MONOGAMI ADALAH SUNNAH UTAMA RASUL

Bismillahirrahmanirahim.. Sering masalah poligami dijadikan polemik oleh non-muslim untuk mendeskreditkan Islam, menurut mereka bahwa poligami yang disandarkan sebagai "Sunnah Rasul" oleh kebanyakan Muslim tidak baik diterapkan dalam urusan rumah tangga. Apa yang akan dibahas disini adalah, benarkah Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam lebih mensunnahkan poligami dibandingkan monogami dalam kehidupan rumah tangga?





Poligami Dalam Bingkai Sejarah Kehidupan Nabi

Bismillahirrahmanirahim.. Sering masalah poligami dijadikan polemik oleh non-muslim untuk mendeskreditkan Islam, menurut mereka bahwa poligami yang disandarkan sebagai "Sunnah Rasul" oleh kebanyakan Muslim tidak baik diterapkan dalam urusan rumah tangga. Apa yang akan dibahas disini adalah, benarkah Rasulullah Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam lebih mensunnahkan poligami dibandingkan monogami dalam kehidupan rumah tangga?

Poligami Dalam Bingkai Sejarah Kehidupan Nabi

Berdasarkan catatan sejarah, Nabi Muhammad SAW selama hidupnya memang memiliki istri 12 orang. Berdasarkan itu, maka sebagian kaum orientalis yang anti Islam “menuding” Nabi Muhammad SAW itu hiperseks dan budak nafsu syahwat. Padahal, kalau mau jujur, di balik poligami tersebut ada rahasia yang agung. Sayang, mereka kaum orientalis yang anti islam enggan menyingkap rahasia agung itu. Oleh karena itu, tulisan ini sengaja saya buat untuk mengcounter sekaligus menjawab tuduhan keji para kaum orientaslis kepada Rasulullah SAW. Mudah-mudahan tulisan ini menambah pengetahuan dan wawacasan kita tentang Indahnya Akhak Rasulullah sehingga meningkatkan kecintaan kita kepada Allah SWT dan Rasul-Nya.

Sebenarnya, Nabi Muhammad SAW itu “penganut monogami”. Buktinya, ketika poligami (beristri lebih dari satu) begitu mentradisi dan menjadi kebanggaan di kalangan masyarakat arab pada waktu itu, Nabi Muhammad SAW hanya punya istri satu saja. Dialah “Siti Khadijah”, wanita yang telah memberikan enam anak (dua laki dan empat wanita) selama 25 tahun membina rumah tangga dengan Nabi Muhammad SAW. Selama hidup bersama Siti Khadijah, Nabi Muhammad SAW tak pernah sekalipun main perempuan. Malahan, setelah istri tercintanya itu wafat tiga tahun menjelang “hijrah” (perpindahan) umat muslim dari Mekah ke Madinah, Nabi Muhammad SAW sempat menduda selama empat tahun.

Menuding bahwa Nabi Muhammad SAW sebagai budak seks dan syahwat, merupakan fitnah yang sangat keji dari kaum orientalis anti Islam lantaran cemburu atas kesuksesan Nabi Muhammad SAW membangun masyarakat dalam berbagai sektor. Maka, untuk melampiaskan kecemburuan itu, sebagian orientalis dan tokoh agama tertentu, sengaja menodai kesucian Nabi Muhammad SAW dengan melontarkan tuduhan-tuduhan keji tersebut.

Untuk diketahui, kondisi masyarakat Arab Jahiliyah waktu itu – sebelum kedatangan Nabi SAW untuk memurnikan Islam kembali (ingat, islam sdh ada sejak zaman Ibrahim AS, malahan jika level pemahamannya sdh luas, Nabi Adam - Isa sebenarnya adalah membawa Islam) – sangat memberikan peluang untuk mengumbar nafsu. Ketika itu, hubungan seks di luar nikah sudah memasyarakat dan menjadi sebuah tradisi yang wajar. Bahkan, seorang pria yang menikahi puluhan wanita pun, justru jadi simbol ketinggian status sosial. Sungguh, wanita Arab masa itu tak punya nilai sama sekali. Seakan kaum hawa diciptakan hanya untuk pemuas syahwat kaum pria semata.

Nabi Muhammad SAW yang ketika itu masih muda belia – sekitar 20 tahun – merasa khawatir dan prihatin melihat perilaku kaum pria di tengah masyarakatnya. Beliau mencoba menjauhkan diri dari perilaku yang tidak manusiawi itu. Akhirnya, Beliau mengasingkan diri ke Gua Hira di Jabal Nur (Gunung Nur). Beliau merenungi kebejatan moral masyarakatnya. Kemudian Beliau mencoba mencari kebenaran dan petunjuk dalam kesepian itu.
Padahal, kalau Nabi Muhammad SAW itu seorang budak nafsu, tentu Beliau akan menghabiskan masa mudanya dengan menggauli puluhan, bahkan ratusan wanita cantik. Toh, ketika usianya 20 tahun saja, nama Beliau sudah sangat populer di tengah masyarakat Arab sehingga diberi gelar Al-Amin (Terpercaya). Kebaikan akhlaknya sudah jadi buah bibir ditengah masyarakat dan kegantengan rupanya pun tak kalah dengan pemuda-pemuda sebayanya. Lagi pula, Nabi Muhammad SAW adalah seorang keturunan “Darah Biru” yang kakek-buyutnya adalah orang terpandang dan disegani di kalangan masyakarat Arab waktu itu, kakek-buyutnya adalah pemimpin Bani Hasyim dan salah satu tokoh terpandang yang disegani dan dihormati suku Quraisy. Selain itu, kakek adalah orang yang dipercaya menjaga Ka’bah.

Tapi, ditengah gejolak darah mudanya itu, Nabi Muhammad SAW justru jadi penggugat tradisi poligami pelampias nafsu dan tradisi pelacuran atau seks diluar nikah. Ini menunjukan bahwa Nabi Muhammad SAW adalah seorang yang bersih dari perbudakan hawa nafsu. Tak pernah ada catatan secuil pun yang mengatakan, Nabi Muhammad SAW pernah melampiaskan nafsu biologisnya di luar nikah.

Nabi Muhammad SAW baru menyentuh kulit lembut wanita ketika Beliau menikahi Siti Khadijah. Pernikahan ini pun bukan atas dorongan nafsu seksual..!!! Bukti sejarah menunjukan, bahwa Nabi Muhammad SAW menikah pada usia 25 tahun, sementara Siti Khadijah yang berstatus janda ketika itu berusia 40 tahun. Kalau saja, Nabi Muhammad SAW adalah budak nafsu, jelas ditengah usianya yang masih muda itu, justru akan menikahi seorang, bahkan beberapa gadis cantik yang masih perawan dan energik. Tapi ternyata tidak..!!!

RASULULLAH SAW SEBENARNYA PENGANUT MONOGAMI..!!!

Patut dicatat, sejak menikah pada usia 25 tahun sampai ditinggal wafat istrinya pada usia 50 tahun, Nabi Muhammad SAW cuma punya satu istri saja. Itulah Siti Khadijah. Padahal, kalau Beliau seorang budak nafsu, jelas ditengah kerentaan istrinya Siti Khadijah yang telah berumur 65 tahun itu, Beliau akan menikahi wanita lain agar nafsu biologisnya bisa tersalurkan sepuas-puasnya. Tapi ternyata tidak…!!!!

Bahkan, empat tahun sepeninggal Siti Khadijah pun, Nabi Muhammad SAW masih bertahan sebagai duda. Beliau lebih memusatkan perhatiannya pada pengembangan dakwah Islam. Tak terlintas sedikitpun untuk cepat-cepat punya istri baru lagi..!!!

Baru ketika usia Beliau 55 tahun, keinginan atau hasrat untuk menikah lagi muncul. Hasrat ini dilatarbelakangi karena keadaan umat Islam yang amat sangat menyedihkan dan memprihatinkan terutama bagi kaum wanita dan anak-anak kecil. Masa itu, kaum kafir Quraisy dan Yahudi tengah meningkatkan permusuhan dan kebenciannya terhadap umat Islam, sehingga penindasan-penindasan biadab yang dilancarkan musuh-musuh Islam tak bisa lagi dibiarkan, kecuali dilawan dengan kekuatan fisik. Singkat cerita, setelah turunnya wahyu dari Allah SWT, akhirnya terbukalah perang.

Di tengah peperangan ini, tak sedikit tentara Islam yang gugur sebagai syahid di medan pertempuran. Dampaknya jelas, banyak istri sahabat Nabi yang menjanda dengan memikul beban berat karena harus menghidupi anak-anak mereka yang tiada berayah lagi.
Dalam keadaan perang, tak mungkin sempat membangun panti asuhan anak-anak yatim. Apalagi masa itu, lingkungan persaudaraan umat Islam masih kecil sekali. Dan kondisi ekonomi umat Islam saat itu juga benar-benar sangat memprihatinkan. Sementara tentara musuh terus memburu tawanan wanita Islam untuk melampiaskan hawa nafsu mereka.

Kenyataan pahit itu, mendorong Nabi Muhammad SAW untuk membuka pintu poligami. Para sahabat Nabi yang dinilai “mampu” dimintanya untuk menikahi janda-janda korban perang sampai empat. Syaratnya, para sahabat itu harus mampu berbuat adil, baik terhadap istri-istrinya, maupun anak-anak yatim yang dalam perawatannya. Kalau tidak bisa berbuat adil, cukup beristri satu saja. Syarat yang dikemukakan Nabi ini diabadikan dalam Al-Qur’an surat An-Nisa ayat : (3).
Nabi sebagai penganjur poligami dalam keadaan darurat waktu itu, juga menikahi para janda sahabatnya, sehingga para janda itu selamat dari perlakuan semena-mena tentara musuh Islam. Anak-anak para janda yang berstatus yatim itu pun, terpelihara dan terjaga dengan baik.
Dari catatan sejarah, setelah Siti Khadijah Wafat, Nabi Muhammad SAW menikahi 11 wanita, tiga diantaranya adalah wanita budak atau tawanan perang (Siti Juwariyah, Siti Shafiyah, dan Maria Al-Qibtiyah), delapan lainnya adalah wanita merdeka yaitu (Siti Saudah, Siti Aisyah, Siti Hafsah, Siti Zainab Ummul Masakin, Ummi Salamah, Siti Zainab Putri Umaimah, Ummi Habibah dan Siti Maimunah). Dari delapan wanita merdeka itu, hanya seorang wanita yang berstatus gadis. Itulah Siti Aisyah, sedangkan yang lainnya berstatus janda.

Baru setelah Khadijah meninggal dunia maka Nabi Muhammad mulai melakukan poligami, dimana para ahli sejarah antara lain Watt dan John L. Esposito (Professor Religion & Director of Center for International Studies at the College of the holly cross), mengatakan bahwa sebagian besar perkawinan itu dimaksudkan untuk memperkuat ikatan politik (sesuai dengan budaya Arab), atau memberikan penghidupan bagi para janda (saat itu janda lebih susah untuk menikah karena budaya yang menekankan perkawinan dengan perawan). Pakar Muslim dan non-Muslim yang obyektif mengakui bahwa perkawinan-perkawinan Nabi Muhammad yang dilakukan sepeninggal Khadijah memiliki tujuan dengan motif politik dan sosial.

1. Motif politik politis (seperti pada Juariyah, Safiyah, Maimunah) dilakukan untuk menguatkan kedudukan Islam dengan perkawinan antar pemuka suku, plus untuk menyatukan suku-suku Arab yang dulunya saling bertikai satu sama lain menjadi negara yang solid. Seperti kita ketahui jaman dulu kerajaan-kerajaan di Indonesia mengadakan perkawinan bangsawan antar suku baik dari dalam dan luar negeri untuk menguatkan kedudukan dan pengaruh dan menambah relasi persekutuan.

2. Motif Sosial dilakukan dalam rangka merawat anak, rumah tangga (seperti pada Sawda, Maria) pendidikan (seperti pada Aisyah), penegasan hukum (pada kasus Zainab), mengkader da’iyah (Safiyah), dan yang terbanyak adalah perlindungan terhadap para janda mukmin yang ditinggal mati oleh suaminya dalam perang, para janda yang terlantar atau yang menyerahkan diri pada Nabi, dll.

Jadi berdasarkan kajian sejarah dan historical kehidupan rumah tangga Nabi, dapat disimpulkan bahwa Nabi Muhammad lebih menekankan monogami dibandingkan poligami, mengapa demikian? Dapat ditinjau dari kehidupan rumah tangga beliau dengan Khadijah dimana Nabi Muhammad tetap setia bersama Khadijah sampai Khadijah wafat, berarti Nabi Muhammad lebih mensunnahkan monogami dibandingkan poligami. Baru setelah itu Nabi Muhammad melakukan poligami dengan alasan-alasan politik dan sosial, sekaligus penyebaran Dakwah, dan sama sekali tidak ada sekedar unsur nafsu dari pernikahan Nabi Muhammad tersebut. Alasannya jika Nabi Muhammad menikah hanya karena unsur duniawi, tentu Nabi Muhammad sudah poligami sebelum kematian Khadijah, nyatanya Nabi Muhammad tidak melakukan poligami. Apa yang mendasari hal tersebut? Ada beberapa hal kemungkinan.

Pertama, poligami yang dilakukan Nabi Muhammad lebih menjurus pada penyebaran dakwah. Nabi Muhammad tidak melakukan poligami sewaktu Khadijah masih hidup karena jelas Khadijah adalah orang yang terpandang dan memiliki status tinggi di suku Arab dan Khadijah sering pula mengirim barang dagangan ke berbagai pelosok daerah di tanah Arab. Jadi, dengan status Khadijah sebagai orang terpandang, tentu Nabi Muhammad tidak memiliki kesulitan dalam penyebaran dakwah sewaktu Khadijah masih hidup. Baru setelah Khadijah meninggal maka untuk menguatkan dominan dalam menyebarkan Islam, Nabi Muhammad mulai berpoligami mulai dari perempuan yang berbeda suku sampai perempuan yang rendah statusnya dimata masyarakat. Dimana sebelumnya telah diterangkan, yaitu demi kepentingan Dakwah.

Kedua, kembali lagi bahwa memang Nabi Muhammad sewaktu Khadijah masih hidup tidak memerlukan apa yang namanya poligami, Nabi Muhammad telah sangat bahagia dengan isteri tercinta beliau yang pertama dimana dakwah tetap dapat berjalan dengan baik selama 10 tahun.

Jadi, jika merunut sejarah kehidupan Nabi Muhammad Shallallahu 'Alaihi Wasallam, sangat salah jika berpendapat bahwa poligami merupakan sunnah Rasul sedangkan monogami bukan merupakan sunnah, justru monogami adalah sunnah yang lebih diutamakan dibandingkan poligami. Dapat dilihat Nabi Muhammad mencontohkan kesetiaan dengan satu isteri dimana kehidupannya saat itu telah cukup bahagia, sedangkan kebolehan poligami lebih didasari karena adanya motif sosial dan politis, kepentingan penyebaran dakwah sampai bentuk pemberian bantuan dan perlindungan.

Poligami Dalam Bingkai Ayat Suci

Poligami adalah aturan tertentu dalam rumah tangga yang dapat dilakukan jika ada sebab tertentu, dan tidak seharusnya dilakukan jika hanya keinginan semata dari oknum tertentu. Allah berfirman mengenai kebolehan poligami.

"Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi: dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil[265], maka (kawinilah) seorang saja[266], atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya." (QS. An-Nisaa' 4:3)

Perhatikan, Al-Qur'an merupakan kitab yang paling pertama membatasi poligami, dimana sebelumnya poligami dapat dilakukan tidak terbatas, tapi dengan turunnya ayat Al-Qur'an surah An-Nisaa diatas, maka diwajibkan bagi umat sesudah turun ayat tersebut hanya boleh menikahi empat wanita saja. Jika praktek poligami merupakan sunnah penting dan utama dalam rumah tangga, tentu agak janggal bahwa Allah membatasi "sunnah" tersebut, tapi masuk akal bahwa kebolehan poligami hanya merupakan keringanan karena dalam waktu dan sebab tertentu poligami merupakan sebuah solusi.

Kemudian Allah berfirman yang artinya: "Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja," disini Allah menegaskan bahwa seorang yang tidak dapat berlaku adil, diwajibkan memiliki satu isteri saja. Allah mencintai rumah tangga yang tenteram dan sakinah, dimana dalam keluarga tersebut saling menyayangi satu sama lain dan jauh dari berbagai pertikaian yang dapat merusak ikatan keluarga.

Adil adalah syarat mutlak poligami, jika seseorang tidak dapat berlaku adil dan tahu bahwa dia memang tidak sanggup melakukan hal tersebut, tapi melaksanakan poligami sehingga akhirnya rumah tangganya berantakan, ada perang dingin antara para isterinya, tidak adanya ketenteraman dan rumah tangganya jadi seakan seperti neraka, apakah itu masih dapat dikatakan bentuk sunnah? Apalagi jika isteri pertama memang pada awalnya sudah tidak meridhai, tapi tetap dilakukan sehingga membuat sakit hati isteri pertama tersebut, bukankah itu sudah merupakan perbuatan aniaya dalam rumah tangga? Padahal dalam surah An-Nisaa diatas Allah menyuruh untuk tidak mendekat terhadap perbuatan aniaya.

Sebagaimana dijelaskan sebelumnya dalam sejarah Nabi Muhammad, beliau berpoligami untuk kepentingan sosial dan politis yang mengarah kebaikan, maka sunnah poligami juga dapat dicapai jika poligami tersebut dilakukan karena sebab tertentu yang mengarah kebaikan, bukan semata-mata hanya karena keinginan nafsu semata. Melakukan poligami setelah sekian lama setia bersama isterinya, sedangkan isteri kedua tersebut sama sekali tidak memiliki masalah ekonomi atau sosial, poligami terjadi hanya karena nafsu semata, ironisnya malah dilandasi sebagai sunnah, ujung-ujungnya rumah tangga berantakan karena tidak memahami konsep keadilan hukum dan ajaran. Sudah tentu bukan sunnah yang dimaksudkan Nabi Muhammad.

Jadi kesimpulannya, Nabi Muhammad lebih mensunnahkan monogami dibandingkan poligami, dimana monogami lebih mengarah kepada kehidupan tenteram keluarga dan jauh terhindar dari perbuatan aniaya. Sedangkan poligami, amalan sunnahnya hanya bisa dicapai setelah melewati berbagai syarat dan tahap dan harus dalam kondisi dan sebab tertentu, khususnya rana perlindungan ekonomi dan sosial. Andaipun diluar dua ketentuan tersebut poligami masih bisa dilakukan asalkan dengan persetujuan isteri pertama, yang bisa jadi karena kondisinya isteri pertama tersebut tidak dapat mengaruniai keturunan kepada sang suami. Bukan karena ingin poligami, langsung poligami saja tanpa memikirkan konsekuensi dari perbuatan tersebut, apakah mengarah kesunnah atau malah justru menambah dosa. Apalagi syarat mutlaknya adalah berlaku adil, terus terang saja dizaman sekarang ini sungguh mustahil menemui seseorang yang dapat berlaku adil dalam masalah ini.

"Barangsiapa yang mempunyai dua isteri, kemudian lebih mencintai kepada salah satu di antara keduanya maka ia datang pada hari kiamat sedangkan tubuhnya miring sebelah." (HR. Al-Khamsah)

Orang-orang Kristen dan Orientalis sering menjadikan tema poligami ini seakan merupakan ajaran dan ketentuan utama dalam Islam. Yang demikian ini tidak benar alias penyesatan, karena dalam praktek pada umumnya seorang Muslim itu lebih bijak menikah dengan satu isteri yang menjadi penentram dan penghibur hatinya, pendidik dalam rumah tangganya dan tempat untuk menumpahkan isi hatinya. Dengan demikian terciptalah suasana tenang, mawaddah dan warahmah, yang merupakan sendi-sendi kehidupan suami isteri menurut pandangan Al-Qur'an.

So, bagi yang telah menikah, pesan kami setialah kepada isteri anda, jangan menduakan cintanya, sayangilah keluarga anda dan hiduplah tenteram jauh dari pertikaian, karena itu merupakan sunnah Rasul yang sesungguhnya. Nabi Muhammad pernah bersabda: "Menikah adalah sunnahku, siapa yang membenci sunnahku bukan umatku", jangan sampai salah menginterpresentasikan makna menikah menjadi poligami. Menikah disini yah dasarnya berumah tangga, dengan memiliki rumah tangga, dimana memiliki tanggung jawab dalam menafkahi keluarga, mendidik anak-anak menjadi cerdas dalam ilmu agama, menciptakan keluarga yang saleh dan saleha, menjaga kerukunan jauh dari hal yang dimurkai Allah, tentu merupakan amalan yang sungguh luar biasa disisi Allah dan bentuk sunnah Rasul yang sebenarnya.

Poligami Solusi Untuk Polusi

Tulisan ini sama sekali tidak ada maksud untuk tidak memperbolehkan poligami apalagi anti-poligami. Meskipun intinya monogami lebih baik dari poligami, tapi justru salah juga bagi yang melarang poligami bahkan mengharamkannya sebagaimana yang terjadi dalam kekristenan. Padahal dalam kitab suci manapun belum ditemukan adanya ajaran yang mengharamkan poligami, yakinlah tidak ada ajaran dalam kitab samawi manapun yang melarang poligami. Para Nabi dahulu melakukan poligami, tidak ada yang mempersoalkannya dalam masyarakat berstatus apapun, keluarga mereka juga tidak mempersoalkan, bahkan Allah sendiri tidak mempermasalahkannya, jadi umat buatan siapakah Kristen itu sehingga mempermasalahkan apa yang tidak dipermasalahkan Allah dan Nabi sendiri? Seperti yang dikatakan sebelumnya bahwa poligami dapat menjadi solusi dalam kondisi tertentu, contohnya demi menolong dan memberikan perlindungan terhadap kaum wanita sebagaimana motif Nabi Muhammad dalam berpoligami. Dan juga Poligami tentu lebih baik dari pada freesex dan perilaku seks yang menyimpang.

Contohnya seperti apa yang suarakan oleh Martin Luther, sang refarmatori Gereja dan bapak evengelist. Dalam bukunya “Der Beichrat” (The Confessional Advice) Martin Luther mengijinkan Pangeran Landgrave Philipp von Hesse melakukan poligami. Ini lebih baik daripada Pangeran itu meneruskan kebiasaan kumpul kebo dan sex bebasnya. Juga beberapa tahun sebelumnya, Martin Luther dalam suratnya kepada Kanselerir Saxon Gregor Brueck mengatakan poligami itu bahkan tidak bertentangan dengan Alkitab.

“Ego sane fateor, me non posse prohibere, si quis plures velit uxores ducere, nec repugnat sacris literis.”“I could not forbid a person to marry several wives, for it does not contradict Scripture.”“Aku tak bisa melarang pria yang menikahi beberapa istri karena hal ini tidak bertentangan dengan Alkitab”- Martin Luther - (Referensi:http://en.wikipedia.org/wiki/Polygamy#Christianity)

Ditambah jika didasari presentase jumlah penduduk didunia. Di AS misalnya, terdapat 7,8 juta wanita lebih banyak daripada laki-laki. Jika semua laki-laki di AS menikah, maka tetap akan ada 7,8 juta wanita yang tidak akan mendapatkan suami. Dan anda sendiri tahu bahwa tidak semua laki-laki bisa menikah. Sebagian mereka mengalami persoalan lemah syahwat yang disebabkan oleh beragam alasan. Dan dalam data yang dimiliki oleh departemen kependudukan di AS, terdapat 25 juta laki-laki yang melakukan sodomi atau dalam istilah disebut sebagai gay. Dengan demikian, bertambah 25 juta wanita lagi yang tidak akan mendapatkan suami. Belum lagi mereka yang ditahan dalam penjara AS, sebanyak 98% adalah laki-laki. So, sangat wajar jika tingkat kriminalitas begitu tinggi di AS, apalagi mengenai masalah pemerkosaan dan pelacuran karena minimnya perlindungan terhadap wanita. Silahkan cari data, raja-raja dari polusi prostitusi dan pelecehan seksual semuanya didominasi negara mayoritas Kristen.

Dan dalam hal ini, dapat diyakinkan bahwa poligami dapat menjadi solusi yang amat baik. Meskipun tidak menutup penegasan bahwa monogami lebih baik dari poligami, tapi tentu poligami lebih baik dari perilaku freesex, kumpul kebo, dan sebagainya. Serta akan mengurangi populasi wanita yang hanya akan menjadi korban ataupun pelaku kriminalitas di negara tersebut. Intinya, yang beranggapan poligami merupakan sunnah sedangkan monogami tidak dianggap sunnah dan dinomor duakan, adalah salah. Begitu juga yang berpendapat bahwa poligami adalah haram, juga salah. Sebaik-baiknya langkah adalah yang ditengah-tengah.