. Dan kecelakaan besarlah bagi
orang-orang yang mempersekutukan-Nya,),
Patron/uswah
kehidupan adalah kitab yg
sejak awal sudah tersimpan dan terpelihara di Lauh Mahfud, yg isi kesimpulan
kitab tersebut adalah sama dan tidak
ada perubahan dari awal hingga akhir (QS Al Israa/17 : 77,
"(Kami menetapkan
yang demikian) sebagai suatu ketetapan terhadap rasul-rasul Kami
yang Kami utus sebelum kamu dan tidak akan kamu dapati
perobahan bagi ketetapan Kami itu". QS Al Fath/48:23,
"Sebagai suatu sunnatullah
yang telah berlaku sejak dahulu, kamu sekali-kali tiada akan
menemukan perubahan bagi sunnatullah itu"...(SUNNATULLAH = sunnah/perjalanan
pembentukan peradaban manusia menurut ILMU ALLAH), hanya beda nama dan pelaku
saja.
Peradaban
manusia bisa
besar dikarenakan
belajar pada 1 ILMU YG SAMA (AL-ASMA/ADAM, SUHUF
ULA/IBRAHIM, ZABUR/DAUD, TAURAT/MUSA, INJIL/ISA, AL-QURAN/AHMAD), mereka dan
kita tanpa ILMU tersebut
adalah sama
seperti halnya binatang-binatang yang ada (anjing, babi,
monyet, dll). Ahmad bin Abdullah adalah bukan siapa-siapa jika tidak ada ILMU
(AL-QURAN), begitu pun ISA, MUSA dan kita semua...Itu terbukti apabila
bayi-bayi manusia jika dibuang ke hutan ataupun ke tempat yang tidak ada ILMU,
merekahanya
mempergunakan SELERA/HAWA NAFSU (INSTING DAN NALURI) sama
sprti yg dilakukan binatang". Jadi kepada sahabat" semua, jgn pernah sekali" kultus
individu,kultus
lah terhadap ILMU yg telah dipraktekan oleh individu
tersebut. Contoh manusia yang tidak mendapatkan ILMU, http://unikdiary.blogspot.com/2012/02/manusia-tarzan-memang-ada.html
Kaji
juga KESALAHAN BERFIKIR YANG SANGAT FATAL, http://qurunkedua.blogspot.com/2014/04/kesalahan-berfikir-yang-sangat-fatal.html
Posting Komentar
Posting Komentar