Piagam Madinah: Konstitusi Modern Di Zaman Jahiliyah

PEMERINTAHAN RASULULLAH 7

Shalat di Masjid Nabawi, Madinah.

Shalat di Masjid Nabawi, Madinah.

Setelah Nabi Muhammad datang ke Yatsrib, penduduk kota itu bisa digambarkan demikian:

MU’MIN

1. Muhajirin:
a. Banu Hasyim
b. Banu Muthalib
c. Dll.

2. Anshar:
Suku-suku Aws
Dan Khazraj

MUSYRIK

Orang-orang Arab yang masih memuja berhala (kaum pagan)

YAHUDI
1.    Yahudi asli:
a.    Banu Nadir
b.    Banu Qaynuqa
c.    Banu Quraizhah
d.    Dll.
2.    Orang Arab ber-agama Yahudi
3.    Orang Arab yang menikah dengan Yahudi

Nabi Muhammad (yang secara kesukuan merupakan anggota Banu Hasyim), mengikat mereka dalam sebuah perjanjian, yang disebutnya sebagai kitâb atau shahïfah, yang oleh orang Indonesia lebih dikenal sebagasi Piagam Madinah.

Beberapa pandangan tentang Piagam Madinah

1. Pandangan Dr. Ahmad Syafii Maarif
Piagam Madinah dikeluarkan pada tahun pertama Nabi hijrah ke kota Yathrib. Jadi bertepatan dengan 622 M, dua tahun sebelum Perang Badar. Menurut para sarjana muslim dan non-muslim, piagam ini otentik. …
… kita dikenalkan kepada ide-ide politik yang sangat revolusioner, etis, dan anggun. Bukan saja untuk masa itu, bahkan  gaungnya masih terasa bermakna pada dekade terakhir abad ke-20. Piagam ini jelas mempunyai tujuan strategis bagi terciptanya keserasian politik dengan mengembangkan toleransi sosioreligius dan budaya seluas-luasnya. Piagam ini saya katakan revolusioner karena antara lain semua penduduk Madinah bersama pendatang, yaitu kaum muhajirin dari Mekah dikategorikan sebagai satu umat berhadapan dengan manusia lain (ummatan waahidatan min duuni an-naas). Gagasan satu umat ini dalam sistem kesukuan yang begitu ketat merupakan terobosan spektakuler. Lebih mencengangkan lagi, inisiatif untuk menulis perjanjian ini berasal dari Muhammad, pemimpin kaum pendatang yang dikejar-kejar pihak Quraisy. Pada tahun pertama hijrah, penduduk Madinah yang masuk Islam belum seberapa jumlahnya, yaitu beberapa orang dari suku Khazraj dan Aus, dua suku yang sebelumnya selalu terlibat baku hantam yang berkepanjangan.
Gagasan satu umat ini juga memasukkan orang-orang Yahudi yang kabarnya sudah tinggal di Madinah sejak permulaan abad ke-2 M. Dari kenyataan inilah, Maxime Rodinson berkesimpulan:  “Karenanya (gagasan tentang) umat atau komunitas meliputi penduduk Madnah secara keseluruhan, yang tampil sebagai satu front kesatuan menghadapi dunia luar.” Gagasan satu umat memang berasal dari Al-Qur’an, baik dalam ayat-ayat yang termasuk periode Mekah maupun Madinah. …

2. Pandangan Ensiklopedi Islam:
Naskah Piagam Madinah atau Sahifah terdapat dalam Hadis riwayat Imam Ahmad, Bukhari, Muslim, dan Abu Dawud. Para wakil dari setiap pihak yang disebut dalam naskah itu konon berkumpul di rumah Anas bin Malik.
Para ahli sejarah muslim dan orientalis memberi nama-nama yang berbeda atas Sahifah ini, yaitu Perjanjian, Piagam, Undang-Undang, dan Konstitusi. Tetapi Sahifah lebih dikenal dengan nama Piagam Madinah atau Konstitusi Madinah. Namun demikian mereka sepakat bahwa Sahifah itu merupakan dokumen politik yang mempersatukan komunitas-komunitas penduduk Madinah dalam kehidupan sosial politik bersama di bawah pimpinan Rasulullah SAW. Mereka juga sepakat bahwa Sahifah itu dibuat pada tahun pertama hijrah Nabi saw  ke Madinah. Ketetapan-ketetapan perjanjian tersebut oleh para ahli hukum dibuat menjadi 47 pasal yang terangkum dalam Pembukaan, Pembentukan Umat, Hak Asasi Manusia, Persatuan Seagama, Persatuan Segenap Warga Negara, Golongan Minoritas, Tugas Warga Negara, Pertahanan Negara, Pimpinan Negara, Politik Perdamaian, dan Penutup.

3. Pandangan Dr. Muhammad Sa’id Ramadhan Al-Buthy:
Ibnu Ishaq menyebutkan perjanjian ini tanpa isnad. Sementara Ibnu Khaitsamah menyebutkannya dengan mencantumkan sanad-nya: “Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin Junab Abul Walid, telah menceritakan kepada kami Isa bin Yunus, telah menceritakan kepada kami Katsir bin Abdullah bin Amer al-Mazni dari ayahnya dari kakeknya, bahwa Rasulullah saw. menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar.” Kemudian Ibnu Khaitsamah menyebutkan seperti yang disebutkan oleh Ibnu Ishaq. Imam Ahmad menyebutkannya di dalam Musnad-nya dari Suraij ia berkata telah menceritakan kepada kami Ibad dari Hajjaj dari Amer bin Syu’aib dari ayahnya dari kakeknya bahwa Nabi saw. menulis perjanjian antara Muhajirin dan Anshar …
Perjanjian tersebut mengandung beberapa pelajaran penting berkaitan dengan hukum-hukum pemerintahan bagi masyarakat Islam.
Perjanjian tersebut dalam istilah modern lebih tepat disebut  “dustur”. … ia telah memuat semua masalah yang dibahas oleh dustur modern mana pun yang meletakkan garis besar haluan negara baik menyangkut masalah dalam maupun luar negeri.

4. Pandangan Ja’far Subhani:
Pada hari-hari awal tibanya Nabi di Madinah, terdapat saling pengertian antara kaum Muslim dan Yahudi dalam beberapa hal, karena kedua umat itu menyembah Allah dan menentang pemujaan berhala, dan kaum Yahudi berpikir bahwa apabila Islam beroleh kekuatan maka mereka sendiri akan aman dari serangan orang Kristen Bizantium. …
Karena itu, Nabi menulis sebuah perjanjian untuk mengikat persatuan antara kaum Muhajirin dan Anshar. Dan kaum Yahudi Madinah juga menandatanganinya. Nabi menyetujui untuk menghormati agama dan harta mereka menurut persyaratan yang disepakati bersama. Para penulis biografi Nabi telah mencatat teks perjanjian itu secara lengkap.

5. Pandangan Munawar Chalil:
… Adapun kaum Yahudi yang ada di Madinah pada masa itu adalah terdiri dari tiga golongan, yaitu Banu Qraidlah, Banu nadhir dan Banu Qainuqa’. Waktu itu golongan Aus bersahabat dengan dan di bawah pengaruh Yahudi Banu nadhir. Setelah ketiga golongan kaum Yahudi itu melihat bahwa kedua golongan bangsa ‘Arab yang terbesar yang telah lama bermusuhan itu sesudah mendapat pimpinan Islam lalu bersatu dan persatuan mereka mengakibatkan tersiarnya propaganda Islam, lebih-lebih persatuan mereka dengan kaum Muslimin dari Makkah yang mengakibatkan kemajuan Islam di segenap penjuru kota Madinah sukar sekali dihalang-halangi, maka mereka kaum Yahudi itu mendirikan persatuan sendiri, dengan tujuan merintangi kemajuan Islam.
Waktu itu Nabi s.a.w. telah mengetahui bahwa ketiga golongan kaum Yahudi itu dan golongan-golongan lainnya sama berdaya-upaya hendak menghalang-halangi kemajuan Islam dan kaum Muslimin. Oleh sebab itu beliau mengajak mereka berdamai, agar mereka jangan terus mendengki dan membenci Islam dan orang-orang yang menjadi pengikutnya dan jangan pula mereka merin-tangi propaganda Islam yang sedang disiarkan oleh kaum Musli-min. Beliau mengirimkan kepada mereka sepucuk surat …

6. Pandangan Prof. Dr. Akram Dhiyauddin Umari:
Dalam sumber-sumber lama, dokumentasi ini disebut al-Kitab ‘buku’ dan ash-Shahifah ‘bundelan kertas’. Penelitian modern menyebutnya ad-Dustur ‘konstitusi’ atau al-Watsiqah ‘dokumen’.
Para peneliti kontemporer memposisikan dokumen ini sebagai dasar studi-studi mereka tentang reformasi yang dilakukan Rasulullah di Madinah. …
Gaya penulisan dokumen menguatkan keautentikannya. “Paragraf-paragrafnya pendek dan kalimat-kalimatnya simpel. Banyak pengulangan.  Kata-kata yang dipakai juga sudah dikenal umum pada masa rasul. Bagi mereka yang tidak mempelajari periode itu secara mendalam akan sedikit kesulitan memahami beberapa kata yang sekarang malah jarang dipakai. Dalam doku-men itu tidak ada perintah atau hujatan terhadap kelompok-kelompok tertentu. Karenanya, kita dapat mengatakan bahwa dokumen tersebut adalah autentik, tidak palsu. Beberapa persa-maan antara gaya dokumen tadi dengan tulisan-tulisan yang didiktekan oleh Rasulullah juga menguatkan keautentikannya.
Pada awalnya, dokumen itu ada dua bagian, tetapi para ahli sejarah menjadikannya satu. Satu bagian berkaitan dengan yahudi, dan yang satu lagi menguraikan komitmen, hak-hak, dan kewa-jiban kaum muslim, baik muhajirin maupun anshar.
Dokumen perjanjian damai dengan Yahudi ditulis sebelum Perang Badar dan dokumen natara muhajirin dan anshar ditulis setelah Badar. Sumber-sumber sejarah menyebutkan bahwa perjanjian damai dengan Yahudi ditandatangani ketika Rasul pertama kali tiba di Madinah.

7. Pandangan Muhammad Husain Haikal:
Inilah dokumen politik yang telah diletakkan Muhammad sejak seribu tiga ratus lima puluh tahun yang lalu dan yang telah mene-tapkan adanya adanya kebebasan beragama, kebebasan menya-takan pendapat; tentang keselamatan harta-benda dan larangan orang melakukan kejahatan. Ia telah membukakan pintu baru dalam kehidupan politik dan peradaban dunia masa itu. Dunia, yang selama ini hanya menjadi permainan tangan tirani, dikuasai oleh kekejaman dan kehancuran semata. Apabila dalam penanda-tanganan dokumen ini orang Yahudi Banu Quraiza, Banu’n-Nadzir dan Banu Qainuqa’ tidak ikut serta, namun tidak selang lama sesudah itu mereka pun mengadakan perjanjian yang serupa dengan Nabi.

8. Pandangan Nurcholis Madjid:
Bunyi naskah Konstitusi [Piagam madinah] itu sangat menarik. Ia memuat pokok-pokok pikiran yang dari sudut tinjauan modern pun mengagumkan. Dalam Konstitusi itulah untuk pertama kalinya dirumuskan ide-ide yang kini menjadi pandangan hidup modern di dunia …

9. Pandangan Ahmad Sukarja:
… hadis tentang shahifah atau Piagam madinah itu dilihat dari sanad banyak jalurnya, yang satu dengan yang lain saling menguatkan. Penulis telah mentakhrij (menelursuri) hadis riwayat Al-Bukhari dari jalur Muhammad, Waki’, al-‘A’masy, Ibrahim at-Taymiyy, Abu Ibrahim, Ali r.a. Juga telah menelusuri sanad hadis yang diriwayatkan Ibn Sallam. Rawi-rawi (orang yang meriwayatkan) hadis-hadis tersebut telad ditelusuri dalam kitab Tahzib al-Tahzib.

10. Pandangan Barakat Ahmad:
The Sahifah sought to provide the basis of positive law. The object of the document was limited to the resolution of conflict without violence. The community thus created is called the ummah.  The ummah, is specifically a Qur’anic term. It occurs nine times in the Meccan and forty-seven times in the Medinan sûrahs. It describes the totality of individuals bound to one another, irrespective of their colour, race or social status, by the doctrine of submission to one God. …
… The term ummah, therefore, within the context of our discussion is restricted to the sense in which it has been used in the Sahifah i.e. ‘the people of the Sahifah.’

Sahifah itu agaknya ditulis sebagai usaha untuk mendasari hukum positif. Tujuan dokumen itu hanya sebatas penyelesaian konflik tanpa kekerasan. Masyarakat yang dibentuknya pun disebut ummah. Istilah ummah adalah khas Al-Qur’an. Ia muncul sembilan kali dalam surah-surah Makkiah dan empat puluh tujuh kali dalam surah-surah Madaniah. Istilah ini menggambarkan totalitas ikatan  individu dengan individu yang lain, tanpa peduli warna kulit, ras atau status sosial, dengan doktrin kepasrahan pada satu Tuhan. …
… Istilah ummah, dengan demikian, dalam konteks diskusi kita hanya sebatas makna yang digunakan dalam Sahifah, yaitu ‘masyarakat Sahifah.

Begitulah pandangan-pandangan yang sempat terkumpul.

TERJEMAHAN NASKAH

1. Surat Perjanjian  (kitab)  ini  dibuat  oleh Muhammad dalam kedudukan sebagai Nabi; antara para Mu’min, dan kaum Muslimin dari  kalangan  Quraisy dan Yatsrib serta yang mengikuti mereka  dan menyusul  mereka dan berjuang bersama-sama mereka; (menyatakan) bahwa mereka  adalah satu umat, di luar golongan manusia lain.

2. Kaum Muhajirin dari kalangan Quraisy boleh meneruskan adat  kebiasaan baik yang berlaku (‘ala rib’atihim/riba’atihim) di kalangan mereka, (yaitu) bersama-sama menerima atau membayar  tebusan darah  (yata’aqalun) antara sesama mereka dan  mereka  menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di  antara sesama orang-orang beriman.

3. Begitu juga Banu ‘Auf  boleh meneruskan adat kebiasaan baik mereka  yang  berlaku, (yaitu) bersama-sama  membayar  tebusan  darah seperti biasa.  Begitu pula setiap golongan harus menebus tawanan mereka sendiri dengan cara yang baik dan adil di antara  sesama orang-orang beriman.

(Kemudian disebutnya setiap suku/batn Anshar itu serta  keluarga  setiap  puak; Banul-Harits, Banu Sa’ida,  Banu  Jusyam, Banu-Najjar,  Banu ‘Amr bin ‘Auf dan Banu-Nabit. Selanjutnya  disebutkan):

4. Bahwa orang-orang yang beriman tidak boleh membiarkan  seseorang  yang menanggung beban hidup dan utang yang berat  di antara  sesama mereka. Mereka harus dibantu dengan cara  yang baik dalam membayar tebusan tawanan atau membayar diat.

5.  Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh  mengikat  janji (besekutu; bersekongkol) untuk menghadapi mu’min lainnya.

6. Bahwa orang-orang yang beriman alis bertakwa harus melawan orang yang melakukan kejahatan di antara mereka sendiri, atau orang yang suka melakukan perbuatan aniaya, kejahatan, permusuhan atau berbuat kerusakan di antara  orang-orang  beriman sendiri, dan mereka semua harus sama-sama melawannya walaupun terhadap anak sendiri.

7.  Bahwa seseorang yang beriman tidak boleh membunuh  sesama mu’min demi membela orang kafir, dan tidak boleh membantu orang kafir untuk melawan mu’mim.

8. Bahwa jaminan Allah itu satu (yaitu): Dia melindungi  yang lemah di antara mereka.

9. Bahwa orang-orang beriman itu hendaknya saling  tolong-menolong satu sama lain.

10.  Bahwa barangsiapa dari kalangan Yahudi yang menjadi  pengikut  kita, ia berhak mendapat pertolongan  dan  persamaan; tidak boleh menganiaya atau memusuhi mereka.

11.  Bahwa orang-orang beriman bersatu dalam persetujuan damai;  tidak dibenarkan seorang mu’min  mengadakan  perdamaian sendiri dengan meninggalkan mu’min lainnya dalam keadaan  perang di jalan Allah. Mereka harus sama dan adil.

12. Bahwa setiap orang yang berperang bersama kita satu  sama lain harus saling bergiliran.

13. Bahwa orang-orang beriman itu harus saling membela terhadap sesamanya yang telah tewas di jalan Allah.

14.  Bahwa  orang-orang yang beriman dan  bertakwa  hendaknya menempatkan diri dalam pimpinan yang baik dan lurus.

15.  Bahwa siapa pun tidak dibolehkan melindungi  harta-benda atau jiwa orang Quraisy dan tidak boleh merintangi orang beriman.

16.  Bahwa  barang siapa membunuh orang  beriman  yang  tidak bersalah  dengan cukup bukti, maka ia harus mendapat  balasanyang  setimpal,  kecuali bila keluarga si  terbunuh  sukarela (menerima tebusan).

17.  Bahwa orang-orang yang beriman harus menentangnya  semua dan tidak dibenarkan mereka hanya tinggal diam.

18. Bahwa seseorang yang beriman yang telah mengakui isi piagam ini dan beriman kepada Allah dan hari kemudian, tidak dibenarkan menolong pelaku kejahatan atau membelanya, dan bahwa barangsiapa yang menolongnya atau melindunginya, ia akan mendapat  kutukan dan murka Allah pada hari kiamat, dan tak  ada tebusan yang dapat diterima.

19. Bahwa bila di antara kamu timbul perselisihan tentang sesuatu  masalah  yang bagaimana pun,  maka  selesaikan  dengan ajaran Allah melalui Muhammad – ‘alaihi-shalatu wa salam.

20. Bahwa orang-orang Yahudi harus mengeluarkan dana bersama orang-orang beriman selama mereka masih  dalam  keadaan perang.

21.  Bahwa orang-orang Yahudi Banu ‘Auf adalah satu umat  dengan orang-orang beriman. Orang-orang Yahudi hendaknya berpegang  pada agama mereka, dan orang-orang Islam pun  hendaknya berpegang pada agama mereka pula, termasuk  pengikut-pengikut mereka dan diri mereka sendiri, kecuali orang yang  melakukan perbuatan aniaya dan durhaka. Orang semacam ini hanyalah akan menghancurkan dirinya dan keluarganya sendiri.
22.  Bahwa  terhadap orang-orang Yahudi  Banu-Najjar,  Yahudi Banul-Ha-rits, Yahudi Banu Sa’ida, Yahudi Banu-Jusyam,  Yahudi Banu  Aus,  Yahudi Banu Tsa’labah, Jafnah dan  Banu  Syuthaibah, berlaku sama seperti terhadap mereka sendiri.

23. Bahwa tiada seorang dari mereka itu boleh keluar  kecuali dengan ijin Muhammad saw.

24.  Bahwa seseorang tidak boleh dirintangi  menuntut  haknya yang diakui; dan barangsiapa yang diserang, ia dan  keluarganya harus membela diri, kecuali jika ia menganiaya. Ini merupakan ketentuan Allah.

25.  Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban menanggung  nafkah mereka  sendiri dan kaum Muslimin pun berkewajiban  menanggung nafkah  mereka sendiri pula. Antara mereka harus ada  tolong-menolong  dalam menghadapi orang yang hendak menyerang  pihak yang mengadakan piagam perjanjian ini.
26.  Bahwa mereka sama-sama berkewajiban, saling  nasihat-menasihati dan saling berbuat kebaikan dan menjauhi segala perbuatan dosa.

27. Bahwa seseorang tidak dibenarkan melakukan perbuatan  salah  terhadap sekutunya, dan bahwa yang harus ditolong  ialah yang teraniaya.

28. Bahwa orang-orang Yahudi berkewajiban  mengeluarkan  belanja bersama orang-orang beriman selama masih dalam  keadaan perang.

29. Bahwa kota Yatsrib adalah kota yang dihormati bagi  orang yang melakukan perjanjian ini (menjadi kota perjanjian).

30. Bahwa tetangga itu seperti diri sendiri, tidak boleh  diganggu dan diperlakukan secara jahat.

31. Bahwa suatu tempat yang dihormati tidak boleh didiami orang tanpa ijin penduduknya.

32. Bahwa bila di antara orang-orang yang mengakui perjanjian ini terjadi suatu perselisihan yang dikhawatirkan akan menimbulkan kerusakan, maka rujukannya adalah ajaran Allah melalui Muhammad saw, dan bahwa Allah mendukung orang yang teguh  dan setia memegang perjanjian ini.

33. Bahwa melindungi orang-orang Quraisy (yang kafir) atau menolong  mereka tidak dibenarkan.

34.  Bahwa antara mereka harus saling membantu melawan  orang yang  hendak  menyerang Yatsrib ini. Tapi bila  telah  diajak berdamai maka sambutlah ajakan perdamaian itu.

35.  Bahwa apabila mereka diajak berdamai,  maka  orang-orang yang  beriman wajib menyambutnya, kecuali kepada  orang  yang memerangi  agama.  Bagi setiap orang, dari  pihaknya  sendiri mempunyai bagiannya masing-masing.
36.  Bahwa orang-orang Yahudi Aus, baik diri  mereka  sendiri atau pengikut-pengikut mereka mempunyai kewajiban seperti mereka yang sudah menyetujui naskah perjanjian ini dengan segala  kewajiban sepenuhnya dari mereka yang  menyetujui  naskah perjanjian ini.

37.  Bahwa kebaikan itu tidak sama dengan kejahatan dan  bagi orang yang melakukannya hanya akan memikul sendiri akibatnya. Dan bahwa Allah bersama pihak yang benar dan patuh  menjalankan isi perjanjian ini.

38. Bahwa orang tidak boleh melanggar isi perjanjian ini, kecuali bila ia orang yang zhalim dan/atau jahat.

39.  Bahwa  barangsiapa yang keluar atau tinggal  dalam  kota Madinah  ini,  keselamatannya tetap terjamin,  kecuali  orang yang berbuat zhalim dan melakukan kejahatan.

40. Allah pasti melindungi orang yang baik/bertakwa, dan Muhammad adalah Rasul Allah (yang mengemban tugas melaksanakan hukum Allah).

*** Penomoran tidak terdapat pada naskah aslinya. Penomoran di sini dilakukan hanya untuk memudahkan pengkajian.